NovelToon NovelToon
Ratu Dan Pria Tak Terlihat

Ratu Dan Pria Tak Terlihat

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:719
Nilai: 5
Nama Author: khayalancha

Dari semenjak lahir Syailendra dipaksa untuk "tak terlihat", dirumah, disekolah dan juga di lingkungan sekitarnya. Namun ternyata seorang perempuan bernama Ratu memperhatikan dan dengan jelas dan tertarik padanya. Perempuan cantik dan baik yang memberikan kepercayaan diri untuknya.

Sedangkan Ratu, Ia sosok perempuan sempurna. Ratu terkenal tak mau berkomitmen dan berpacaran, Ia seorang pemain ulung. Hidup Ratu berubah saat Ia dan Syailendra satu team mewakili olimpiade kimia dari sekolahnya. Mereka tak pernah sekelas, dan Ratu bahkan baru mengenalnya. Tapi sosoknya yang misterius merubahnya, Ratu merasakan sesuatu yang berbeda dengan pria itu, membuatnya merasa hangat dan tak mau lepas darinya.

Namun dunia tak mendukung mereka dan mereka harus berpisah, mereka lalu bertemu sepuluh tahun kemudian. Apakah kisah kasih mereka akan tersambung kembali? Atau malah akan semakin asing?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon khayalancha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 26 - Kenyataan yang Terbuka

Hari sudah menunjukkan pukul tujuh malam, dan Syailendra sudah siap dengan setelah kemeja serta celana hitam yang membalut tubuhnya. Meski dihindari, ternyata ia tidak mampu kabur dari situasi ini. Syailendra benar-benar akan turun ke bawah untuk menghadiri acara makan malam itu.

Tuhan, tolong. Bukakan hati Papa agar nggak mempermasalahkan kehadiranku di sini. Aku ingin ikut olimpiade ini. Tolong jangan gagalkan. Kali ini saja, aku ingin jadi manusia yang berguna....

"Udah siap lo? Yuk keluar," ajak Heri yang tengah memakai sepatu.

Syailendra mengangguk pasrah. Mereka pun keluar dari kamar, lantas menuju lobi lantai lima untuk menunggu Sasa dan Ratu.

Ternyata mereka sudah sampai duluan. Objek pertama yang Syailendra lihat adalah sosok Ratu yang tengah mengenakan dress selutut berlengan tiga perempat warna putih. Rambutnya dibiarkan tergerai menyentuh garis pinggang. Cantik sekali. Pakaian gadis itu sangat serasi dengan kulitnya yang putih mencolok. Saking cantiknya, Syailendra tidak sadar ada gadis lain di samping Ratu yang tak kalah cantik. Dialah Sasa, pacar Heri yang mengenakan celana kulot dengan atasan sweater pink. Heri langsung memeluk pacarnya itu dan memuji kecantikannya. Ratu sampai memisahkan dua orang itu karena takut Bu Susan tiba-tiba datang dan melihat pemandangan tersebut.

"Kalian tuh sadar tempat, kek. Jangan mesra-mesraan sembarangan kayak gitu. Nggak sopan namanya!" geram Ratu.

"Nggak sopan di hadapan jomblo kayak kalian? Bilang aja iri," balas Heri sambil terkekeh.

Syailendra rasanya tak punya tenaga menghadapi dua manusia tak berguna itu. Alih-alih ikut tertawa seperti yang Ratu lakukan, Syailendra justru cemas memikirkan sebentar lagi ia akan bertemu kedua orang tuanya.

Tiba-tiba ponsel mereka serentak berbunyi, yang ternyata notifikasi dari grup wa olimpiade. Tertera pesan dari Bu Susan bahwa beliau sudah menunggu di restoran.

"Yuk, kita udah ditungguin," ajak Ratu, yang langsung menarik tangan Syailendra untuk masuk ke dalam lift.

Setibanya di restoran yang berada di lantai dasar, perasaan Syailendra makin tidak karuan. Ia berhenti di pintu masuk restoran sehingga membuat Ratu mengerutkan dahinya heran.

"Kenapa kamu bengong? Ayok buruan, nggak enak sama Bu Susan. Masa dia duluan yang sampai dari kita?"

Syailendra tersenyum kikuk. "Iya," jawabnya.

Mengembuskan napas berat, dengan langkah gemetar akhirnya ia masuk ke dalam restoran itu, menuju ruangan VVIP yang dikhususkan untuk orang-orang yang menyewanya. Entah untuk perayaan ulang tahun, perayaan anniversary pernikahan dan lain-lain. Dikarenakan yang menjamu mereka pemiliki hotel, maka mereka difasilitasi ruangan VVIP tersebut.

Begitu masuk pintu ruangan VVIP, tampak sang ayah dan sang ibu telah duduk di meja bersama Bu Susan. Syailendra belum sempat membuang muka saat Bu Susan menyadari kehadiran mereka dan melambaikan tangan sebagai kode menyuruh masuk. Detik itu juga pandangan Syailendra dan kedua orang tuanya bertemu di titik yang sama.

Syailendra mengepalkan kedua tangannya erat seiring makin cepat detak jantungnya. Namun berbeda dari dugaannya, sang ayah malah memasang wajah meski pun tadi tampak kaget sepersekian detik.

Syailendra merasa bingung harus berbuat apa. Mereka sudah menyalami kedua orang pemilik hotel itu. Dan saat itu Syailendra ingin menyalami tangan kedua orang tuanya, namun sang ayah segera memberi kode agar Syailendra duduk di sampingnya. Syailendra merasa heran kenapa sang ayah jadi baik begini. Jauh dari apa yang ia takutkan.

"Duduk semuanya. Kalian malam ini boleh makan apa yang kalian mau, gratis," kata Gunawan melempar senyum, yang mana membuat Heri, Sasa dan Ratu berterima kasih sambil memasang wajah gembira. Hanya Syailendra yang merasa tidak nyaman di sini.

"Bener ni Pak? Kita bisa pesan semua yang kita mau? Wah, Bapak baik banget. Saya mau pesan makanan paling mahal kalau gitu," celetuk Heri sambil mengambil buku menu.

Ratu yang mendengar celetukan itu langsung memukul paha Heri. "Yang sopan kalau ngomong! Udah di kasih hati malah minta jantung. Etika kamu mana?!"

"Lah, apa sih? Kita ditraktir juga. Masa disia-siain. Ya kan, Pak?" kekeh Heri cengengesan.

Gunawan mengangguk menjaga wibawa. "Iya, tidak masalah. Kalian boleh makan sepuasnya di sini."

Makin mendengar suara sang ayah, Syailendra makin gugup pula. Tak berani ia mengangkat wajah karena takut bertemu pandang dengan ayahnya tersebut.

Hanya Ratu yang sejak tadi memerhatikan gelagat aneh Syailendra. Gadis itu seolah paham Syailendra merasa tertekan dan tidak nyaman, namun tidak mungkin juga menanyakan itu di sini karena mereka sedang ada di meja makan. Rasanya akan sangat tidak sopan.

"Oh, iya, anak-anak. Jadi Ibu lupa bilang sama kalian. Syailendra ini... dia adalah anak dari Pak Gunawan dan Bu Amelia yang punya hotel ini. Syailendra selama ini banyak sekali berjasa untuk sekolah kita. Dia anak yang jenius, tapi tidak sombong. Ibu sangat bangga sama Syailendra."

Ucapan Bu Susan itu sukses membuat jantung Syailendra merosot. Begitu juga dengan teman-teman Syailendra yang tampak terkejut mendengar hal tersebut. Bahkan air yang sedang Heri minum pun menyembur dari mulutnya.

"Hah? Syailendra anak Pak Gunawan? Serius, Bu?!" kaget Heri.

"Iya. Benar 'kan, Pak Gunawan?" tanya Bu Susan, yang membuat Gunawan terpaksa mengangguk.

"Itu semua benar. Ini anak saya yang nomor dua."

Syailendra gemetar, namun segera mengangkat wajah dan mengulur senyum kikuk ke hadapan mereka semua. Sekilas ia melihat ke arah ayah dan ibunya. Mereka menyorotinya tajam, akan tetapi hanya sekitar dua detik. Segera mereka pasang ekspresi seolah-olah mereka bangga dengan Syailendra.

"Nggak mungkin banget. Syailendra si kutu buku yang sering naik bis gimana bisa jadi anak pemilik hotel? Heh, Endra. Terus kenapa lo nggak ngomong selama ini? Buset. Jangan-jangan lo lagi nyamar ya?!"

Ratu langsung menampar lengan Heri untuk membuat anak itu diam. "Bisa diam, nggak sih? Nggak sopan banget!"

"Heri, jaga bicara kamu," tegur Bu Susan.

Heri kicep dibuatnya. Anak itu melongo menatap Syailendra. Saking kagetnya bola mata Heri hampir keluar dari pelupuk.

"Asli, kaget gue. Ya ampun, Syailendra tajir banget!" heran Heri yang masih saja berkicau tak karuan.

"Iya, Syailendra memang anak kami. Kami sangat bangga sama Syailendra karena bisa sampai di olimpiade nasional. Terima kasih sudah mendidik anak kami dengan baik di sekolah, Bu. Kami memang sangat sibuk selama ini, makanya setiap ada kegiatan di sekolah tidak pernah datang." Amelia, istri Gunawan menimpali.

"Nggak masalah, Bu, Pak. Hebat banget lho anaknya. Sekarang nama Syailendra banyak disorot di media sosial dan juga media cetak. Pasti Bapak sama Ibu sangat bangga punya anak seperti Syailendra," kata Bu Susan kagum.

Syailendra bisa merasakan kegeraman sang ayah yang mendengar hal tersebut. Sungguh, ia benar-benar tidak nyaman. Rasanya ingin segera pergi dari sini karena takut menghadapi mereka.

"Apa di sekolah Syailendra nakal, Bu?" tanya Gunawan mengalihkan pembicaraan.

"Oh, nggak kok. Syailendra justru jadi contoh murid teladan. Kami bahkan berencana ingin memberikan Syailendra penghargaan sepulang dari sini. Dia ini murid yang sangat berprestasi."

Ratu mengangguk setuju dengan perkataan Bu Susan. "Iya, Pak, Bu. Syailendra benar-benar keren. Aku temannya aja bangga banget sama dia."

Ya. Mereka semua bangga, tapi tidak dengan orang tua Syailendra. Andai semua orang tahu betapa menyedihkannya hidup seorang Syailendra Gunawan selama ini. Apa mereka masih bisa berkata seperti itu?

Syailendra merasa takut, cemas, dan juga ... sakit. Perasaan tidak nyaman itu membuatnya tidak berminat menyentuh makanan di meja. Nafsu makannya mendadak hilang.

Selesai makan malam, saat Bu Susan pamit ingin membawa anak-anak kembali ke kamarnya, tiba-tiba Gunawan menyeletuk—

"Syailendra, kamu di sini dulu, ya, sama Mama dan Papa. Boleh kan Bu saya pinjam Syailendra sebentar?"

Tubuh Syailendra menegang. Berharap Bu Susan tidak memperbolehkan, namun ternyata gurunya tersebut malah mengangguk dengan senang hati.

"Oh, tentu. Silakan Pak."

Dan setelahnya, Bu Susan bersama Heri, Sasa dan Ratu pergi dari restoran itu, meninggalkan dirinya sendirian di tengah-tengah Gunawan dan Amelia. Syailendra mengepalkan tangannya erat saat mendengar Gunawan berkata—

"Kamu sudah bermain terlalu jauh. Sepertinya kamu memang sengaja ingin mempermalukan saya!"

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!