Kumpulan Kisah horor komedi, kisah nyata yang aku alami sendiri dan dari beberapa narasumber orang-orang terdekatku, semuanya aku rangkum dalam sebuah novel.
selamat membaca. Kritik dan saran silahkan tuliskan di kolom komentar. 😘😘😘😘😘😘
Lawor di mulai!!! 😈😈😈😈😈
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ady Irawan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
13. Teror Untuk Siti
"Tidak!!!!" Aku berteriak dan berlari menuju tubuh bapakku yang terbujur kaku di tengah-tengah pematang sawah. "Pak!!! Bapak!!!"
"Kamu kemana saja? Bapakmu mencari mu!!! Saat mencari mu, dia tersambar petir!!!" Teriak ibukku. "Dasar!! Anak pembawa sial!!"
Wajahku bagaikan di tampar. Tubuhku mengejang bagaikan di sambar petir. Aku tidak menyangka bahwa ibuku yang selama ini menyayangi aku, begitu tega mengatakan kata-kata yang menyakitkan hati ku.
"Aku... Aku..." Aku tergagap.
"Diam!! Cepat cari pertolongan!!! Jangan diam saja!!! Dasar tidak berguna!!!"
"Mak... Emak kok tega mengatakan hal itu kepadaku?"
"Diam!!! Cepat lakukan apa yang aku suruh!!"
Hatiku hancur lebur. Ibukku yang tercinta, mengatakan kata-kata yang sangat menyakitkan hatiku. Mak, aku kabur dari rumah karena ada alasannya. Maaf Mak. Maaf, maaf telah menjadi anak yang tidak berguna dan membawa sial.
Aku tidak melakukan apa yang ibukku suruh. Aku malah masuk ke dalam bangunan kuno yang ada di sebelah rumahku. Mencari tempat yang paling gelap dan sepi. Menangis sekeras-kerasnya di sana. Mengumpat diri ku. Mengutuk diriku sendiri.
Hingga saat aku tersadar, ada orang yang membangunkan aku di keesokan harinya. Tubuhku gemetaran hebat, keringat dingin membasahi sekujur tubuhku. Bajuku sampai lepek dibuatnya.
Orang itu adalah Pak RT yang bernama Sutaryono. Bukan Riyono teman sekelas ku. Hanya namanya saja yang kebetulan hampir mirip.
Dia tidak sendirian. Ada banyak orang yang bersamanya. "Dia demam." Kata Pak Sutaryono. "Panggilan mantri kesehatan. Biayanya biar aku yang menanggung."
"Baik Mas." Jawab wanita yang aku kenali sebagai istrinya Pak RT, dia bernama Yendri.
"Yang lain, bisa siapkan tempat tidur untuk Dek Siti?" Tanya Pak Sutaryono.
"Bisa Pak RT. Di rumahku masih ada kamar kosong. Dia bisa di tidurkan di sana." Jawab lelaki yang bernama Pak Handoko. Dia adalah salah satu buruh tani yang ada di Desa kresek. Tapi dia menggarap sawah milik Pak Rawi sang lurah Desa Mulyorejo.
"Baiklah. Kita langsung ke rumah samean Pak Handoko."
Dengan lembut, Pak RT menggendongku. Dari sebelah Pak RT, Bu Yendri membelai rambutku. "Kasihan anak ini. Dia harus mengalami hal yang mengerikan di usianya yang masih belia."
"Sudah, jangan ngomongin itu dulu. Takutnya dia mendengar obrolan kita." Kata Pak Sutaryono.
Apa? Apa yang sedang terjadi selama aku tidur tadi?
Kata-kata ku tidak keluar dari mulutku. Aku hanya mengatakannya dalam hati saja. Aku tidak punya tenaga sama sekali walaupun hanya untuk sekedar berbicara.
Pelukan Pak Sutaryono begitu hangat dan menenangkan diri. Aku kembali tertidur pulas. Dan ketika aku terbangun untuk kedua kalinya. Aku sudah berada di sebuah kamar yang asing bagiku.
Lampu templek menyala redup, menyinari ruangan kecil yang penuh perabotan ini. Lemari berdiri kokoh di depanku, dan jendela dari kayu menciptakan suara yang berirama seiring dengan berhembus nya angin yang menerpanya.
Aku ada di mana?
Itulah pikiran pertama yang muncul dalam benakku.
Aku turun dari tempat tidurku. Lalu keluar dari kamar yang asing bagiku itu. Menuju ke ruang tamu, dan tidak ada siapa-siapa di sana. Hari sudah malam, sunyi senyap. Bahkan suara binatang malam pun tak terdengar.
"Halo?" Aku berkata sambil melihat ke sekeliling. Aku keluar dari kamar paling belakang, dan dua kamar di depan sepertinya ada yang menempati. Aku bisa merasakan hawa kehadiran seseorang dari kedua kamar itu. "Halo? Bisa jawab aku?" Tapi, detak jam dinding lah yang menjawabnya. Jam dinding adalah barang mewah di jaman ini, pasti, pemilik rumah ini adalah orang kaya. Tapi, siapa?
"Siiiitiiii...." Ada bisikan terdengar dari arah luar rumah. Aku mengintip ke luar dari sela-sela jendela kayu rumah itu. Tidak ada siapapun.
Mungkin salah dengar. Pikiranku.
Aku duduk di kursi yang terbuat dari kayu. Saat aku duduk, ada suara deritan yang keluar dari kaki kursi. Aku terperanjat dan kembali berdiri. "Cuma suara kursi tua, Siti." Aku mengomeli diriku sendiri.
"Siiiitiiii....." Bisikan terdengar lagi. Kali ini suaranya lebih dekat. Jantungku berdetak kencang, dan nafasku langsung memburu.
Siapa yang memanggilku?
"Siiiitiiii. Kamu di mana Nak?" Itu suara ibukku!!
"Mak!!" Aku berteriak kencang dan membuka gerendel pintu rumah, entah milik siapa. "Mak!!! Aku disini!!"
Suasana di luar begitu dingin. Angin sedingin es berhembus kencang menerpa diriku yang hanya memakai pakaian terusan yang berbahan tipis. Aku langsung menggigil hebat.
"Mak? Kamu dimana?" Aku kembali memanggil ibukku.
"Siiiitiiii!!! Sini Nak. Ikut ibuk."
"Mak? Kamu di mana? Aku tidak bisa melihatmu!" Aku berlari menuju kegelapan malam. Tapi, baru beberapa langkah kaki ini melangkah. Tanganku ada yang meraihnya dari belakang. "Kyaaaaaa!!!"
"Siti! Ini Bu Yendri, Bu RT." Ternyata Bu RT lah yang memegang tanganku. "Kenapa kamu malam-malam begini keluar rumah? Nanti masuk angin. Ayok masuk."
" Ta... Tapi, Bu Yen. Emak memanggilku. Aku harus pulang. Nanti aku di marahin oleh dia. Tadi siang saja aku di marahin habis-habisan. Aku tidak mau...." Bu Yendri memelukku dengan sangat erat. Dari gerakan tubuhnya, aku menyadari kalau dia sedang menangis sesenggukan.
"Yang sabar ya, Siti. Yang sabar." Bu Yendri membelai rambut dengan lembut penuh kasih sayang. "Ibu dan bapak kamu, mereka sudah meninggal dua hari yang lalu."
Kata-kata terakhir Bu Yendri, itu bertepatan jatuhnya sebuah kilatan petir, namun tidak ada suara gemuruh petir yang menggelegar. Yang ada, hujan lebat langsung turun di malam itu.
Tubuhku langsung lemas lunglai bagaikan tidak memiliki tulang. Semua sendi-sendi ku terasa lepas dari tempatnya. Kepalaku seolah-olah di putar-putar sekuat tenaga oleh orang lain. Perutku terasa mual bagaikan baru saja di tonjok oleh petinju.
"Bohong...." Guman ku.
"Yang sabar Nak. Yang sabar. Jangan kawatir, Bu Yendri akan meraw....."
"BOHONG!!! Kamu BOHONG!!! Bapak dan emakku tidak mungkin sudah meninggal!!"
Pak Sutaryono keluar rumah karena mendengar keributan yang aku perbuat. Dia mengetahui perihal apa keributan ini, dan langsung memelukku dari belakang. Aku di himpit kedua orang dewasa bagaikan boneka kecil yang rapuh.
Setelah tenang, aku di bawa masuk oleh mereka. Bu Yendri mengganti pakaianku yang basah kuyup karena hujan dengan baju yang kering. Di saat yang bersamaan, Pak Sutaryono membuatkan aku teh panas.
"Tidak apa-apa sayang. Ada kita." Kata Bu Yendri penuh kasih sayang. Aku hanya bisa sesenggukan di ujung tempat tidur. Masih tidak bisa menerima apa yang mereka katakan. Sama sekali tidak!
Tadi siang, aku marah sama bapakku karena dia mengatakan hal menyakitkan. Setelah itu aku kabur ke tanggul sungai. Tertidur di sana saat hujan. Lalu, terdengar suara guntur yang menggelegar. Lalu, aku mendengar suara teriakan ibukku. Aku pulang karena teriakannya. Lalu aku mendapati bapakku sudah terkapar di tengah persawahan dengan kondisi gosong. Ibuku di sampingnya. Ibuku bilang, bapakku mencari aku yang kabir dari rumah saat hujan lebat mulai turun. Di saat itulah bapakku tersambar petir.
Lalu....
Lalu....
Lalu ibukku menyalahkan aku sebagai penyebab kematian bapak. Lalu, aku kabur lagi karena ibukku memaki-maki diriku dengan kata-kata yang sangat menyakitkan. Lalu, aku bersembunyi di bangunan kuno. Lalu....
Lalu ..
Aku tidak ingat apa-apa lagi.
Sebenarnya, saat itu, saat aku tertidur di bangunan kuno itu ada kejadian apa? Apa yang sudah terjadi?