NovelToon NovelToon
The Last Class

The Last Class

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Teen School/College / Diam-Diam Cinta / Romansa / Enemy to Lovers
Popularitas:530
Nilai: 5
Nama Author: Alona~

Di SMA Triguna Jaya, kelas 11 IPS 5 dikenal sebagai "Kelas Terakhir." Diremehkan oleh murid lain, dianggap kelas paling terakhir, dan dibayangi stigma sebagai kelas "kurang pintar," mereka selalu dianggap sepele. Namun, di balik pandangan sinis itu, mereka menyimpan sesuatu yang tak dimiliki kelas lain: talenta tersembunyi, kekompakan, dan keluarga yang mereka bangun sendiri.

Ketika cinta segitiga, persaingan ambisi, dan prasangka mulai menguji persahabatan mereka, batas antara solidaritas dan perpecahan menjadi kabur. Apakah mereka bisa menjaga mimpi bersama, atau akan terpecah oleh tekanan dunia luar?

©deluxi

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alona~, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

13. Kelas Seni

...۪ ׄ ۪ 🎀 Disclaimer‼️: ׂ 𖿠𖿠...

...Semua cerita ini hanyalah cerita fiksi. Jika ada kesamaan dari nama, karakter, lokasi, tokoh, itu semua karena unsur ketidaksengajaan. Mohon maaf jika ada kesalahan dalam menulis....

...۪ ׄ ۪ 🌷 Happy Reading 🌷: ׂ 𖿠𖿠...

Suara bel berdentang nyaring di seluruh koridor SMA Triguna Jaya, menandakan dimulainya jam pelajaran kedua. Beberapa siswa masih sibuk membereskan buku Sejarah yang baru saja selesai.

"Anjir, soal tadi kayanya sengaja buat nyiksa otak deh,"  keluh Raden sambil menjatuhkan diri ke meja dengan dramatis.

"Pasrah gue pasrah. Kayanya salah semua," sambung Samuel yang duduk di sebelahnya menggeleng pasrah.

"Guys, siap siap yuk ke kelas Seni, Bu Karin udah mau otw ke sana." ucap Jia, membuat anak-anak menyiapkan alat-alat untuk kelas Seni.

Hari ini, kelas IPS 5 memiliki jadwal seni di ruang kelas khusus di lantai tiga. Ruang kelas seni berbeda dari ruang kelas biasa. Ruangannya yang luas, juga dindingnya dipenuhi karya seni siswa-siswi terdahulu.

Beberapa kanvas berisi lukisan abstrak hingga potret wajah tergantung rapi. Di sudut ruangan, terdapat rak kayu tua berisi cat, kuas, dan perlengkapan seni lainnya yang tertata dengan baik.

Meja-meja panjang dengan kursi kayu mengisi ruangan, cukup luas untuk menampung seluruh siswa kelas IPS 5 yang berjumlah 25 orang.

“Juan, sumpah! Jangan gangguin rambut gue lagi anj*r!" protes Luna kesal, setelah Juan iseng menaruh pensil di rambutnya yang baru saja diikat rapi.

“Biar aesthetik, Lun. Seni instalasi gitu loh,” balas Juan sambil tertawa.

Di sudut lain, Haikal dan Raden berdebat tentang siapa yang harus menyiapkan kanvas.

“Lu yang ambil, bro. Giliran gue kemarin.”

“Eh, kan gua yang cuci palet minggu lalu!”

Semua keriuhan mendadak terhenti ketika pintu ruang seni terbuka pelan. Bu Karin, guru seni mereka, melangkah masuk dengan anggun seperti biasa. Blouse putih yang dikenakannya tampak dipadukan dengan rok panjang berwarna abu-abu muda. Rambut hitamnya dikuncir rendah, rapi dan terawat. Senyum tipis selalu menjadi ciri khasnya.

“Selamat pagi, anak-anak.”

“Pagi, Bu…” sahut mereka serempak, meskipun sebagian dengan suara malas.

Bu Karin berdiri di depan papan tulis, menepuk tangannya dua kali sebagai isyarat agar semua tenang.

“Hari ini kita akan belajar sesuatu yang berbeda.” ucapnya dengan suara lembut namun tegas.  "Topik kita hari ini adalah Ekspresi Emosi Lewat Seni Abstrak. Saya ingin kalian melukis perasaan kalian. Tidak perlu membuat objek yang spesifik. Cukup gunakan warna dan bentuk yang bisa mewakili emosi kalian saat ini.”

Beberapa siswa mulai berbisik-bisik.

"Bu, berarti coret-coret asal boleh dong? Yang penting aesthetic, ya ?" celetuk Nade sambil tertawa.

Bu Karin tersenyum tipis. "Boleh Nade. Tapi pastikan ada makna di balik coretanmu. Seni bukan sekadar asal menggambar. Seni adalah cara meluapkan perasaan yang mungkin sulit diungkapkan dengan kata-kata.”

Gisella menghela napas pelan di bangkunya. Ekspresi emosi? Bagaimana mungkin ia melukiskan apa yang ia rasakan sekarang? Rasa kecewa, marah, dan ketakutan yang berkecamuk sejak kejadian kemarin malam.

Jia, yang duduk di sebelahnya menyadari ada yang berbeda. Sebagai ketua kelas yang memperhatikan perilaku teman-temannya, kali ini ia yakin ada yang tidak beres dengan Gisella.

Biasanya, Gisella adalah salah satu siswa yang paling aktif dan ceria. Tapi kali ini? Wajahnya pucat, bibirnya terkatup rapat, dan sejak tadi ia hanya menunduk.

“Sel, lo kenapa?” bisik Jia pelan, mencoba berbicara tanpa menarik perhatian.

Gisella hanya menggeleng, lalu meraih selembar kertas gambar yang dibagikan oleh Kalisha dari depan. Namun, ia tidak mengambil kuas atau cat seperti yang lain. Ia hanya memandangi kanvas kosong itu dengan tatapan kosong.

Sebenarnya apa yang terjadi?

Sementara yang lain mulai sibuk mencampur cat dan menggoreskan warna, Gisella tetap diam. Hingga akhirnya, dengan tangan gemetar, ia meraih kuas.

Alih-alih memilih warna cerah seperti biasanya, kali ini ia mengambil cat hitam pekat dan menuangkannya langsung ke tengah kanvas, tanpa berpikir panjang.

Srett. Srett.

Ia mulai mencoret dengan kasar. Hitam. Merah tua. Garis-garis acak yang semakin lama semakin berantakan. Coretannya penuh tekanan. Kuas di tangannya bergerak cepat, meninggalkan jejak yang kasar dan tidak teratur.

Jia terdiam, merasakan ada sesuatu yang salah. Ia tahu lukisan Gisella bukan sekadar tugas biasa. Ada amarah yang tersimpan di sana.

Di sisi lain kelas, Jendra memperhatikan mereka. Dari tempat duduknya, ia bisa melihat dengan jelas perubahan sikap Gisella yang berbeda sejak pagi. Ia tak tahu banyak soal masalah pribadi teman-temannya, tapi ia bisa merasakan sesuatu yang berat sedang dirasakan gadis itu.

Shaka yang duduk di sebelah Jendra berbisik pelan. "Eh, Gisella kenapa ya? Kok kayaknya beda  banget hari ini."

Jendra mengangguk. "Iya, dia kayak melampiaskan amarahnya lewat lukisan."

Di tengah pelajaran, ketika Bu Karin sedang menjelaskan teknik melukis, Haikal yang duduk di tengah tiba-tiba melempar candaan lagi.

"Bu, kalau gambarnya jelek, boleh pakai filter instagram aja gak?" ucapnya sambil terkekeh.

Seluruh kelas kembali tertawa.

"Haikal, sudah cukup bercandanya. Fokus, ya!"  tegur Bu Karin dengan senyum sabar.

Namun, di tengah tawa yang menggema, Gisella justru semakin tenggelam dalam lukisannya. Pikirannya berputar, bayang bayang akan kejadian semalam masih tercetak jelas di pikirannya.

"Bu Karin gak mungkin ngelakuin hal keji itu 'kan?" monolog Gisella menatap Bu Karin yang tengah tertawa mendengar candaan dari Haikal dkk.

...🌷 🌷 🌷...

Kemarin Malam Di Rumah Gisella....

Suasana rumah Gisella terasa dingin. Ibu dan ayahnya baru saja selesai bertengkar. Lagi.

Gisella mendengar suara ayahnya yang meninggikan nada, kemudian suara ibunya yang terisak. Dari balik pintu kamar, ia hanya bisa berdoa agar semuanya cepat reda.

Hingga bel rumah berbunyi. Ia mengintip dari celah jendela.

Bu Karin.

Guru seninya berdiri di depan rumah, dengan wajah tersenyum manis lalu menggandeng tangan sang Ayah menuju mobil yang terparkir di garasi.

Gisella menyaksikan momen itu dengan jantung berdegup kencang. Mulutnya menganga terkejut, mengapa Bu Karin tiba-tiba menggandeng tangan ayahnya? Ia tidak salah lihat kan?

Dan yang lebih membuatnya terpukul—beberapa menit kemudian, ibunya masuk ke dalam kamar Gisella dengan keadaan mata yang berlinang air mata, seolah mengetahui hal buruk yang tengah terjadi.

Gisella bukan anak kecil. Ia mengerti ada yang tidak beres, dan firasatnya menuntunnya pada suatu hal ───  perselingkuhan.

Namun, bagaimana mungkin ia menghadapi kenyataan ini? Terlebih lagi, wanita yang ja curigai adalah gurunya sendiri ───  orang yang dihormati di sekolah.

Apa mungkin ia salah lihat?

...🌷 🌷 🌷...

Kembali ke kelas seni

Gisella semakin larut dalam lukisannya, hingga tak sadar tangannya bergetar. Cat hitam dan merah tua hampir memenuhi seluruh kanvas.

Langkah kaki mendekat.

“Gisella,” suara lembut itu terdengar tepat di belakangnya.

Bu Karin.

Gisella terdiam, namun tangannya mengepal erat kuas yang kini penuh cat hitam. "Boleh Ibu lihat hasil karyamu?” tanya Bu Karin dengan suara hangat.

Dengan ragu, Gisella menarik kanvasnya sedikit agar lebih terlihat. Lukisan itu, berantakan. Penuh dengan garis acak yang gelap dan penuh tekanan.

Bu Karin terdiam sejenak, lalu tersenyum tipis. “Wah, ekspresif sekali. Kamu ingin menyampaikan sesuatu lewat ini, ya?”

Gisella menahan napas. Ia ingin berteriak. Ingin menuduh. Ingin menanyakan semua yang dilihatnya malam itu.

Tapi ia hanya terdiam.

“Seni yang jujur,” tambah Bu Karin sebelum melangkah pergi.

Setelah guru seni itu menjauh, Jia mendekat lagi dengan cemas. "Sel? Serius, lo gapapa? Lo lagi ada masalah? Lo jangan mendem semuanya sendiri, Sel."

Gisella menutup matanya, menahan air mata yang hampir tumpah. Tidak. Gisella belum siap cerita.

Dari bangku lain, Jendra yang masih mengamati merasa ada sesuatu yang aneh. Ia tahu ini bukan sekadar tugas seni biasa.

Ada sesuatu yang disembunyikan Gisella.

Dan yang lebih aneh… Kenapa Bu Karin terlihat seolah-olah tahu sesuatu yang lebih dalam?

...🌷 🌷 🌷...

Bel istirahat berbunyi, sebagian besar siswa keluar kelas dengan riang. Namun, berbeda dengan anak perempuan IPS 5 yang memilih berada di dalam kelas.

"Sel? Lo kenapa? Dari pagi lo murung terus? Lo abis di cuekin cowo?" tanya Nade dengan nada yang menggoda.

Gisella menarik napas dalam. Kali ini, ia mencoba tersenyum meskipun terlihat dipaksakan. "Engga, ko. Gue kan cantik masa iya tolak?"

Mereka yang mendapat balasan dari Gisella tidak percaya begitu saja. Melihat mata Gisella yang sembab membuat mereka yakin, jika Gisella menyembunyikan sesuatu.

"Udah ah, gue mau ke kamar mandi dulu."

"Mau gue anter ga?" tanya Jia menawarkan diri.

"Gapapa, gue sendiri aja." ucapnya lalu pergi meninggalkan kelas.

Jia menghela napas. "Sebenernya Gisella kenapa ya? Semenjak tadi pagi dia jadi pendiam. Gak mungkin kan kalau dia tiba-tiba diam kalau gak ada masalah?"

Luna mengangguk setuju, "Gue yakin Gisella lagi nyembunyiin sesuatu."

"Tapi, kita gak boleh paksa Gisel buat cerita sama kita. Siapa tau dia belum siap, kita tunggu aja sampai dia sendiri yang cerita sama kita." ujar Hanna memberi saran.

"Semoga Gisella gak kenapa-napa ya."

Di dalam diri Gisella, ia ingin bicara. Tapi luka itu....terlalu dalam untuk diungkapkan sekarang.

...🌷 🌷 🌷...

...Aku gak bakalan bosan bosan mengingatkan kalian, jangan lupa tinggalkan jejak ya, seperti vote, komen, dan tambahkan ke favorit kalian ya😉🌷...

...Sampai ketemu di part selanjutnya 🌷...

...ִ ׄ ִ 𑑚╌─ִ─ׄ─╌ ꒰ To be continued ꒱ ╌─ׄ─۪─╌𑑚 ۪ ׄ...

Visual Bu Karin

Visual bu Karin kalian bisa ubah sesuai dengan imajinasi kalian yaa😉😉😉

1
deluxi☁
baguss
Diana (ig Diana_didi1324)
hai thor ceritanya menarik aku suka bacanya, aku baca sampai sini dulu ya yuk mampir juga dikaryaku
deluxi☁: terimakasih kakk sudah mampir🥰🥰 okeyy nanti aku mampir 🌷🌷
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!