NovelToon NovelToon
Poppen

Poppen

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa Fantasi / Fantasi Wanita
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Siti Khodijah Lubis

Bayangkan jika boneka porselen antik di sudut kamar Anda tiba-tiba hidup dan berubah menjadi manusia. Itulah yang dialami Akasia, seorang gadis SMA biasa yang kehidupannya mendadak penuh keanehan. Boneka pemberian ayahnya saat ulang tahun keenam ternyata menyimpan rahasia kelam: ia adalah Adrian, seorang pemuda Belanda yang dikutuk menjadi boneka sejak zaman penjajahan. Dengan mata biru tajam dan rambut pirang khasnya, Adrian tampak seperti sosok sempurna, hingga ia mulai mengacaukan keseharian Akasia.

Menyembunyikan Adrian yang bisa sewaktu-waktu berubah dari boneka menjadi manusia tampan bukan perkara mudah, terutama ketika masalah lain mulai bermunculan. Endry, siswa populer di sekolah, mulai mendekati Akasia setelah mereka bekerja paruh waktu bersama. Sementara itu, Selena, sahabat lama Endry, menjadikan Akasia sasaran keusilannya karena cemburu. Ditambah kedatangan sosok lain dari masa lalu Adrian yang misterius.
Namun, kehadiran Adrian ternyata membawa lebih

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti Khodijah Lubis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Behind the Scene

Surya kembali mengantar Adrian pulang setelah perbincangan mereka soal bisnis usai, bukan ke rumah siapapun melainkan ke area ramai dekat sebuah sekolah SMA, “Kenapa minta diturunin disini melulu sih?” Tanyanya heran, melihat sekeliling dari depan setir.

“Iya, gue mau ke warung langganan gue dulu, makan.” Adrian beralasan.

“Oh gitu, oke deh, Bro. Hati-hati!” Surya berpesan.

“Lu juga!” Adrian membalas sebelum menutup pintu mobil dan melambaikan tangan ke arah mobil Surya. Mobil melaju meninggalkan Adrian, lalu pemuda itu memasuki sebuah gang menuju warung di belakang sekolah. Beberapa siswa berpakaian putih abu-abu menyalaminya akrab.

“Mas bule kesini lagi?” Tegur Ibu pemilik warung sambil mesem-mesem.

“Iya nih, Bu. Internet satu sama es milo satu ya, Bu. Ditra mana, Bu?” Tanya Adrian blak-blakan, Ibu itu menunjuk sudut warung. Pria pirang itu melihat sosok yang dicarinya disana. “Woii Bro!” Panggilnya.

“Eh Bro Rian!” Ditra menyambut dengan kepalannya, kepalan tangan mereka ditubrukkan sambil tertawa, “Datang ternyata.”

Mereka pun duduk di pojokan, menyisihkan diri dari para siswa SMA yang lain, “Iya, jadi gue kesini mau tahu info baru aja nih.” Adrian langsung pada intinya.

“Gue sebenarnya ada kecurigaan ke kelompok OSIS yang datang ke kelas gue kemarin-kemarin. Jadi ada anak kelas gue yang waktu itu nggak sengaja merekam mereka, gue minta rekamannya.” Ditra mengeluarkan ponselnya dan memutar video yang dimilikinya, “Lihat, ada gerak-gerik mencurigakan waktu mereka di dekat bangku Akasia, mereka berkerumun kayak gitu buat apa coba. Itu kejadiannya tepat sebelum Akasia temuin cicak mati di tasnya.” Adrian mengamati video dan mengamini hasil pengamatan Ditra, “Kalau pelaku teror beruntun ini segerombolan itu, ya nggak heran sih tindakan mereka…”

“Terstruktur.” Adrian melanjutkan cepat, paham maksudnya.

“Coba aja ingat, untuk jahilin Akasia pakai darah palsu aja udah effort banget. Mana ada yang jualan darah palsu dadakan di sekitar sini. Pasti perlu persiapan dan perencanaan yang matang kan. Ini lagi, meski kesannya remeh, tapi kok mulus banget.” Ditra mengutarakan opininya.

Adrian mengangguk-angguk. Pesanan Adrian telah dihidangkan ke mejanya, Adrian mengangguk sambil berterima kasih ke Ibu pemilik warung, “Terima kasih, Bu.” Ucapnya, namun si Ibu belum juga beranjak, “Kenapa, Bu?”

“Mas bule katanya guru les bahasa Belanda ya? Boleh tahu bahasa Belandanya ‘aku cinta kamu’?” Tanya Ibu itu sambil menggoyang-goyangkan tubuhnya malu.

“Oh boleh, Bu, bahasa Belandanya ya… ‘Ich liebe dich’, gitu Bu.” Adrian menjawab sambil tersenyum geli. Ia mengaduk-aduk minya untuk menunduk menyembunyikan wajahnya.

“Bro, itu bukannya bahasa Jerman ya?” Ditra berbisik dan segera direspon sikutan oleh Adrian. Ditra paham dan ikut menahan tawa, “Parah lu!” Timpalnya geli.

“Gimana? ‘ih libi dih’, gitu ya, Mas? Oke deh. Terima kasih ya, Mas.” Ibu itu akhirnya kembali ke tempat dinasnya di belakang meja warung, tampak puas.

“Kembali, Bu.” Jawab Adrian masih mengulum tawa, “Ssttt!” Ia menunjukkan isyarat telunjuk ke depan bibirnya untuk Ditra, pemuda SMA itu mengangguk paham. Ternyata sengaja ia menyesatkan ibu-ibu polos itu.

“Back to topic, langkah selanjutnya kita gimana nih?” Tanya Ditra.

“Dari rekaman itu tolong diidentifikasi nama-nama orang yang diduga terlibat ya, nanti kirim ke gue infonya. Kalau bisa tolong periksa CCTV sekolah lu di waktu-waktu Akasia dijahili, terutama di waktu pertama kali dia disiram di toilet. Kondisinya kan sepi, jadi pasti langsung ketahuan pelakunya, nanti kita validasi dengan nama tersangka sebelumnya.” Pesan Adrian sebelum menyeruput es milonya.

“Wah kalau itu susah, Bro. Untuk periksa CCTV sekolah harus ada permintaan dari wali murid atau orang dewasa yang diberi kuasa mewakili wali murid.” Ditra menyampaikan pesimismenya.

Mendengarnya memberi Adrian ide lain, “Kalau begitu gue harus turun tangan langsung nih.”

...oOo...

“Lu udah pastikan Akasia nggak disini, kan?” Adrian memeriksa situasi sekolah.

“Aman, jam segini Akasia pasti udah cabut, dia kan biasanya kerja sambilan.” Ditra meyakinkan, “Lu tunggu disini!” Pesannya sebelum memasuki ruang BK (Bimbingan Kesiswaan) di sekolahnya.

“Bu, ada yang mau ketemu.” Ditra mencolek Ibu Gayatri, guru BK di sekolah.

Ditra menunjuk ke jendela ruang BK dan disana tampak pemuda dengan rambut pirangnya yang disisir klimis tidak seperti biasanya, ia berdiri gagah dengan setelan kemeja biru dan celana formal yang rapi, persis eksekutif muda. Saat itu sekolah Akasia sudah sepi, hampir semua murid sudah bubar sepulang sekolah kecuali beberapa murid yang memiliki kegiatan tambahan di sekolah. Ibu Gayatri keluar untuk menemui pemuda pirang itu dengan heran.

“Selamat sore Ibu ...Gayatri ya? Saya Adrian, guru les bahasa Belanda siswi di sini yang bernama Akasia, sekaligus perwakilan dari orangtuanya, Bapak Hugo Darmahadi. Saya dikirim beliau kesini untuk membahas mengenai kejadian tidak mengenakkan yang belakangan ini sering menimpa Akasia di sekolah ini.” Adrian menerangkan dengan percaya diri.

“Oh iya, kita bicara di dalam ruangan aja. Silakan masuk.” Ibu Gayatri mempersilakan dengan raut wajah panik dan celingak-celinguk, cemas hal ini terdengar orang lain.

“Dari jauh Selena yang sedang berjalan menuju ruang audiovisual untuk latihan paduan suara heran melihat sosok Adrian di sekolahnya. ‘Itu bukannya cowok bule yang waktu itu jalan bareng Akasia ya? Kenapa dia kesini?’ Batinnya mengingatnya. ‘Tunggu, itu kan ruang BK. Jangan-jangan dia berniat selidiki soal teror yang menimpa Akasia.’ Selena menebak dengan cemas.

...oOo...

Ditra menunggu di warung indomie tempat ia biasa menghabiskan waktu sepulang sekolah. Adrian akhirnya muncul dengan gaya parlentenya, duduk di bangku di sebelah Ditra.

“Gimana hasilnya?” Tanya Ditra khawatir.

“Adrian mengeluarkan flashdrive dan menaruhnya di meja, tepat di hadapan Ditra, “Nih, copy-an CCTV kejadiannya di sini semua.”

Ditra memberi tepuk tangan bangga, “As expected!” Katanya.

“Tapi ingat, lu masih harus pura-pura innocent di depan Akasia. Gue juga udah minta ke guru BK untuk menahan dulu kasus ini dan nggak melibatkan Akasia dulu karena cideranya. Jadi untuk sementara ini Akasia nggak perlu tahu.” Adrian berpesan.

“Lu pasti khawatir banget ya sama Akasia? Sampai hampir tiap hari lu datangi sekolah ini tanpa dia tahu.” Ditra menyimpulkan, “Ini terlalu perhatian sih kata gue, jangan-jangan lu…”

“Siapa yang nggak khawatir, gue mana terima anak didik gue disikapi semena-mena begini. Sampai dibikin kecelakaan loh.” Adrian mengungkapkan dengan menggebu-gebu, mengalihkan tuduhan dengan cepat.

“Iya juga sih.” Ditra berusaha memaklumi.

oOo

Selena memberitahu Hayashi mengenai keinginan Endry bertemu dengannya. Selain mengatur pertemuan, gadis itu juga mengatur runtutan cerita awal mula perkenalan mereka yang masuk akal agar penuturannya cocok dengan penuturan Hayashi. Beruntung pria Jepang itu cerdas, ia cepat tanggap dan mudah mengerti, ia merasa bisa berakting sesuai peran yang direka Selena.

“Jadi kita bertemu setelah kita mengobrol di forum online tentang kebudayaan Jepang, aku mengajak kamu ketemu di suatu event matsuri, dan kita merasa cocok. Setelah itu kita mengobrol lewat HP sampai jadi akrab, dan sepakat bekerja sama saat cosplay?" Hayashi menyampaikan garis besar cerita yang dibuat Selena.

“Tepat sekali! Sasuga da nah (mengesankan)!” Selena mengajak Hayashi high five meski Hayashi merespon dengan bingung, “Itu gestur kekompakan, sebutannya tos atau high five.” Selena kembali mengajarkan.

“Sokka (begitu)?” Hayashi mengangguk paham, mendapat pelajaran baru.

...oOo ...

Hingga hari ini tiba, di sebuah restoran Teppanyaki Selena duduk bersebelahan dengan Hayashi, di hadapannya duduk Endry yang masih memasang ekspresi curiga menatap mereka berdua. Selena membuka buku menu dan memilih makanan bersama Hayashi, terlihat akrab untuk ukuran teman baru.

“Lu udah tahu mau pesan apa, Dry?” tanya Selena santai, lalu ia berbisik ceria dengan sahabat barunya sambil menunjuk-nunjuk menu, “Kamu pesan ini aja Hayashi, ini enak. Minumnya ocha aja, disini bisa diisi ulang gratis.” Gadis itu menghadap ke Hayashi sambil merekomendasikan dengan semangat, “Maklumin ya, Hayashi lagi cari makanan Jepang yang enak, jadi gue rekomendasiin ke restoran langganan kita ini.” Ia menjelaskan.

Endry mulai merasa kesal karena merasa tersisihkan, hampir seperti nyamuk. Ia akhirnya menenangkan diri dengan mengalihkan perhatian ke buku menu makanan. Pemuda itu memanggil pramusaji dan memesan makanannya tanpa menunggu yang lain, setelahnya Selena memesan makanannya serta mewakili Hayashi memesankan makanan.

Endry menatap wajah kedua orang di depannya dengan serius, “Kalian sudah kenal sejak kapan?” Ia menginterogasi.

“Secara online sejak sekitar dua bulan lalu, tapi baru bertemu sekitar sebulan yang lalu, ya.” Hayashi menjawab mantap sambil melirik Selena, gadis itu mengangguk membenarkan. “Kamu sendiri berteman dengan Selena sejak kapan?” pemuda berwajah oriental itu bertanya penuh senyum.

“Sejak sekolah dasar, sekitar kelas tiga SD, umur sembilan tahun.” Endry menjawab dengan wajah sombong.

“Wah, berarti kamu sudah sangat mengenal Selena ya.” Hayashi merespon dengan antusias.

“Kamu kerja apa?” Todong Endry langsung.

Hayashi melirik Selena dengan panik, pertanyaan ini memang belum terpikirkan oleh mereka. Pria Jepang itu berpikir cepat untuk mengarang, “Saya pelatih kendo di sebuah Dojo di Jakarta.” Ia berimprovisasi, Selena lega karena jawabannya masuk akal.

“Pelatih kendo berapa gajinya sekarang?” Endry tersenyum meremehkan.

“Lumayan lah, bisa untuk makan tiga kali sehari, beli rumah, menabung, dan invest saham sedikit-sedikit.” Jawab Hayashi tanpa disangka, Selena sendiri kagum dengan jawabannya. Pria Jepang ini sedang mempertahankan harga dirinya dengan bualan yang keren.

“Lumayan juga ya.” Endry mengangguk. Pramusaji datang mengantarkan makanan dan minuman, mereka menata meja dan menghidangkan makanan ke hadapan masing-masing pemesannya. Sekembalinya pelayan mereka melanjutkan obrolan.

“Tentu, pengajar itu pemasukannya sesuai jumlah murid yang diajar. Susah memang mengelola dojo, tapi income-nya worth it lah.” Ucapan Hayashi barusan semakin membuat Selena terkesima. Ia melirik pria Jepang yang kali ini terlihat lebih kharismatik, pemuda itu dengan santai mengambil sumpit dan mencoba teppanyaki yang dipesannya.

‘Belajar dari mana dia istilah dan cara bicara modern begini? Cepat banget belajarnya! Tapi bagus sih, kedengaran lebih kasual.’ Selena membatin kagum. Gadis itu memberi isyarat jempol ke Hayashi dengan tatapan bangga.

“Kamu sendiri sudah bekerja?” Pemuda Jepang itu membalikkan pertanyaan, ekspresinya sulit dibaca, “Oh iya, masih sekolah ya.” Ia menyeringai.

“Tapi saya bekerja kok, saya part-time di Kafe Antariksa.” Jawab Endry tidak mau kalah, kesal diremehkan. Ia menyeruput udon yang dipesannya untuk menutupi kesal.

“Bagus, laki-laki memang harus bekerja kan, untuk mempersiapkan masa depannya.” Hayashi mengangguk-angguk sambil meneruskan makan.

“Ah, kurang pedas nih, sebentar. Selena, yuk ke counter bumbu.” Endry bangkit dan mendadak mengajak gadis di hadapannya.

“Ngapain ngajakin gue?” protes Selena berbisik, kesal karena diganggu saat makan.

“Ayo, berdiri aja!” Endry bersikeras. Selena mengalah dan berjalan bersama sahabatnya ke counter tempat bumbu-bumbu tambahan tersedia, “Lu ngapain sih sok akrab banget sama orang asing begitu? Lu bangga cuma karena dia orang Jepang kan? Dia orang dewasa, kita nggak tahu ucapannya bohong atau benar. Lu kesepian banget ya sampai harus cari teman orang asing, dari online pula?” Ia mengomeli sahabat perempuannya itu.

“Iya, emang gue kesepian, puas lo?” Jawab Selena balik kesal, “Lu juga lagi asyik sama incaran baru, udahlah nggak usah sok paling benar. Jangan rese sama keputusan gue. Dia teman gue, dia kok yang selalu ada setiap gue butuh, bukan lu.” Jawab gadis itu ketus, mengejutkan sahabat prianya.

Endry jadi merasa bersalah, “Sel, maaf. Jadi gitu ya yang selama ini lu rasain?” kali ini ia serius menyesali sikap abainya, “Maaf ya, gue cukup lama jauhin lu, gue nggak tahu lu bakal jadi kesepian sampai begini.” pemuda itu memegang kedua tangan Selena, “Gini aja, gue coba lebih perhatian lagi sama lu ya buat menebus kesalahan gue, tapi lu nggak usah dekat-dekat lagi sama om-om Jepang itu, dia mencurigakan. Gue khawatir sama lu, gue takut lu diapa-apain.”

Selena menahan girangnya saat ini, tapi ia tetap menjaga ekspresi kesalnya, “Janji ya lu?”

“Iya gue janji, hubungin gue aja kalau butuh teman curhat atau minta ditemanin, jangan sama dia. Kita nggak tahu niat dia apa sebenarnya dekati cewek SMA.” Endry mencoba menakut-nakuti gadis itu.

“Iya deh, gue maafin. Makanya, lu jangan ngurusin Akasia melulu dong.” Sindir Selena berbalik.

Setelah mereka selesai makan dan membayar bill, Endry beranjak ke parkiran restoran untuk mendatangi motornya, “Yuk Selena, pulang.” Ia berseru mengajak.

“Sebentar lagi, mau temanin Hayashi dulu tunggu driver online, sekalian tunggu supir gue datang.” Selena beralasan sambil berdiri di teras restoran.

“Oh gitu? Yaudah, take care! Gue duluan ya, bye!” Endry pamit sebelum melajukan motornya.

“Bye!” Selena melambaikan tangan sampai sahabatnya melaju dan hilang dari pandangannya.

“Bagaimana Ohime-sama (tuan putri), senang?” Hayashi menangkap ekspresi cerianya hari ini.

“Itu kamu bisa ngomong gaya bahasa modern, gitu kek! Kapan belajarnya?” Selena hampir memekik kesenangan.

“Sebenarnya bukannya nggak bisa, nggak terbiasa aja. Youtube mengajarkan banyak hal kan.” Hayashi terkekeh, manis sekali, “Kamu sendiri, sepertinya ada yang kegirangan nih!” Godanya, bisa menangkap kejadian sebelumnya.

Selena tersenyum malu-malu, ia menggigit bibirnya, “Terima kasih kerjasamanya ya, Endry jadi kelihatan khawatir gitu ke aku. Senang deh!” Jawabnya centil.

Hayashi mengucek kepala Selena sambil ikut tersenyum senang, “Apapun untuk Ohime-sama.” Cetusnya tulus.

“Tadi pintar sekali anda bicara soal pekerjaan ya? Memang anda apa pekerjaannya selama ini?” Sindir Selena kali ini, balas menggoda.

“Bukankah jadi pelayan Ohime-sama?” Jawab Hayashi cengengesan, cari aman.

“Bisa aja!” Selena memukul pelan tubuh tegap pria yang tertawa geli dengan gelagatnya itu, "Udah yuk pulang, kamu berubah dulu jadi boneka, supaya supirku nanti nggak curiga.” Komando Selena seperti biasa.

1
Little Fox🦊_wdyrskwt
fix ini fakta
yumin kwan
lanjut ya....jangan digantung, ceritanya seru...
Serenarara: Owkay qaqaa
total 1 replies
Lalisa Kimm
lanjuuuuttt
Lalisa Kimm
upppp thor yg bnykkk
Serenarara: Owwkay
Serenarara: Syudah
total 2 replies
Lalisa Kimm
cielah, jan nyombong mbak/Smile/
Lalisa Kimm
yah endri trnyata yg nolong
Lalisa Kimm
ikut sedih/Cry/
Lalisa Kimm
nahhh betul itu
Lalisa Kimm
kmu udh cinta kali/Facepalm/
O U Z A
merasa dibawa ke masa lalu, kisah cintanya londo wkwk
Serenarara: Maacih, emang niatnya gitu.
total 1 replies
Runaaa
mampir ya kak ke novelku🙏
semangat /Good/
Gorillaz my house
Bikin gak bisa berhenti
Serenarara: Yg boneng gan?
total 1 replies
Dumpmiw
Ya ampun, kaya lagi kumpul tengah lapangan pake koran /Sob/
Serenarara: Berasa nonton layar tancep.
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!