Agnes menjalani kehidupan yang amat menyiksa batinnya sejak kelas tiga SD. Hal itu terus berlanjut. Lingkungannya selalu membuat Agnes babak belur baik secara Fisik maupun Psikis. Namun dia tetap kuat. Dia punya Tuhan di sisinya. Tapi seolah belum cukup, hidupnya terus ditimpa badai.
"Bagaimana bisa..? Kenapa Kau masih dapat tersenyum setelah semua hal yang mengacaukan Fisik dan Psikis Mu ?" Michael Leclair
"Apa yang telah Dia kehendaki, akan terjadi. Ku telan pahit-pahit fakta ini saat Dia mengambil seseorang yang menjadi kekuatanku. Juga, Aku tetap percaya bahwa Tuhan punya rencana yang lebih baik untukku, Michael." Agnes Roosevelt
Rencana Tuhan seperti apa yang malah membuat Nya terbaring di rumah sakit ? Agnes Roosevelt, ending seperti apa yang ditetapkan Tuhan untuk Mu ?
Penasaran ? Silakan langsung di baca~ Only di Noveltoon dengan judul "Rencana Tuhan Untuk Si Pemilik Luka"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ATPM_Writer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7
Wajah-wajah kaget dan khawatir terpampang nyata di hadapannya. Agnes pun memejamkan mata perlahan dan bersuara di dalam batin.
“Sial! Luka kali ini tidak bisa ku tutupi.”
“Apa yang terjadi dengan bibir Mu ? Astaga! luka nya cukup besar.” Ujar Theresia mendekat dan memegang wajah Agnes dengan sentuhan lembut.
“Apa seseorang memukul Mu, Nak ?” Sambung Feliks di belakang Sang Istri.
“Ah.. Itu, tidak ada. Sungguh tidak ada yang melakukan hal yang Kalian khawatirkan. Aku hanya terjatuh dan mengenai sudut meja kaca.”
“...”
Hening. Semua mata yang melihat tidak percaya.
Iris mata Hazel eyes itu bergetar. Baru kali ini Dia mendapat tatapan khawatir setelah sekian lama. Dia tidak tau harus bereaksi seperti apa.
Yang awalnya ingin memakai masker dengan alasan sedang flu, Agnes takut diri nya akan dipulangkan, menyuruhnya beristirahat dan tidak perlu mengajar untuk beberapa saat. Dan hal ini yang tidak diinginkan oleh Agnes. Mana bisa Dia beristirahat di rumah yang tidak bisa membiarkan nya tidur dengan tenang ? Mana bisa Dia kembali ke tempat yang membuat nya tidak nyaman ?
“Luka ini akan membaik. Aku masih bisa mengajar seperti biasanya.”
Feliks memegang bahu kemudian menggeleng pelan pada Sang Istri saat mata nya masih dibalut rasa penasaran dan kekhawatiran. Mereka berdua memilih untuk menghargai keputusan Agnes yang tidak ingin mengatakan yang sebenarnya terjadi.
“Tapi—“
“Brigida, pergilah ke Perpustakaan dengan Guru Mu.” Potong Feliks sambil memberi tatapan melarang Brigida untuk bersuara lagi.
Brigida menggigit bibirnya karena tidak puas. Namun Dia tetap melangkah bersama Agnes ke Perpustakaan. Mereka melewati Michael yang masih berdiri di tempatnya.
“....”
Michael memang diam menyaksikan mereka berdua melewatinya. Namun dengan kesadaran penuh, Dia menahan keinginan nya untuk tidak memegang ke dua bahu Agnes dan menggali jawaban atas rasa penasaran yang tertancap jelas di dalam benak.
Kini Michael melihat punggung Agnes dengan mulut yang terkatub sempurna untuk menahan amarah, dengan tangan yang sudah di kepalkan dengan erat. Sungguh Dia sangat geram pada orang yang menciptakan luka di wajah Agnes.
...***...
Walaupun sempat goyah lantaran disambut dengan kekhawatiran di lantai bawah, kini Agnes sudah menstabilkan emosinya dan kembali mengajari Brigida.
Fokus Brigida saat ini terbagi menjadi dua. Satu nya pada wajah Agnes dan satu nya pada pelajaran. Agnes sadar akan hal ini, namun ia tidak ingin menegur. Yang ada Brigida akan mengeluarkan unek-unek yang Dia tahan sejak tadi.
Satu jam tiga puluh menit sudah berlalu. Agnes sungguh di hujani oleh kekhawatiran lantaran mata Brigida mengamati dirinya dari ujung kepala sampai ujung kaki. Memastikan tidak ada luka lain di badannya.
“Baik, sekian pembelajaran Kita hari ini. Ada pertanyaan Brigida ?”
“Emm, Ada Kak Agnes.” Sambung Brigida yang tidak menunggu jeda waktu sedetik pun.
“Coba katakan.” Tutur Agnes tetap mengulas senyum halus.
“Kenapa hari ini Kak Agnes memakai Foundation ?”
“Oh, terlihat jelas ya ? Aku hanya ingin berdandan—“
“Bagaimana mungkin tidak terlihat jelas saat Kau memakai Foundation setebal itu ?” Potong Brigida enggan berkedip.
“Karena—“
“Kak Agnes, Apa yang ada di balik Foundation ? Apa yang coba Kakak tutupi ?”
“Brigida, pertanyaan Mu sedikit—“
“Kak Agnes." Lagi, Brigida menyela. Tanpa rasa takut. Tanpa rasa ragu. "Apa kakak tidak merasa heran bahwa Om, Tante dan Kak Michael tidak mempercayaimu saat mengeluarkan alasan tadi ? Itu karena sejak dulu Aku selalu terlibat dengan perkelahian. Luka di bibir Kakak saat ini, sangat mirip dengan luka yang dulu sering Aku dapati. Mereka tidak melewati batas karena menghargai keputusan Kak Agnes yang tidak ingin di tanya lagi. Mereka menanggapi hal ini dengan bersikap dewasa, bahkan menyuruhku untuk ikut bersikap demikian. Namun maaf, Aku tidak bisa. Aku baru 15 tahun. Dan Aku menolak untuk bersikap dewasa...”
"..." Agnes terdiam. Brigida berhenti sedetik, mengamati perubahan ekspresi Agnes namun tidak menjadi pacuan agar dirinya berhenti bersuara.
“...Bukankah berbagi rasa sakit akan terasa melegakan ? Aku sangat yakin akan hal ini.” Sambung Brigida mengakhiri dan berhasil membuat Agnes membeku.
“Ahh, um... Itu... Jadi, terimakasih atas perhatian Mu.” Tangan Agnes sibuk memasukkan kembali barang-barangnya ke dalam tas jinjing. “Aku sungguh tidak apa-apa. Akan Ku kirimkan tugas melalui Soft file.” Tuturnya dengan wajah yang tersenyum formal.
Di Wajah menampakkan ketenangan, namun batinnya kini dipenuhi gejolak aneh. Dia tidak pernah di hujani Kekhawatiran seserius ini.
Agnes pun berdiri dan berjalan dengan cepat. Tentunya Brigida mengekori nya dengan niatan berusaha menyamai langkah kaki. Namun Kaki Agnes melaju dengan cepat.
Agnes ingin segera pergi dari kediaman Lacllair. Semakin lama Dia di sini, Perasaan yang sudah Dia pendam memberontak ingin keluar.
“Tangga... Setelah melewati tangga itu, Aku berhasil keluar dari kediaman ini.” Ujar nya di dalam batin.
Dengan gesit Agnes menuruni anak tangga. Kecepatan dalam melangkah membuat pandangannya sedikit bergoyang dan salah menginjak anak tangga. “Hah ?!” Agnes memejamkan mata dengan kuat saat keseimbangan nya hilang.
Tak!
Lengan berotot milik Michael berhasil menjadi tempat teraman dalam pendaratan secara tiba-tiba ini.
Kini atensi mereka bertemu. Mata Michael menyalang marah lantaran Agnes yang tidak menjaga langkah nya. Dia menengadah dan melihat Brigida tengah menuruni tangga dengan perasaan khawatir.
“Bagaimana jika Aku tidak menunggumu di sini ? Siapa yang akan menangkap Mu ? Apa luka di bibir itu meminta teman ?”
“Maaf dan terimakasih, tapi Aku—“
“Nak Agnes. Kau baik-baik saja ?” Sambar Feliks dan sang Istri mendekati.
“Oh... Tidak.!” Batin Agnes yang membenci situasi saat ini.
“Aku baik-baik saja, Aku pamit—“
“Ini. Terimalah, Nak.” Tutur Theresia dengan lembut sabil menyodorkan tas belanja yang penuh obat-obatan.
Mata Agnes terbelalak saat melihat isi dari tas yang Dia terima.
“Kami keluar dan membeli obat-obatan yang sekiranya berguna untukmu. Juga beberapa Vitamin.” Kata Feliks.
“Kami sering membeli obat-obat ini saat Brigida terluka. Oleskan beberapa salep dan minum obat dengan teratur. Luka Mu akan cepat membaik.” Sambung Theresia menjelaskan.
Netra nya mulai bergetar. Di dorong sedikit lagi, bisa jadi Agnes akan menangis di hadapan keluarga Lecllair.
Agnes mulai mengatur nafas dan bersuara dengan mata yang terasa memanas “Baik, Terimakasih. Aku pamit—“
“Ku antar!” Sambar Michael yang menyadarkannya bahwa lengan Agnes masih di genggam oleh Pria yang menopang tubuhnya saat kehilangan keseimbangan tadi.
“Tidak perlu—“
Lidah nya langsung membeku. Tatapan Feliks, Theresia, Michael dan Brigida menghujaninya dengan perasaan Khawatir. Lidahnya menjadi berat untuk menolak. Alhasil, usai mengumpulkan tenaga dan mengatur nafas dengan baik, Agnes mengangguk pelan dengan menarik senyum lembut sambil bersuara “Baik. Terimakasih dan maaf merepotkan.”
Michael langsung menarik tangan Agnes, namun tidak sampai menciptakan rasa sakit. Dia peka bahwa jika menunggu jawaban dari Ayah dan Ibu nya, Agnes pasti akan menangis. Dan Michael tidak mau melihat Agnes yang sudah susah payah menyembunyikan perasaan sejak tadi, berakhir dengan penampilan yang tidak ingin Dia tunjukkan.
...***...
Jangan lupa Like dan komen ya. Thank you so much Darling~♡