NovelToon NovelToon
Dibalik Cadar Istriku

Dibalik Cadar Istriku

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / CEO / Cinta Paksa / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:12.5k
Nilai: 5
Nama Author: omen_getih72

Raka Sebastian, seorang pengusaha muda, terpaksa harus menikah dengan seorang perempuan bercadar pilihan Opanya meski dirinya sebenarnya sudah memiliki seorang kekasih.

Raka tidak pernah memperlakukan Istrinya dengan baik karena ia di anggap sebagai penghalang hubungannya dengan sang kekasih.

Akankah Raka menerima kehadiran Istrinya suatu saat nanti atau justru sebaliknya?

Yuk simak ceritanya 😊

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon omen_getih72, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 14

Raka menarik napas dalam mendengar perkataan Pak Darren yang terus mencecarnya.

Sejenak ia melirik Nirma yang sejak tadi terdiam di sisi umi.

"Abi bilang aku harus belajar menjadi Suami yang bertanggung jawab. Mungkin dengan tinggal berdua, kami bisa lebih leluasa untuk saling mengenal dan belajar tanggung jawab masing-masing. Lagi pula, Nirma juga setuju kalau kami tinggal di rumah sendiri."

"Benar Nirma?" tanya Pak Darren, hendak memastikan.

"Benar, Abi." jawab Nirma pelan.

"Sebenarnya keputusan Raka ada benarnya. Pasangan suami-istri memang akan lebih nyaman tinggal di rumah sendiri." ucap Opa Sean yang paham dengan keinginan Raka.

"Kalau Umi terserah kalian saja. Yang penting kalian berdua akur, saling menerima dan saling menjaga satu sama lain." tambah Umi Mawar.

"Sebenarnya itulah tujuan kami, Umi." Nirma membuka suara setelah sejak tadi terdiam.

"Walau bagaimana pun kami adalah dua orang asing yang disatukan dalam perjodohan. Kami butuh waktu berdua untuk saling mengenal satu sama lain. Butuh proses untuk saling menerima dengan sepenuh hati. Menjadi pasangan sakinah, bukan lagi dua orang yang namanya sebatas tertulis di buku nikah saja."

Raka terpaku mendengar ucapan Nirma. Ia tidak menyangka jika Nirma akan membantu memuluskan keinginannya untuk meminta izin.

Pak Darren baru bernapas lega setelah mendengar jawaban Nirma.

"Baiklah kalau itu sudah menjadi keputusan kalian. Raka ... Abi peringatkan sekali lagi untuk menjalankan tanggung jawab kamu sebagai Suami. Ingat, haram hukumnya seorang Suami menyakiti hati Istrinya."

"Insyaallah, Abi."

"Jadi kapan kalian mau pindah?" tanya Opa Sean.

"Rencana besok, Opa."

"Sebenarnya ini terlalu mendadak, tapi Opa mendukung keputusan kalian." ucap Opa Sean tersenyum lega, berbeda dengan Pak Darren yang tampak masih ragu.

****

Raka merasa lega setelah mengantongi lampu hijau dari Pak Darren dan Opa Sean atas keputusannya untuk pindah dan tinggal berdua saja dengan Nirma.

Setelahnya, ia menghabiskan waktu di sebuah kafe bersama Brayn dan Rafa. Sebuah kafe yang memang menjadi favorit mereka bertiga.

"Yakin mau tinggal berdua saja?" tanya Brayn ragu, seraya melayangkan tatapan curiga terhadap sang sahabat.

"Hemmm... aku rasa itu keputusan tepat. Kalau tinggal dengan Abi dan Umi, kami tidak leluasa untuk saling mengenal." Raka menyeruput secangkir kopi.

"Tidak leluasa untuk saling mengenal atau tidak leluasa untuk menjalin hubungan dengan Hellen?" Kali ini tatapan tajam dilayangkan Brayn.

Apalagi setelah mendengar cerita Papanya tentang Raka dan Hellen yang kedapatan makan siang berdua di sebuah restoran siang tadi.

"Ayolah, Brayn! Kamu tahu seperti apa aku. Aku hanya manusia biasa yang butuh waktu."

"Tidak masalah, yang penting kamu bisa menjalankan peran sebagai Suami yang baik, bukan Suami durjana."

"Tapi, kalau dilihat-lihat, si Raka lebih banyak tampang durjananya." Rafa menatap tajam Raka setelah mengucapkan kalimat bernada sindiran itu.

Rafa paling benci dengan Suami tak bertanggung jawab seperti Raka, ia akan teringat dengan Ibunya yang hidup dengan penuh derita sebelum akhirnya bertemu dengan Ayah sambungnya, Jack.

Sementara Raka hanya berdecak mendengar ucapan dua sahabatnya yang terus menekan.

"Kalian ini kenapa sebenarnya?"

"Kamu yang kenapa? Aku dengar dari Papa tentang apa yang terjadi siang tadi." Nada Brayn mendadak berubah serius.

"Aku makan siang dengan Hellen untuk urusan pekerjaan. Kami ada pertemuan dengan klien di restoran itu."

"Sambil membicarakan rencana kamu untuk menceraikan Nirma?" cecar Brayn semakin dalam.

Raka tergugu. Pikirannya seketika dipenuhi pertanyaan apakah Pak Vino mendengar semua pembicaraannya dengan Hellen.

"Raka, aku tahu urusan rumah tanggamu adalah privasi dan siapapun tidak boleh untuk ikut campur. Tapi, sebagai teman aku hanya mau mengingatkan."

Brayn menepuk bahu Raka. Menjeda ucapannya dengan tarikan napas.

"Kamu akan sangat berdosa untuk setiap air mata yang dijatuhkan Istrimu, kamu akan berdosa setiap kali menyakiti hatinya. Pada saat kamu mengucapkan ijab kabul atas namanya, mulai saat itu juga tanggung jawab atas dirinya sudah berpindah dari Ayahnya kepada kamu. Melindungi, membimbing dan menyayangi adalah isi perjanjianmu dengan Allah yang disaksikan oleh para malaikat dan manusia. Dan kamu akan dimintai pertanggung jawaban untuk itu."

Raka tergugu. Kalimat panjang Brayn membuat sekujur tubuhnya meremang. Terasa menohok ke hati.

"Aku mengerti."

"Jangan hanya dimengerti, tapi dijalankan!"

"Diusahakan!"

"Untung Nirma bukan adik perempuan kami. Kalau iya, sudah habis kamu." celetuk Rafa.

Raka mendesah panjang sembari menatap Brayn dan Rafa. Dua sahabatnya itu adalah pemegang sabuk hitam.

Memikirkan kerasnya kepalan tinju mereka saja mampu membuat Raka merinding.

Lelaki itu menyandarkan punggung. Baru beberapa menit berlalu dalam kenyamanan, ponselnya tiba-tiba bergetar. Pada layar tertera pemberitahuan pesan baru atas nama Hellen.

"Aku ada di Kafe Star. Mau pulang tapi takut naik taksi online. Sopir di rumah sedang mengantar Papi." Isi pesan Hellen.

"Tunggu! Aku jemput." balas Raka. Kemudian membenarkan posisi duduknya.

"Maaf, aku harus pergi, ada urusan penting."

"Urusan apa malam-malam begini?" tanya Rafa.

"Ada lah ..." jawab Raka, lalu bangkit begitu saja meninggalkan dua sahabatnya.

Setelah kepergian Raka, Brayn dan Rafa saling tatap. Raka bahkan pergi dengan tergesa-gesa meninggalkan kafe, tanpa menghabiskan kopi favoritnya.

"Kamu yakin urusan dia bukan dengan Hellen?" tanya Rafa mendengkus kesal.

"Entahlah. Semoga bukan."

****

"Ini ya tempatnya?" Raka mengedarkan pandangan ke sekitar, sesekali menatap ke layar ponsel demi memastikan bahwa alamat yang dikirim Hellen sudah benar.

"Aku ada di luar." Isi pesan yang baru saja dikirimnya ke nomor sang kekasih.

Dalam hitungan menit, Hellen terlihat keluar dari kafe dengan langkah sedikit gontai.

Raka membuka pintu mobil, sehingga wanita itu langsung melesatkan tubuhnya.

"Aku capek banget. Ngantuk lagi." keluh Hellen sambil bersandar, lalu melempar sepatu miliknya ke kursi belakang.

"Kamu sedang apa sampai malam di tempat ini?"

"Nongkrong dengan teman." jawab Hellen.

"Oh...." Raka tidak banyak bertanya.

Ia melajukan mobil meninggalkan kafe. Sesekali ia melirik Hellen yang duduk bersandar sambil memainkan ponselnya.

"Aku minta maaf, sepertinya mulai sekarang kita harus sedikit menjaga jarak. Aku tidak mau membuat Abi marah seperti tadi. Kalau Umi tahu, dia pasti kepikiran."

"Aku mengerti. Aku akan jaga jarak. Maaf ya, kamu pasti terbebani karena aku."

"Raka mengulas senyum. "Aku yang seharusnya minta maaf."

"Aku tidak apa-apa. Bukan hanya perasaanku yang harus kamu jaga. Menjaga perasaan orang tuamu jauh lebih penting. Bukankah kamu pernah bilang Umi kamu itu pernah mengalami gangguan mental?"

Raka melirik Hellen sejenak. "Umi mengalami depresi karena tekanan."

"Ya, aku tahu. Karena itulah kamu harus menjaga perasaannya."

"Terimakasih atas pengertian kamu, Hell."

"Apa boleh aku sandar di bahu kamu? Please, sekali ini saja."

Tanpa menunggu wanita itu segera menyandarkan kepala di bahu Raka. Tangannya menyusup, melingkar ke perut.

****

Malam sudah larut ketika Raka tiba di rumah. Suasana sudah cukup sunyi dan pencahayaan temaran, sebab lampu utama sudah dipadamkan.

Ketika sedang membuka sepatu, panggilan Umi Mawar mengalihkan perhatiannya.

"Kamu dari mana saja, Raka?"

"Maaf, Umi. Habis bertemu dengan Brayn dan Rafa."

"Sampai selarut ini?"

Raka terdiam, lalu meletakkan sepatu dan mengganti dengan sandal rumahan.

"Kan aku sudah biasa nongkrong dengan Brayn dan Rafa."

"Nak, kamu sudah punya Istri. Kasihan Nirma, sejak tadi menunggu kamu sampai ketiduran di sofa!" Umi Mawar melirik ke arah sofa ruang keluarga di mana Nirma tampak sedang terbaring.

"Nirma menunggu?"

Tak ada jawaban dari Umi Mawar, selain melipat tangan di depan dada dengan ekspresi kesal.

"Dia bahkan belum makan karena menunggu kamu."

"Maaf, Umi."

"Minta maafnya bukan ke Umi tapi ke Istri kamu!"

Tanpa banyak kata, Raka mendekati sofa tempat Nirma berbaring. Tangannya mengulur mengguncang lengan dengan sangat pelan.

"Nirma ... Nirma ..." bisik Raka memanggil. Namun, Nirma hanya diam dengan mata terpejam.

Sejenak Raka melirik ke belakang di mana Umi Mawar masih berdiri layaknya penjaga keamanan yang sedang patroli.

Sepertinya, Umi Mawar benar-benar menyayangi menantunya ini.

Karena tak kunjung terbangun, Raka memilih menggendong Nirma. Ia menyusupkan tangannya di bawah lutut dan punggung.

Beruntung Nirma memiliki tubuh mungil, sehingga mengangkat tubuhnya bukan beban berat bagi Raka.

Nirma terbangun saat merasakan tubuhnya melayang.

Dalam keadaan masih dikuasai kantuk, ia menatap wajah Raka yang sedemikian dekat darinya.

Namun, ia tak memiliki keberanian untuk membuka mata, sehingga akhirnya ia memilih tetap berpura-pura tidur.

Saat kepalanya bersandar di dada sang Suami, aroma parfum wanita menusuk indera penciumannya. Menciptakan rasa seperti tersayat di hati.

Setibanya di kamar, Raka membaringkan Nirma di sofa. Terdiam sejenak menatap wanita itu.

Deretan bulu mata lentiknya yang basah membuat Raka meyakini bahwa Nirma habis menangis.

"Kamu pasti akan jatuh hati kepada Nirma kalau melihat wajahnya."

"Kamu sangat beruntung, Nak. Karena kamu memiliki perhiasan yang jauh lebih indah dibanding permata, yaitu Istri shalihah. Nirma sangat cantik, kamu pasti akan terpikat begitu melihat wajahnya."

Tiba-tiba ucapan Hellen dan Umi Mawar bergantian terlintas dalam pikiran Raka. Menimbulkan keingintahuan besar seperti apa wajah yang selama ini tertutupi cadar itu.

Entah sadar atau tidak, tangan Raka terulur, hendak menarik kain yang menutup wajah Istrinya.

***********

***********

1
Wiwik murniati
Luar biasa
Rieya Yanie
jangan jangan adiknya bryan
Eka raffasya
sangat² bagus/Rose//Rose/
Konny Rianty
Lanjut Thorr" bgs cerita nyaaa....
Asmarni Sias
lanjut
Reni Fitria Mai
sabungan nyo dong 🙏😭
Reni Fitria Mai
Hati saya yg menjerik melihat perlakuan suaminya 😭😭😭😭
Konny Rianty
lanjut Thorrrr" bgs cerita nyaaa....
Konny Rianty
Muak kaliii nengok raka" bikn si raka pisah dgn Nirma thoorr" biar nyesel ntiii
Konny Rianty
Zahraaa nya" pasti Nirma itu..
lanjut Thorrr" bgs cerita nyaaaa....
Rian Moontero
lanjooot yuuukk smangaaaaat💪💪🤸🤸🤩
erlina herliani
Luar biasa
Yaya Sukmalia
bagaimana nasib Norma?
Yaya Sukmalia
seru nih .
Santy Anty
ok,,,
Konny Rianty
Bikin raka menyesal thorrr" udh nyakitin perasaan nirmaaa...
Konny Rianty
lanjutt Thorrr" sedihhh cerita nya" mdh² an raka cpt sadarrr....
omen_getih72: terimakasih sudah mampir Kak 🙏😊
total 1 replies
•§~Arkey~§•
hallo kk , aku mampir 👋🏻👋🏻
•§~Arkey~§•: sama-sama kk 😁😁
omen_getih72: terimakasih banyak Kak 🙏😊
total 2 replies
Yoona
aku mampir 😊😊
omen_getih72: Terimakasih Kak 🙏😊
total 1 replies
yanah~
mampir kak 🤗 ceritanya menarik 💪
omen_getih72: terimakasih Kak 🙏😊
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!