Laura adalah seorang wanita karir yang menjomblo selama 28 tahun. Laura sungguh lelah dengan kehidupannya yang membosankan. Hingga suatu ketika saat dia sedang lembur, badai menerpa kotanya dan dia harus tewas karena tersengat listrik komputer.
Laura fikir itu adalah mimpi. Namun, ini kenyataan. Jiwanya terlempar pada novel romasa dewasa yang sedang bomming di kantornya. Dia menyadarinya, setelah melihat Antagonis mesum yang merupakan Pangeran Iblis dari novel itu.
"Sialan.... apa yang harus ku lakukan???"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chichi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PHEROMON
Adler masuk ke dalam kamar Ash. Sesuai ucapan Ash. Edith masih tidur di sana. Tubuh Edith terlihat jelas karena dres lengan pendek putihnya yang berantakan itu. Adler memegang kedua pipi Edith dan menekannya hingga membuat bibir mungil Edith monyong. "Nona, sudah Siang. Sampai kapan kau akan tidur di sini?" Ejek Adler mengoyang-goyangkan kepala Edith.
Mendengar suara tak asing itu, Edith langsung membuka matanya lebar-lebar. Mata berwarna amber dan sedikit merah saat terkena cahaya itu, mengejutkannya "HUAPPP!!!" Edith hampir berteriak. Dan bibirnya di jepit oleh jari tangan lain Adler.
"Apa berteriak itu hobimu? Bangunlah, waktunya kerja" Ucap Adler melepas kedua tangannya dari wajah Edith.
Edith melihat sekitarnya. Dia baru ingat jika ada di kamar Ash. "Jam berapa sekarang?" Edith bangkit dari kasurnya dan merapikan pakaiannya yang berantakan.
"Setengah delapan" Jawab Adler.
Kedua mata Edith terbuka lebar. Dia sungguh kesiangan, setengah jam lagi, dia harus mengantarkan sarapan Ash. "Aaaaaa, ini semua karena kasur empuk ini!" Edith melempar keras bantal di kasur Ash.
"Aku harus kembali sekarang!" Edith berlari ke arah pintu untuk keluar. Tapi, Adler tiba-tiba menghalangi jalannya. "Kenapa lagi!?" Tanya Edith dengan nada yang kesal.
"Aku tidak berniat peduli padamu. Pakai ini, pakaianmu bagian atas terawang, kembalikan saat kau mengirim makanan Pangeran" Adler melepas jubahnya dan melemparkannya ke wajah Edith.
Edith terdiam sejenak, melihat ke arah dadanya. Branya yang berenda dan berwarna hitam terawang. Edith langsung menarik jubah Adler dan menggunakannya, "Uh, terima kasih...." Ucap Edith dengan malu sambil melihat ke arah Adler yang pergi keluar.
Seragam ketat yang Adler kenakan, menunjukkan bentuk bahu hingga pinggangnya, layaknya orang yang terus melatih dan menjaga tubuhnya. "Hiilih, dia memang sundere seperti di novelnya" Celoteh Edith saat baru keluar dari kamar Ash.
Edith segera berlari untuk menuju ke Mansion Pelayan dan bersiap bekerja.
Mereka tidak tau jika ada seseorang Pelayan yang melihat Edith dan Adler keluar dari kamar Ash. Apa lagi, Edith keluar dengan dres tidur dan menggunakan jubah Adler. "Ratu harus tau tentang ini" Ucap Pelayan berambut pirang itu.
♤♠︎♤
Edith merasa malu jika mengingat kejadian Pagi itu. "Haaa, aku juga tidak ingat apa yang terjadi setelah aku minum minuman di gelas Adler. Aku pasti sudah melakukan hal buruk padanya. Aku harus minta maaf lagi padanya. Sungguh ceroboh sekali. Lama-lama aku bisa mati malu kalo gini..." Batin Edith sambil mendorong meja saji.
Edith telat 15 menit mengantarkan sarapan Ash, dan itu juga bukan keseluruhan karenanya. Di dapur ada drama singkat dimana satu keluarga tikus ditemukan di sana. Edith harus membantu bagian dapur untuk mencari semua tikus itu, khawatir sampai di telinga Ratu.
Sampai di depan kamar Ash, Edith melihat Adler yang berdiri di depan jendela, melihat ke arah luar Mansion. Di sana, poni rambut cokelat Adler tipis-tipis tersepoi angin.
"Adler...." Edith sungguh memanggil Adler hanya dengan sebutan nama saja. Dia mengabaikan selisih umur mereka yang berpaut enam tahun.
Adler menoleh ke arah Edith. Penampilan Edith kembali ke pakaian Pelayan. "Memang cocokan pakek baju Pelayan" Lirih Adler sambil meringis ngejek.
Edith hanya bisa menghela napas mendengar lirihan itu. "Aku mengembalikan ini. Apa Pangeran sudah kembali?" Tanya Edith melempar jubah Adler.
Adler menangkap jubahnya. Angin dari jubah itu tercium aroma manis Edith. Dia menoleh ke arah Edith, tidak langsung menggunakan jubahnya itu. "Tinggalkan saja di dalam, Pangeran baru saja di panggil Ratu" Jawab Adler.
"Ceroboh sekali, meninggalkan aromanya dipakaianku. Pangeran bisa salah paham kalau menciumnya" Ujung daun telinga Adler perlahan memerah dan dia membukakan pintu kamar Ash untuk dilewati oleh Edith.
"Di panggil Ratu? Tumben sekali" Edith memasukkan meja saji itu ke dalam kamar Ash dan segera keluar. Saat di luar, Edith melihat jubah Adler yang dijemur di ambang jendela. Edith mendengus. "Kau sensi sekali denganku" Ucap Edith melipat lengannya di depan dada.
"Sensi? Apanya?" Tanya Adler yang tidak mengerti.
"Apa jubahnya bau? Aku bisa mencucinya untukmu" Jawab Edith.
"Itu tidak perlu" Jawab Adler.
"Ya sudah. Apa kau menjaga sendirian?" Tanya Edith yang tak kunjung pergi dari sana.
Sebenarnya, Edith basa-basi untuk minta maaf kepada Adler.
"Tidak. hanya setengah hari. Nanti rekanku kembali. Lalu kenapa kau masih di sini?" Jawab Adler inti-intinya saja.
"Ya, sebenarnya....aku ingin minta maaf," Edith mengosok tengkuknya. "Aku tidak ingat kejadian malam itu. Jika aku menyusahkanmu, ku harap kau memaafkanku" Edith menoleh ke arah wajah Adler yang tidak baik-baik saja. Itu karena Adler mengingat perjuangannya mengejar Edith yang berlari dan memanjat pagar.
Kedua mata Edith langsung berkaca-kaca. "Tuh! Kan!!! Memang terjadi sesuatu! Maafkan aku ya!" Edith menepuk punggung Adler beberapa kali, hingga Adler menghela napas panjang dan berkata, "Tidak masalah. Mabukmu, lumayan untuk menguji adrenalinku" Jawab Adler yang membuat Edith terdiam dan menjauh dari Adler hingga Edith tidak terlihat lagi di dekatnya.
Edith salah paham dengan ucapan Adler.
...♤♠︎♤...
Sudah hampir satu bulan Laura berada di tubuh Edith. Dia juga masih terjebak di dalam Mansion itu. Dia sungguh tidak bisa keluar dari sana. Di sisi lain, Edith semakin dekat dengan Adler. Dia mulai berani menjahili Adler setiap kali dirinya melihat Adler melewatinya. Berbeda dengan Ash. Ash terlihat dengan jelas jika dirinya sedang menjaga jarak dengan Edith.
Edith merasa aman karena Ash menjaga jarak darinya. Tapi, di saat yang sama, Edith sering khawatir dengan. Ash yang bisa saja mengamuk, seperti di isi novel. Meski di dalam kekhawatiran, Edith tidak pernah takut untuk melihat kondisi Ash.
"Tuan Muda, saya membawakan makan malam untuk Anda" Ucap Edith setelah mengetuk pintu dua kali, kemudian dia masuk ke dalam kamar Ash.
Lagi-lagi, dia selalu melihat Ash yang tidur. Edith hanya bisa mengintipnya dari jauh. "Dia masih hidup kan?" Edith pergi setelah memastikan makanan di meja sajinya tidak berantakan.
Ash bangkit dari ranjangnya. Dia melihat ke arah meja saji itu. Dia tidak melihat adanya sihir, selain energi sihir milik Edith yang tertinggal. "Aromanya, manis sekali. Apa yang harus ku lakukan untuk menahan rasa ini? Aku tidak tau sampai kapan aku bisa menahan Iblis itu" Ash mengaruk lehernya hingga lecet dan merah.
Di luar sana, Edith tidak langsung kembali ke tempatnya. Dia berdiri di sebelah Adler sambil melipat lengannya di depan dada. Adler hanya melirik apa yang sedang dilakukan oleh Pelayan disebelahnya itu.
Aroma manis semakin tercium dari Edith. Adler mendenguskan napasnya, untuk membuang aroma manis yang menusuk hidungnya itu.
Edith menoleh ke arah Adler yang melihat ke arah yang berlawanan darinya. "Kau kenapa?" Tanya Edith dengan ketus.
Adler menoleh ke arah Edith perlahan. Dia menghela napas. "Apa hidungmu masih berfungsi?" Tanya Adler menunjuk hidungnya sendiri.
"Kenapa? Apa kau baru saja buang angin?" Edith melirik Adler dengan tajam dan menutup hidungnya sendiri.
Adler menghela napas panjang. Edith sungguh tidak bisa diajak bicara serius. Sebenarnya, maksud Adler adalah seorang Saint atau Healer, memiliki penciuman yang tajam. Mereka adalah golongan yang memiliki aroma khas, ya dalam bahasa fiksinya, Healer, Saint, Hunter, atau sejenisnya mereka memiliki aroma tubuh yang khas. Mereka menyebutnya sebagai Pheromon. Pheromon berbeda dengan bau keringat.