Apakah benar jika seorang gadis yang sangat cantik akan terus mendapatkan pujian dan disukai, dikagumi, serta disegani oleh banyak orang?
walaupun itu benar, apakah mungkin dia tidak memiliki satu pun orang yang membencinya?
Dan jika dia memiliki satu orang yang tidak suka dengan dirinya, apakah yang akan terjadi di masa depan nanti? apakah dia masih dapat tersenyum atau justru tidak dapat melakukan itu sama sekali lagi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Musoka, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
belum tentu terpilih
Happy reading guys :)
•••
Jam dinding di sebuah ruangan kelas telah menunjukkan angka 13.00.
Saat ini, ruangan itu terlihat begitu sangat kacau. Para siswa-siswi penghuninya berhamburan layaknya sebuah cacing yang sedang kepanasan. Padahal, pendingin di ruangan kelas itu sudah mencapai suhu 16° celcius.
Mendengar kebisingan dari teman-teman sekelasnya, membuat Karina yang sedang tertidur dengan pulas di meja miliknya sontak mengerang, dan menutup telinga menggunakan kedua tangan. Namun, hal itu sia-sia, suara bising semakin menjadi-jadi memasuki indera pendengarnya.
Karina berdecih, kembali mengerang dengan suara yang cukup keras. Ia perlahan-lahan mulai membuka mata, mengangkat kepala, melihat hal yang membuat teman-teman sekelasnya itu menjadi sangat bising.
Kedua mata Karina berubah menjadi sipit saat menangkap cahaya dari lampu kelas yang menyala. Gadis itu menggerakkan tangan kanan, menghalau sinar lampu yang terus menyorot ke arah kedua matanya.
“Ini kelas apa kapal pecah, sih?” gumam Karina, melihat keadaan ruangan kelasnya yang sangat berantakan.
Karina menegakkan badan, meregangkan otot-otot leher dan tangan yang berasa sedikit sakit. Ia menguap, lalu menoleh ke arah samping, mencari keberadaan sang sahabat. “Eh, Vee ke mana, ya?”
Karina bangun dari tempat duduk, berjalan menuju salah satu teman sekelasnya yang sedang duduk selonjoran di bawah AC.
“Clay, lu tau gak Angel sama Vanessa ke mana?” tanya Karina.
Gadis bernama Clay itu mengangkat kepala, menatap wajah bangun tidur milik Karina. “Tadi mereka berdua keluar, Kar. Tapi, gue gak tau mereka ke mana.”
Karina kembali menguap. “Ish, mereka ke mana, ya? Bisa-bisanya gue ditinggal sendirian.”
“Coba aja telpon, Kar,” saran Clay, lalu menguap setelah melihat Karina.
Karina mengangguk seraya memperbaiki beberapa helai rambutnya yang berantakan. Ia berpamitan kepada Clay, berjalan kembali menuju meja tempat duduknya untuk mengambil handphone.
Karina mendudukkan tubuh di kursi, mengambil handphone dari dalam laci meja, menopangkan dagu, mencari nomor milik Vanessa, lalu meneleponnya.
“Halo, Ve. Lu di mana?” tanya Karina, saat sambungan telepon baru saja terhubung.
“Hai, Kar. Selamat siang.”
Karina mengerutkan kening, saat mendengar suara Angelina dari ujung telepon. Ia melihat layar handphone, memastikan bahwa nomor Vanessa yang sedang dirinya hubungi.
“Beneran nomornya Vee, kok,” gumam Karina.
“Kar, lu gak papa? Kok, diam aja?”
“Gue gak papa, kok. Oh, iya, lu sama Vanessa lagi di mana? Kenapa gue ditinggal sendirian di kelas?”
“Ada, deh. Gue sama Vanessa lagi menikmati keindahan dunia,” jawab Angelina, disertai sebuah tawa kecil.
Karina mengerutkan kening. “Di mana? Gue mau nyusul.”
“Lu gak usah nyusul. Gue sama Vanessa mau berduaan aja,” ujar Angelina, lalu mematikan sambungan telepon secara sepihak.
“Ngel, Ngel, Angel!”
Karina kembali melihat layar handphone, kedua pipinya perlahan-lahan mulai menggembung dan memerah. Ia menendang-nendang pelan pijakan kaki meja, menyalurkan rasa kesal akibat jawaban yang diberikan oleh Angelina.
Saat Karina masih sibuk menyalurkan rasa kesal, terlihat Angelina dan Vanessa sedang tertawa kecil di belakang gadis itu. Mereka berdua menggelengkan kepala, mendengar Karina yang sedang menggerutu sendirian.
Angelina berdeham dengan cukup keras, membuat Karina dengan cepat menoleh ke arah belakang.
“Angel!” Karina bangun dari tempat duduk, berjalan mendekati Angelina, memiting leher, lalu memberikan beberapa jitakan pelan di kepala sang sahabat.
Mendapatkan jitakan dari Karina, membuat Angelina sedikit mengerang kesakitan dan disertai tawa cekikikan. Ia memukul-mukul pelan punggung sang sahabat, berusaha melepaskan pitingan pada lehernya.
“Karina, sakit. Lepasin, please,” pinta Angelina.
“Rasain.” Karina memberikan satu jitakan yang cukup keras, lalu melepaskan pitingannya dari leher Angelina.
Angelina mengusap lembut kepalanya yang baru saja mendapatkan jitakan dari Karina. “Jahat banget, sih, lu. Rusak, nih, jadinya rambut gue.”
Angelina melipat kedua tangan, membuang muka, berjalan kembali ke tempat duduknya.
“Kamu gak papa, Ngel?” tanya Vanessa, berjalan mendekati Angelina, lalu mengelus lembut rambut gadis itu.
Angelina mengangguk, tersenyum manis ke arah Vanessa. “Aman, kok, Van. Gue gak papa.”
“Syukurlah kalo gitu.” Vanessa berjalan mendekati Karina, duduk di samping sang sahabat. “kamu marah, Kar?”
Karina tidak menjawab pertanyaan Vanessa. Ia melipat kedua tangan di meja, lalu merebahkan kepala di atasnya.
“Kar, aku minta maaf, ya, kalo udah bikin kamu marah,” pinta Vanessa.
Karina menggelengkan kepala pelan. “Lu gak usah minta maaf, gue gak marah, cuma lagi kesel aja.”
Angelina berjalan mendekati Karina dan Vanessa, mendudukkan tubuh di depan kedua sahabatnya itu. “Sama aja kali, Kar. Marah sama kesel gak beda jauh.”
“Diem lu, gue kesel sama lu.” Karina sedikit mengangkat kepala, memberikan tatapan tajam ke arah Angelina.
“Lah, kok, gue? Emang gue ada salah apa sama lu?” tanya Angelina, menunjuk dirinya sendiri dengan raut wajah yang dibuat sepolos mungkin.
Melihat raut wajah Angelina, membuat Karina semakin bertambah geram, rasanya ingin sekali berteriak tepat di telinga sang sahabat.
“Gak tau, ah, Ngel. Gue cape, masih ngantuk juga, males banget ngeladenin candaan lu,” ujar Karina, menyembunyikan wajahnya di kedua tangan.
Mendengar perkataan Karina, membuat Angelina tersenyum simpul, mengelus lembut puncak kepala sang sahabat. “Maafin gue, ya, udah bikin lu jadi badmood gini.”
Karina hanya berdeham sebagai jawaban. Ia perlahan-lahan mulai menutup mata, merasa sangat nyaman dengan elusan lembut yang diberikan oleh Angelina. Namun, saat teringat sesuatu, mata Karina kembali terbuka, mengangkat kepala, menatap Angelina dan Vanessa secara bergantian.
“Kenapa, Kar?” tanya Angelina, sedikit terkejut dengan pergerakan tiba-tiba dari gadis itu.
“Jadi, kalian berdua dari mana? Kenapa gak ngajak gue?”
“Oh, soal itu.” Angelina menatap Vanessa dengan senyuman yang semakin dirinya lebarkan. “Gue sama Vanessa habis dari ruang OSIS.”
Karina mengerutkan kening. “Ke ruang OSIS? Ngapain?”
“Kamu lupa, Kar? Kan, aku sama Angel mau ngasih tau kak Renata soal rekomendasi dari dia kemarin,” jawab Vanessa, memegang pundak kiri Karina.
Karina diam sejenak, mengedip-ngedipkan matanya beberapa kali, berusaha mengingat soal rekomendasi yang telah kedua sahabatnya dapatkan kemarin.
Setelah berhasil mengingat, Karina menjentikkan jari tangan kanan, kembali melihat kedua sahabatnya secara bergantian dengan mata yang mulai berbinar-binar.
“Jadi, gimana? Kalian berdua nerima?”
Angelina dan Vanessa mengangguk secara bersamaan.
Melihat Angelina dan Vanessa mengangguk, membuat Karina dengan cepat merangkul pundak kedua sahabatnya itu, merasa sangat senang dengan keputusan mereka berdua.
“Aaaaa, congrats, ya, Ngel, Vee.”
“Terlalu cepet gak, sih? Gue sama Vanessa aja belum tentu kepilih nanti,” ujar Angelina, melirik ke arah Karina yang sedang tersenyum dengan sangat manis.
Karina menggelengkan kepala. “Gak, kok. Gue yakin kalian berdua pasti bakal menang.”
Mendengar perkataan Karina yang sangat percaya diri, membuat Angelina dan Vanessa saling pandang. Kedua gadis itu lalu tersenyum manis secara bersamaan.
•••
Warna langit berubah menjadi biru tua, matahari telah selesai melaksanakan tugasnya, digantikan oleh bulan dan ribuan bintang yang mulai hadir untuk menyinari dunia.
Di bangku taman belakang sebuah rumah, kini terlihat Nadine sedang duduk menikmati langit malam dengan ditemani oleh seorang gadis cantik di sampingnya.
Gadis cantik itu sedang sibuk membaca sebuah novel, sesekali ikut melihat ke arah langit saat Nadine menemukan sesuatu yang menarik.
Suara dering handphone berbunyi, membuat Nadine sontak menoleh ke samping. Ia sedikit mengerutkan kening, melihat sang kakak yang sedang tersenyum dengan penuh arti.
“Kenapa, Kak?” tanya Nadine.
Gadis itu menunjukkan sebuah chat yang baru saja dirinya terima kepada Nadine. “Rencana gue berjalan dengan lancar, Angelina sama Vanessa setuju dengan rekomendasi dari gue.”
Nadine membaca chat di dalam handphone milik sang kakak. Saat sedang asyik membaca, sebuah senyuman tipis perlahan-lahan mulai menghiasi wajahnya.
“Terus rencana lu selanjutnya apa, Kak?”
Gadis itu mematikan handphone dan menaruhnya di tempat semula. Ia mengangkat kepala, melihat indahnya bintang-bintang yang sedang bersinar di atas angkasa sana.
“Lu sebentar lagi ada pertandingan basket, kan?”
Nadine mengangguk, mengikuti sang kakak melihat ke arah langit. “Iya, Kak. Minggu depan gue sama anak-anak ada pertandingan ngelawan SMA pelita. Emang kenapa, Kak?”
“Lu fokus aja sama pertandingan minggu depan, setelah pertandingan lu selesai, gue akan kasih tau rencana selanjutnya,” jawab gadis itu, menutup novel yang tadi sedang dirinya baca, lalu bangun dari tempat duduk.
“Siap, Kak. By the way, lu mau ke mana?” Nadine melihat sang kakak yang sudah berdiri dan meregangkan otot-otot tubuhnya.
“Gue masuk duluan, ada tugas yang belum gue selesaiin. Lu juga jangan kelamaan di luar, nanti sakit lagi,” ujar gadis itu, lalu berjalan meninggalkan Nadine yang masih setia melihat ke arahnya.
Setelah sang kakak menghilang dari indera penglihatannya, Nadine mengambil handphone, mengirimkan beberapa chat kepada seseorang dengan disertai sebuah senyuman kemenangan.
“Walaupun gue gak bisa jadi ketua OSIS, setidaknya lu berdua hancur, dan gue sama kakak akan jadi orang paling populer di sekolahan.”
To be continued :)