NovelToon NovelToon
Aletha Rachela

Aletha Rachela

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama
Popularitas:3k
Nilai: 5
Nama Author: Delima putri

Masa lalu yang kelam mengubah hidup seorang ALETHA RACHELA menjadi seseorang yang berbanding terbalik dengan masa lalunya. Masalah yang selalu datang tanpa henti menimpa hidup nya, serta rahasia besar yang ia tutup tutup dari keluarganya, dan masalah percintaan yang tak seindah yang dia banyangkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Delima putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 33:Semakin dekat

Keesokan harinya, pagi di rumah Aletha terasa lebih cerah. Angin sepoi-sepoi membawa aroma bunga dari taman kecil di halaman. Aletha sudah merasa lebih baik dan duduk di meja makan sambil menikmati sarapan bersama keluarganya.

Diana, yang sedang menuangkan teh hangat ke cangkir, memperhatikan wajah putrinya yang tampak lebih segar. "Hari ini kamu kelihatan lebih baik, Sayang. Apa masih ada rasa pusing?" tanya Diana lembut.

Aletha menggeleng sambil tersenyum kecil. "Udah nggak, Bunda. Mungkin karena kemarin aku istirahat banyak."

Rama, ayah Aletha, yang sedang membaca koran, menurunkan kacamatanya sejenak. "Kalau sudah sehat, jangan lupa tetap jaga pola makan. Jangan terlalu sering makan jajanan sembarangan."

"Iya, Ayah," jawab Aletha patuh sambil menyendok bubur ayam yang disiapkan ibunya.

Saat mereka sedang menikmati sarapan, suara notifikasi ponsel Aletha berbunyi. Ia mengambil ponselnya dan melihat pesan dari Angkasa.

[Pagi, Tha. Udah sehat? Kalau butuh apa-apa, kabarin aku, ya.]

Aletha tersenyum membaca pesan itu, lalu mengetik balasan.

[Pagi, Ka. Udah mendingan kok. Makasih banget kemarin udah repot-repot datang.]

Diana, yang duduk di hadapan Aletha, memperhatikan senyum kecil di wajah putrinya. "Pesan dari Angkasa, ya?" tebaknya.

Aletha mengangkat bahu sambil tersipu. "Iya, Bunda. Dia cuma nanya kabar aja."

Pradipta melirik putrinya dari balik koran dengan tatapan serius. "Siapa Angkasa?"

Diana menjawab sebelum Aletha sempat berbicara. "Pacarnya Aletha, Mas. Kemarin dia datang jenguk."

Pradipta menurunkan korannya dengan ekspresi datar. "Pacar? Sejak kapan kamu punya pacar, Tha?"

Aletha menelan ludah, sedikit gugup dengan tatapan ayahnya yang tajam. "Baru baru aja, Yah. Tapi aku nggak pernah macam-macam. Dia anak baik, kok."

Rama menghela napas panjang dan meletakkan korannya. "Ayah cuma mau kamu fokus belajar. Hubungan kayak begitu kadang bikin lupa tujuan."

"Ayah, Aletha tahu batasan, kok," jawab Aletha dengan nada tenang. "Lagipula, Angkasa itu mendukung aku belajar. Dia nggak pernah ganggu kegiatan sekolahku."

Diana menyentuh lengan suaminya pelan, mencoba meredakan suasana. "Mas, anak-anak sekarang memang beda. Yang penting mereka tahu tanggung jawabnya. Angkasa kemarin juga sopan sekali waktu datang ke sini."

Rama terdiam sejenak, lalu mengangguk. "Baiklah. Tapi kamu tetap harus jaga kepercayaan Ayah. Jangan sampai main-main soal ini."

"Iya, Ayah. Aletha janji," ujar Aletha dengan penuh keyakinan.

Setelah sarapan selesai, Aletha membersihkan meja makan sambil tersenyum kecil. Dalam hatinya, ia merasa lega karena ayahnya mulai menerima kehadiran Angkasa, meski masih dengan sedikit keraguan. Hari itu terasa seperti awal baru yang lebih cerah bagi Aletha, baik untuk kesehatannya maupun hubungannya.

Diana memperhatikan putrinya yang tampak lebih ceria hari ini. "Aletha, nanti sore mau bantu Bunda belanja?" tawarnya sambil menyeka piring yang baru dicuci.

Aletha mengangguk dengan semangat. "Mau, Bunda! Aku udah lama nggak ikut bunda belanja. Nanti aku bantu bawa belanjaannya juga."

"Bagus kalau gitu. Kamu sekalian bisa pilih bahan makanan kesukaanmu," jawab Diana sambil tersenyum.

Sementara itu, di ruang kerja, Rama kembali membaca korannya. Namun, pikirannya terusik oleh pembicaraan tadi pagi. Ia merasa perlu mengenal lebih jauh tentang Angkasa, pacar putri bungsunya.Dalam hati, ia bertanya-tanya apakah pemuda itu benar-benar bisa dipercaya dan bisa menjaga putri nya melebihi keluarganya.

******

Sore harinya, di minimarket dekat rumah...

Lorong minimarket sore itu tidak terlalu ramai. Aletha berjalan di samping Diana, memegang keranjang belanja yang sudah cukup penuh. Mereka tampak santai, berbincang ringan sambil memilih kebutuhan rumah tangga.

Diana mengambil sebotol susu cokelat dari rak minuman dingin, menimbang-nimbang sejenak sebelum bertanya kepada putrinya, "Mau coba susu ini nggak? Bunda penasaran, rasanya kayak apa."

Aletha menatap botol itu sekilas, lalu mengangguk kecil. "Boleh, Bunda. Kelihatannya enak, sih. Sekalian aku ambil camilan, ya."

Dengan langkah ringan, Aletha berpindah ke lorong sebelah, tempat deretan keripik dan biskuit tersusun rapi. Ia memegang satu bungkus keripik kentang favoritnya sambil melirik rak lain, mencoba memutuskan apa lagi yang ingin ia beli. Suasana minimarket yang hening tiba-tiba terasa sedikit berbeda saat suara yang familiar memanggil namanya.

"Aletha?"

Aletha menoleh, sedikit terkejut sekaligus penasaran. Di ujung lorong, berdiri seorang pemuda dengan hoodie abu-abu dan celana jeans hitam, tampilannya kasual tapi tetap mencuri perhatian. Botol air mineral berada di tangannya, dan senyum hangat menghiasi wajahnya.

"Angkasa? Kok kamu di sini?" tanya Aletha sambil menyunggingkan senyum lebar. Suaranya memancarkan kehangatan yang tulus.

Angkasa mengangkat botol air mineral di tangannya. "Lagi mampir beli minum. Baru pulang dari tempat les, nggak sengaja lewat sini."

Aletha menunjuk ke arah lorong tempat Diana berada. "Aku lagi belanja sama Bunda. Kebetulan butuh camilan juga."

Angkasa mengangguk pelan, matanya mengarah ke lorong yang ditunjuk Aletha. "Oh, Tante Diana ikut? Aku boleh sapa, nggak?"

"Tentu aja boleh." Aletha tertawa kecil, lalu mengajaknya berjalan ke arah Diana.

Diana, yang sedang asyik membaca komposisi makanan ringan, mendongak saat mendengar langkah mendekat. Wajahnya langsung berubah cerah begitu melihat Angkasa.

"Eh, Angkasa! Kebetulan banget ketemu kamu di sini," sapa Diana hangat, senyumnya lebar.

Angkasa membalas senyuman itu dengan sopan, sedikit menundukkan kepala. "Iya, Tante. Saya tadi cuma mau beli air minum, nggak nyangka ketemu di sini."

Diana mengamati pemuda itu sejenak dengan tatapan penuh arti. "Bagus banget, ya, kamu anak yang mandiri. Jadi sering ke sini sendiri?"

Angkasa mengangguk sambil tersenyum kecil. "Iya, Tante. Kadang mampir kalau habis les atau ada keperluan lain."

Diana melirik ke arah putrinya yang berdiri di samping Angkasa, tampak salah tingkah. Sebuah ide terlintas di pikirannya. Dengan nada setengah bercanda, ia berkata, "Kalau kamu sudah selesai belanja, bantu Aletha bawa keranjang, dong. Dia tadi bilang berat."

"Bunda!" protes Aletha cepat, wajahnya langsung memerah. "Nggak usah repot-repot nyuruh Angkasa Bun. Aku kuat, kok."

Namun sebelum Aletha sempat merebut kembali keranjang itu, Angkasa sudah mengambilnya dengan santai. "Nggak apa-apa. Aku bantu, ya kamu juga baru sembuh."

Aletha hanya bisa menunduk malu, sementara Diana terkekeh pelan melihat reaksi putrinya.

Mereka bertiga melanjutkan belanja bersama, dan Diana tak henti-hentinya melibatkan Angkasa dalam pembicaraan. Pemuda itu dengan ramah menanggapi, sesekali melempar candaan ringan yang membuat Diana tertawa.

Setelah semua barang masuk ke keranjang, mereka berjalan menuju kasir. Angkasa tetap membawa keranjang belanja sampai semua barang selesai dibayar. Diana, yang mengamati sikap sopan dan perhatian Angkasa, merasa semakin yakin bahwa pemuda ini adalah sosok yang baik untuk putrinya.

Saat mereka keluar dari minimarket, Angkasa membantu membawa kantong belanja ke mobil Diana. Sebelum berpisah, Diana menepuk bahunya dengan ramah.

"Terima kasih, ya, Angkasa. Kamu memang anak yang sopan dan bisa diandalkan. Kalau ada waktu, mampir ke rumah lagu. Tante masak sesuatu buat kamu."

Angkasa tersenyum lebar, menundukkan kepala sedikit. "Makasih, Tante. Pasti saya mampir nanti."

Setelah Diana masuk ke mobil, Aletha tetap berdiri sebentar dengan Angkasa di depan minimarket. Angin sore bertiup lembut, membawa aroma hujan yang belum turun.

"Terima kasih, ya, udah bantuin tadi," ucap Aletha pelan, matanya menatap lantai.

Angkasa menatapnya lembut, lalu berkata, "Aku cuma bantu sedikit kok. Nggak usah canggung begitu tha. Kalau ada apa-apa, kabarin aja."

Aletha tersenyum kecil, mengangkat wajahnya untuk menatapnya sejenak. "Kamu nggak buru-buru pulang?"

Angkasa menggeleng. "Nggak, kok. Tapi kamu masuk ke mobil aja dulu. Tante Diana nunggu, tuh."

Aletha melirik ke arah mobil, di mana ibunya tampak sedang sibuk dengan ponselnya. "Iya, sih. Ya udah, hati-hati di jalan, ya."

Angkasa mengangguk. "Kamu juga."

Hari itu, Aletha merasa hatinya lebih hangat dari biasanya. Bahkan saat mobil melaju meninggalkan minimarket, ia masih tersenyum sendiri, membayangkan senyum lembut Angkasa yang selalu berhasil membuatnya merasa aman dan nyaman.

1
Febrianto Ajun
cerita ini bisa bikin saya menangis! Tapi juga sukses bikin saya tertawa geli beberapa kali.
Hitagi Senjougahara
Boss banget deh thor, jangan lupa terus semangat nulis ya!
Dear_Dream
Senang banget bisa menemukan karya bagus kayak gini, semangat terus thor 🌟
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!