Kepercayaan adalah tonggak dari sebuah hubungan. Mempercayai seseorang bukanlah kesalahan, namun mempercayai seseorang yang baru kita kenal itulah yang bisa menjadi sebuah kesalahan. Dan.. Inilah yang terjadi pada Nadien, hidupnya yang damai seketika berubah menjadi penuh tekanan dan rasa sakit. Jiwa dan raganya disakiti terus menerus oleh pria yang ia cintai, pria yang mulut nya berkata Cinta. Namun, terdapat dendam di balik itu semua.
Akankah Nadien mampu melewati ujian hidupnya dan membuat pria tersebut mencintainya? Ataukah, memilih menyerah dan pergi meninggalkan pria yang selama ini telah menyakitinya?
Penasaran..? Cuss langsung baca ceritanya, di cerita baru Author Dendam Dibalik Cinta Mu by. Miutami Rindu🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miutami Rindu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sandiwara
Nadien tersenyum simpul ketika Gavin berjalan ke arah nya. Di mata Nadien, pria itu begitu tampan. Pesona Gavin memang tidak bisa di elakkan, pria itu memang begitu menawan.
"Kamu kenapa disini? Bagaimana keadaan mu?" Tanya Gavin halus ekspresi wajahnya pun berubah hangat.
"Aku baik-baik aja kok sekarang," Sahut gadis tersebut tersenyum manis.
Gavin menghela nafasnya, "Lalu kenapa disini?"
"Aku nunggu kamu--" ceplosnya, mata Nadien membulat, mulut nya seketika mengatup.
Astaga! Apa yang sudah Nadien katakan, Gavin tersenyum smirk.
"Jadi kamu nunggu aku, tapi kenapa?" Ujar pria itu menggoda Nadien.
"Em.. Maksud aku, aku cuma bukain pintu buat kamu." Elaknya berusaha mencari alasan.
"Aku bisa buka sendiri." Balas Gavin santai.
Nadien jadi salah tingkah, ia jadi gelagapan sendiri. Merasa malu dengan dirinya sendiri, Gavin yang melihat Nadien merasa gemas. Tangan nya terangkat mengacak rambut Nadien.
"Gadis konyol. Kalau tidak bisa berbohong jangan coba-coba berbohong," sejenak Nadien di buat speechless oleh perlakuan Gavin, gadis itu tersenyum kikuk.
"Udah, ayo masuk.." Gavin masuk, sedang Nadien masih berdiri mematung di tempat.
"A-apa yang terjadi sama gue? Kenapa gue jadi deg degan gini?" Batin Nadien memegang dadanya.
Nadien mengekor di belakang Gavin dengan wajah menunduk, "Aku ke kamar dulu ya " Ucap Gavin menghadap Nadien.
"Mau aku buatin sesuatu gak?" Tawarnya menghentikan langkah Gavin.
"Gak usah." Jawabnya tersenyum lembut.
Gavin berjalan menuju ke kamarnya. Makan malam sudah siap di meja, bi Sari dan juga Nadien begitu bersemangat menyiapkan beberapa macam menu makanan untuk Gavin.
Gavin menuju meja makan dengan penampilan santai nya, pria itu terlihat lebih segar sekarang.
"Nadien.."
"Ya," sahut gadis itu.
"Kita bisa bicara sebentar?"
"Tapi, makan malam nya gimana? Nanti keburu dingin. Gimana kalo bicara nya nanti aja ya, setelah makan selesai." Ucap Nadien mencoba memberi saran.
"Em, baiklah.."
Nadien tersenyum, sedang dalam hati Gavin kesal ia tidak suka dengan bantahan. Tapi Gavin harus tenang sekarang, demi rencananya.
Melihat Gavin duduk di kursinya, Nadien melengos pergi bersama Bi Sari.
"Kamu mau kemana?" Menghentikan langkah Nadien.
"Aku mau ke dapur?" Jawabnya.
"Ngapain? Apa masih belum selesai?" Nadien menggeleng.
"Lalu?"
"Aku akan makan bersama Bi Sari di dapur," jawabnya polos.
"Dan.. Membiarkan ku makan sendirian di sini?" Timpal Gavin.
"Tapi ini semua makanan khusus untuk mu." Balas Nadien.
"Aku tidak akan bisa menghabiskan makanan sebanyak ini, Nadien.." Sedikit menekan kata-katanya.
Nadien juga menatap semua makanan di atas meja, "Terus kamu mau aku ngapain?"
"Duduk dan makan bersamaku! " Jawabnya tegas.
Nadien tersentak, "Tapi--"
"Duduk, atau aku tidak akan makan?!" Menyilangkan kedua tangan nya didada.
"Kenapa begitu? Kamu harus makan," tegur Nadien.
"Kalo begitu, dudulah dan kita makan bersama di sini." Pinta Gavin menatap Nadien datar.
Nadien menoleh ke arah bi Sari, dan mendapat anggukan dari wanita paru baya tersebut. Nadien pun duduk di kursi samping Gavin dengan ragu-ragu.
Gavin melirik Nadien dan tanpa Nadien sadari Gavin mengangkat sudut bibir nya tipis.
Selesai makan malam, Gavin menunggu Nadien di balkon kamar nya. Nadien melihat pintu kamar Gavin yang sedikit terbuka, gadis itu tak lupa mengetuknya.
"Masuk! "
Mendengar jawaban dari dalam, Nadien membuka pintu tersebut lebih lebar. Gadis itu menutupnya kembali, ia melihat-lihat kamar Gavin, hingga pandangan nya jatuh pada pintu kaca yang menjadi pembatas antara kamar dan balkon.
Nadien menghampiri Gavin yang tengah berdiri di pembatas pagar besi.
"Gavin.."
Gavin berbalik, wajah yang semula datar berubah ramah. Gavin mendekat beberapa langkah, "Apa yang ingin kau bicarakan dengan ku?" Tanya Nadien.
"Duduklah."
Nadien dan Gavin duduk di kursi yang ada di balkon, Gavin menghela nafasnya berkali-kali.
"Kenapa? Apa ada hal yang serius?" Ucap Nadien lagi.
"Iya Nadien. Aku sebenarnya ingin memberitahu mu sesuatu," balas Gavin hati-hati.
"Apa itu?" Tanya Nadien penasaran.
"Jujur aku bingung, harus bilang ini kabar baik atau buruk ke kamu " Memasang wajah serius, dan semkain membuat Nadien penasaran.
"A-ada apa Gavin?" Suara Nadien terdengar terbata.
"Sebelumnya aku mau minta maaf sama kamu. Maaf aku gak bisa nepatin janji aku ke kamu," lirihnya menatap wajah Nadien ragu.
"Kenapa kamu minta maaf? Please, bicara yang jelas aku gak ngerti Gavin.."
Lagi-lagi Gavin menghela nafasnya berat, "Nadien.. Aku berhasil menangkap orang-orang yang menculik kamu waktu itu," Seketika ucapan Gavin membuat jantung nya seolah berhenti.
Antar bahagia, takut dan bersyukur menjadi satu, Nadien tersenyum miris menatap Gavin.
"Itu kabar yang bagus bukan?" Tersenyum lega.
"Ya. Anak buahku berhasil menemukan dan menangkap mereka, tapi maaf Nadien.."
"Gavin, ini berita bagus kenapa kamu terus meminta maaf?"
"Karna aku tidak bisa menyeret mereka ke polisi."
Deg!
Seketika senyum yang menghiasi wajah nya menghilang, "A-apa maksud kamu?" Mata Nadien mulai berkaca-kaca.
"Mereka tewas pada saat anak buah ku berusaha membawa mereka ke kantor polisi.."
Wajah Nadien berubah tegang, "Bagaimana bisa?" Ada gurat kekecewaan di matanya.
"Ada seseorang yang menembak mereka hingga tewas, dan orang itu sangat cerdik. Sampai-sampai semua anak buah ku yang ada di sana tidak bisa mencari keberaan orang yang melepaskan tembakan itu." Terang Gavin yang tentunya hanyalan sebuah sandiwara.
Nadien menghela nafas lemah, padahal ia berharap orang-orang itu mendapat hukuman yang lebih berat dari pada kematian yang begitu mudah nya. Gadis itu mulai menangis, ini bukanlah yang ia harapkan. Padahal Nadien ingin orang-orang itu mengatakan siapa dalang yang menyiksa Nadien waktu itu.
"Maafin aku Nadien, aku tidak bisa menangkap mereka hidup-hidup."
"Kenapa mereka harus mati semudah itu..?" Ucap Nadien terisak.
Gavin beranjak, memberi pelukan untuk Nadien.
"Aku ingin mereka di hukum. Kematian itu terlau mudah buat mereka, kenapa mereka harus mati? Aku ingin tau siapa orang yang ada di belakang mereka," ucap Nadien menengadah menatap Gavin.
"Maafin aku ya. Aku gak bisa bantu kamu," balas Gavin menatap Nadien teduh.
"Kamu gak salah, kamu gak perlu minta maaf. Orang itu yang salah, seharusnya dia yang minta maaf sama aku.."
Ekspresi wajah Gavin berubah, pria itu membenamkan kepala Nadien di perutnya kemudian mengusapnya lembut.
"Minta maaf pada mu? Tidak akan." Batin nya tersenyum miring.
Gavin merubah kembali ekspresi wajahnya, kini ia berjongkok di hadapan Nadien.
"Sebenarnya apa masalah kamu sama orang-orang itu? Kenapa mereka menculik dan menyiksamu?" Mencoba bertanya.
Nadien menggeleng, "Aku juga gak tau. Selama ini aku juga sering bertanya-tanya, apa salahku? Kenapa mereka melakukan semua itu padaku? Aku gak tau, Gavin.." Air matanya kembali mengalir deras.
"Apa mereka pernah mengatakan alasan mereka menculikmu?"
Nadien menggeleng, "Dia cuma bilang kalau aku pembunuh. Tapi, aku gak pernah bunuh orang dan gak mungkin aku bisa bunuh orang.. Hiks, Dan dia juga bilang kalo aku udah membunuh secara tidak langsung. Tapi aku bener-bener gak ngerti apa maksud dia," Jelas Nadien serak karna tangis.
"Apa kamu gak bisa mengingat apa yang sudah kamu lakukan di masa lalu?" Reflek netra Nadien terangkat menatap Gavin menyerngit.
Gavin yang sadar akan ucapan nya jadi gelagapan, "Maksud aku apa kamu pernah melakukan sesuatu yang menyinggung perasaan orang lain?" Ralat Gavin.
Nadien menggeleng cepat, "Niatku dari awal itu hanya untuk sekolah mendapatkan nilai terbaik dan mendapat pekerjaan yang layak. Aku gak pernah mau punya masalah dengan siapapun, apalagi sampe punya musuh. Untuk apa aku menyinggung perasaan orang lain?" Terang Nadien menatap Gavin sungguh-sungguh.
Gavin menatap mata Nadien, mencari kebohongan di sana tapi nihil. Gavin tak melihat kebohongan di mata Nadien. Tapi justru, yang Gavin lihat hanya kesedihan dan kesungguhan di mata gadis itu. Tiba-tiba Gavin merasa aneh pada dirinya sendiri, ada hal yang tidak bisa Gavin utarakan.
Gavin beranjak berdiri, menghalau perasaan aneh yang tiba-tiba muncul dalam dirinya. Nadien yang melihat perubahan Gavin ikut beranjak.
"Kamu kenapa?" Menghampiri Gavin.
Gavin diam tak menjawab pandangan pria itu menatap lurus kedepan dengan tatapan kosong. Pikiran nya melayang entah kemana, Gavin diam mematung.
"Gavin--" Nadien meraih tangan Gavin, namun tanpa di duga Gavin menepis tangan Nadien cukup kuat.
"Akhh!! " Tubuh Nadien terhuyung dan jatuh di lantai yang dingin.
Gavin terkejut dengan sikap reflek nya, itu di luar bawah sadar nya. Gavin tidak sengaja menepis Nadien, ia teringat sesuatu yang membuat emosinya tiba-tiba keluar tanpa ia sadari.