Alina berkali kali patah hati yang dibuat sendiri. Meski dia paham kesalahannya yang terlalu idealis memilih pasangan. Wajar karena ia cantik dan cerdas serta dari keluarga terpandang. Namun tetap saja dia harus menikah. Karena tuntutan keluarga. Bagaimana akhir keputusannya? Mampukah ia menerima takdirNya? Apalagi setelah ia sadari cinta yang sesungguhnya setelah sosok itu tiada.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hana Ame, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pilihan Alina
Alina terpaku menatap sosok di hadapannya. Selama ini ia selalu bertemu lelaki ini di depan, dekat kasir atau dekat dengan stock barang perusahaan dia yang dipajang di swalayan. Karena Alina tidak mengizinkan setiap orang untuk masuk ke ruangannya, atas alasan privacy maupun kenyamanan pribadinya.
Namun entah kenapa tiba tiba Marsudi ada di ruangannya kali ini.
Marsudi mulai bicara setelah ia menghela napas, "Alina… Aku nggak mau bertele-tele. Aku cuma mau tahu, kenapa kamu selalu menghindar setiap kali aku mencoba lebih dekat?"
Alina terkejut, tapi tetap tenang.
"Menghindar? Aku nggak merasa begitu, Marsudi. Aku nyaman berteman denganmu."
Marsudi tersenyum pahit. "Itu dia masalahnya, Alina. Buat kamu, aku cuma teman. Tapi buat aku… lebih dari itu."
Alina menghela napas, menatap Marsudi dengan lembut, "Marsudi, aku menghargai perasaanmu. Tapi aku nggak pernah berpikir kita lebih dari sahabat. Aku nggak ingin memberi harapan yang nggak bisa kupenuhi."
Marsudi tersenyum kecut, menunduk sebentar, "Jadi, dari awal aku nggak pernah punya kesempatan?"
Alina menghembus nafas pelan, berusaha memilih kata-kata dengan hati-hati) "Bukan begitu… Aku cuma merasa kita lebih cocok sebagai teman. Aku nyaman denganmu, tapi bukan dalam cara yang kamu harapkan."
Marsudi mengangguk pelan, berusaha menutupi kekecewaannya, "Aku mengerti… Setidaknya sekarang aku tahu jawabannya."
Alina pun tersenyum tipis, berharap bisa meredakan ketegangan, meski ia khawatir Marsudi akan melakukan sesuatu yang membahayakannya, "Aku nggak mau kehilangan persahabatan kita, Marsudi."
Marsudi menatap Alina dengan ragu, lalu tersenyum lemah, "Aku butuh waktu untuk menerima ini, Alina. Tapi aku harap suatu hari nanti, aku bisa benar-benar hanya menganggapmu teman."
Alina kemudian mengangguk pelan, menghargai kejujuran Marsudi, "Aku akan tetap di sini kalau kamu masih ingin berteman." Melihat sikap Marsudi ia menilai lelaki itu cukup menerima kenyataan. 'Rasanya aku tak perlu khawatir lagi. '
Marsudi hanya tersenyum samar sebelum mengalihkan pandangan ke jendela. Hati boleh sakit, tapi setidaknya ia tahu di mana ia berdiri.
Beberapa saat mereka terdiam, kemudian Marsudi berpamitan. Ia meyakinkan diri bahwa hari itu terakhir ia melihat Alina. Setelah ini dia akan pergi jauh dan tidak akan lagi mengganggu Alina.
"Terima kasih Alina, aku pamit ya. Selamat tinggal. Assalamualaikum."
Alina menatap Marsudi yang berlalu dari ruangannya. "Waalaikumsalam"
Dalam hatinya heran mengapa Marsudi mengucap selamat tinggal. Alina kembali menekuni laporan stock barang di hadapannya sambil mengangkat bahu tak peduli. Begitulah Alina yang selalu berupaya fokus pada urusannya sendiri sebelum ia ikut campur urusan orang lain. Setidaknya Alina berusaha agar ia bisa memilah apa yang sungguh sungguh membuatnya bahagia. Karena dia lelah dihadapkan kondisi berkorban untuk orang lain namun dirinya jadi korban penderita.
Selepas tamu tamu yang membuat pikiran Alina riuh hari ini, setidaknya ada hal yang membuat Alina tersenyum. Dan cukup setitik bahagia itu yang membuatnya tidak terlalu lelah hingga pulang kerja.
Belum sampai ia duduk di meja tulisnya di kamar, handphone nya berbunyi,
"Hai Cantik, sudah sampai rumah? "
Alina tersenyum lebar melihat chat Roy. Segera ia membalasnya dan terus saja mereka mengobrol sampai Alina tertawa tawa. Membuat ia lupa mandi. Hingga di depan pintu kamarnya berdiri Bu Anik.
"Liinn, kamu ikut ke masjid gak? Ini malam Nishfu Syaban loh. "
"Ehh.... I.. Iyaa Bu. Sebentar Lina mandi dulu. "
Alina pun meletakkan HP di meja dan segera menyambar handuk untuk masuk ke kamar mandi. Sementara Bu Anik yang penasaran pun melongok ke kamar Alina dan pas kebetulan ada chat masuk bertuliskan R Handsome dengan tulisan, "Oke Cantik..... Aku mandi dulu ya. "
"Hmmm..... siapa lagi ini....katanya belum mau nikah, tapi kok gampang banget deket sama laki laki.... " Bu Anik komentar perlahan sambil geleng geleng kepala tidak setuju. Dan setelahnya ia menghela nafas panjang dan keluar dari kamar putri satu satunya itu.
cek profil aku ada cerita terbaru judulnya
THE EVIL TWINS
atau langsung tulis aja judulnya di pencarian, jangan lupa mampir dan favorit kan juga ya.
terima kasih