"Kenapa selalu gue yang harus ngertiin dia? Gue pacar elo Marvin! Lo sadar itu ga sih? Gue capek! Gue muak!" ucap Ranu pada kekasihnya dengan nada marah.
"Maafin gue, Ranu. Gue ga maksud buat ngerebut Kara dari elo" Zara menatap takut takut pada Ranu.
"Diem! Gue ga butuh omongan sampah elo ya" Ucap Ranu dengan nada tinggi.
.
.
.
"Shit! Mati aja elo sini Zara!" hardik Fatiyah setelah membaca ending cerita pendek tersebut.
Fatiyah mati terpanggang setelah membakar cerpen yang dia maki maki karena ending yang tak dia sukai. Dia tidak terima, tokoh kesayangannya, Ranu harus mati mengenaskan di akhir cerita. Tapi, siapa sangka kalau Fatiyah yang harusnya pergi ke alam baka malah merasuki tubuh Zara. Tokoh yang paling dia benci. Bagaimana kelanjutan kisahnya. Kita lihat saja. Apakah Fatiyah bisa menyelamatkan tokoh favoritnya dan mengubah takdir Ranu? Apakah dia malah terseret alur novel seperti yang seharusnya?
sorry guys, harus revisi judul dan cover soalnya bib...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Telo Ungu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
17 Tujuh Belas
"Lho, mama bilang kita akan makan di restoran temen mama. Kenapa kita kesini? Ini rumah siapa ma?" tanya Zara heran.
"Iya, nanti kita akan makan di restoran temen mama. Tapi, kita harus jemput temen mama dulu" ucap Mona menenangkan Zara yang terlihat kebingungan.
Mona menuntun Zara masuk ke dalam rumah. Disana sudah ada seorang kepala pelayan yang menatap mereka berdua datar. "Ikuti saya nyonya" Kepala pelayan membimbing mereka ke arah samping bangunan rumah. Tepatnya ke arah taman rumah kaca.
"Tuan sudah ada di dalam. Anda bisa langsung masuk saja ke rumah kaca. Kami hanya bisa mengantar anda sampai disini" Kepala pelayan tersebut pergi meninggalkan Zara dan Mona disana berdua saja.
"Mama, sebenarnya ini rumah siapa? Kenapa kita ada disini?" tanya Zara bertubi tubi.
Mona hanya terdiam sambil menggenggam tangan Zara supaya patuh mengikuti setiap langkahnya. Mereka berdua melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah kaca tanpa suara.
Berbeda dengan raut wajah Zara yang terlihat ketakutan, Mona malah menunjukkan reaksi senang.
"Rumah siapa ini? Kenapa mama bawa gue kesini? Apa jangan jangan gue mau dijual?" batin Zara menerka nerka.
"Sial, gara gara gue acak acak alur cerpen ini dari awal. Gue jadi buta petunjuk. Ini tidak ada dalam adegan apapun" kata Zara menggerutu dalam hatinya.
Langkah kaki mereka terhenti tepat di tengah tengah rumah kaca. Disana terlihat sebuah meja dengan empat kursi. Lalu, ada beberapa kudapan dan juga dua cangkir teh yang terlihat masih mengepulkan asap.
Pandangan mata Zara tertuju pada punggung seorang laki laki berbadan tegap yang membelakangi mereka. Pria itu terlihat sedang memandangi bunga anggrek yang Zara sendiri tidak tahu jenisnya. "Kalian sudah datang rupanya. Mona, tinggalkan kami berdua. Kau bisa pergi sekarang juga" titah pria itu.
"Tidak bisa begitu dong mas. Kan, mas sendiri yang bilang kalau kita akan makan malam bersama di rumahmu. Perjanjian kita tidak seperti itu. Kamu tidak bisa mengusirku begitu saja" ujar Mona tak terima. Ibu Zara terlihat menggerutu. Ia melepas cekalan tangannya dari anaknya. Lalu, berjalan mendekat ke arah pria yang masih memunggungi mereka.
"Berhenti disitu!" Langkah Mona terhenti begitu mendengar perintah pria paru baya itu.
"Kita sudah membicarakan ini ditelpon. Kalau kau masih keras kepala, saya tidak akan segan segan membongkar semuanya disini. Kamu tentunya tidak ingin Zara tahu apa yang sebenarnya terjadi" ancamnya.
"Mas! Kamu__" Mona terkejut. Ia ingin protes lebih lanjut. Namun, suaranya tercekat saat melihat tiba tiba beberapa pengawal datang menggerutu Zara dan Mona.
Pria yang memunggunginya itu kemudian membalikkan badannya. Rupanya dia adalah papa Marvin. "Bawa wanita merepotkan ini pergi dari sini" pinta Gala tegas.
Zara yang melihat ibunya diseret oleh orang orang besar itu hanya bisa terdiam membeku. Dia tidak bisa memahami situasi yang begitu rumit. Bukannya mamanya tadi siang berkata akan membawanya jalan jalan ke luar.
Mona bilang dia ingin makan malam bersama dengannya di luar. Tapi, kenapa malah jadi seperti ini. Zara bingung. Kenapa dia bisa dibawa ke tempat papa Marvin. Apakah ini rumah Marvin.
Seakan mengerti kebingungan Zara, Gala lalu membuka suara. "Kalau kamu mengkhawatirkan akan bertemu Marvin, dia tidak disini Zara. Marvin berada di rumah ibunya"
"Lalu, kenapa aku harus ada disini Om?" tanya Zara setelah mampu mengondisikan dirinya kembali.
"Duduk dulu Zara. Ada yang harus kita luruskan di sini" Zara mengikuti perintah Gala dan duduk di kursi samping papa Marvin.
"Kenapa om nyuruh mama bawa aku kesini?" Zara bertanya takut takut.
"Itu tidak penting Zara. Kamu harus lihat ini. Ini milikmu bukan?" Gala menyodorkan sebuah buku ke atas meja.
Zara awalnya tidak tahu kalau buku itu miliknya. Namun, saat ia memperhatikan lebih detail. Ternyata ini buku diary-nya miliknya. "Ini kan__" Zara melotot tajam sambil menunjuk buku itu.
"Buku diarymu. Saya tidak pernah menyangka kamu akan membuat rencana seperti itu pada Marvin, Zara. Untuk apa kau melakukan hal ini? Mendekati anakku dan ingin menghancurkan pertunangannya? Jawab!" sentak Gala penuh emosi.
Gala menatap Zara penuh tanda tanya. Sebenarnya, Gala sendiri tidak terlalu ambil pusing tentang pasangan hidup anaknya. Dia sangat membebaskan Marvin untuk bisa bersama siapapun, termasuk Ranu. Anak relasinya itu.
Tapi, semua itu berubah saat Marvin datang padanya dan mengancam dirinya untuk segera putus dengan ibunya Zara. Dari situ, Gala semakin penasaran dengan anaknya Mona. Hal apa yang membuat anaknya begitu tertarik pada gadis itu.
Makanya, dia sengaja meminta Mona untuk membawa anak ini ke hadapannya. Setelah orang suruhannya itu menemukan dairy milik Zara di rumahnya. Gala sudah menyusupkan beberapa orang suruhannya di rumah Mona. Dia ingin tahu siapa Zara dan apakah ada motif dibalik kedekatannya dengan Marvin.
Ternyata dugaannya tidak meleset. Anak Mona ini punya maksud tertentu pada Marvin.
"Aku, aku, om__" Zara terbata bata saat ditodong pertanyaan bertubi tubi oleh Gala.
"Jawab pertanyaan saya Zara. Apa alasanmu melakukan hal itu. Jika kau tetap bungkam, saya tidak akan segan untuk membuka mulutku dengan tanganku sendiri!" ancam Gala dengan nada datar dan tatapan tajamnya.