Letnan satu Bisma Dwipangga patah hati setelah diputuskan oleh tunangannya. Hubungannya yang sudah terjalin cukup lama itu, kandas karena sebuah alasan. Demi sebuah jenjang karier yang masih ingin digapai, dr. Jelita Permata terpaksa mengambil keputusan yang cukup berat baginya.
"Aku ingin melanjutkan studiku untuk mengejar dokter spesialis. Kalau kamu tidak sabar menunggu, lebih baik kita sudahi hubungan ini. Aku kembalikan cincin tunangan ini." Dr. Lita.
"Kita masih bisa menikah walaupun kamu melanjutkan studi menjadi Dokter spesialis, aku tidak akan mengganggu studi kamu, Lita." Lettu Bisma.
Di tengah hati yang terluka dan patah hati, Bu Sindi sang mama justru datang dan memperkenalkan seorang gadis muda yang tidak asing bagi Letnan Bisma.
"Menikahlah dengan Haura, dia gadis baik dan penurut. Tidak seperti mantan tunanganmu yang lebih mementingkan egonya sendiri." Bu Sindi.
"Apa? Haura anak angkat mama dan papa yang ayahnya dirawat karena ODGJ?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13 Pengajuan Bisma Ditolak
Hari ini Bisma sudah mulai kembali bekerja. Ia sudah siap dengan seragam PDH nya. Aura seorang Perwira sangat jelas terlihat di sana. Bisma begitu tampan mempesona.
Sejenak Haura terpaku saat melihat Bisma melewati kamarnya untuk menuju meja makan. Wangi parfum mahal langsung menusuk hidung Haura. Ia meras tidak percaya diri untuk duduk bersama dan sarapan pagi bersama dengan kedua orang tua angkatnya sejak dia mendengar perkataan Bisma tempo hari.
Haura hanya anak angkat, jadi seharusnya tidak pantas ia berada di sana. Haura pun hanya mampu memandang punggung Bisma yang bidang menuju meja makan, dan kini tubuh itu sudah menduduki salah satu kursi makan.
Meski sedikitpun dalam hati Haura tidak pernah terbersit menyimpan sebuah rasa atau naksir, namun sejak kejadian malam itu yang diduga Bisma pulang dalam keadaan mabuk minuman, pikiran Haura menjadi kalut dan kejadian itu terbayang.
"Mengapa harus terbayang terus kejadian yang memalukan itu? Aku tidak mau mengingatnya. Ya Tuhan, tolong lupakan aku dengan kejadian itu, dan jauhkan aku dengan Kak Bisma." Haura berdoa di dalam hati dengan sungguh-sungguh. Ia tidak mau disebut adik angkat yang sengaja ambil kesempatan disaat kedua orang tua angkatnya tengah berusaha menjodohkan dirinya dengan anak kandung mereka.
"Non Haura, kenapa masih bengong di sini? Bapak dan Ibu menyuruh Non segera menuju meja makan." Teguran Bi Mimin begitu mengejutkan Haura yang sedang termenung.
"I~iya, Bi. Sebentar lagi saya nyusul," ujar Haura yang terpaksa keluar dan menghampiri meja makan. Jika tidak, maka ia tidak enak dengan kedua orang tuanya.
"Haura, ayo sarapan dulu. Kamu hari ini tidak ada kuliah pagi, kan?" tanya Bu Sindi.
"Hari ini kebetulan Haura tidak ada kuliah, Ma. Dosennya ijin tidak masuk karena ada salah satu anggota keluarganya yang meninggal dunia. Jadi, hari ini Haura akan ke butik."
"Baiklah. Kalau begitu sarapanlah dulu." Bu Sindi memberikan satu piring kosong untuk Haura. Haura segera menceduk nasi goreng ke dalam piringnya hanya satu centong. Selama sarapan pagi, Haura tidak berani mengangkat wajahnya dan menatap Bisma, karena ia tidak mau menatap Bisma lagi. Terlalu menyakitkan jika ingat dengan ucapannya di ruang tamu kemarin.
"Ma, Pa, Bisma pergi dulu, ya. Assalamualaikum." Bisma mengakhiri sarapan paginya. Ia berpamitan lalu bergegas pergi dari meja makan itu tanpa menyapa Haura sedikitpun. Haura pun sama, dia tidak menyapa Bisma sepatah katapun.
"Haura, apakah berangkatnya mau sama mama atau sendiri?" Bu Sindi menatap Haura.
"Haura pakai motor saja, Ma. Lagipula Haura rencananya nanti siang setelah pulang dari butik, mau ambil kalung di toko mas Berlian 99," jawab Haura.
"Kamu baru mau ambil kalung yang dipatri itu? Lama banget selesainya, hanya mematri saja."
"Harusnya kemarin, Ma. Tapi Haura lupa," sahut Haura.
"Baiklah. Kamu harus hati-hati nanti di jalannya, ya."
Haura dan kedua orang tua angkatnya menyudahi sarapan pagi, mereka pagi ini akan pergi. Akan tetapi Bu Sindi berangkatnya sedikit siang diantar Pak Saka dengan mobil. Sementara Pak Saka, saat ini sudah bebas tugas dari kedinasannya sebagai TNI-AD enam bulan yang lalu, sehingga kini Pak Saka sudah menyandang sebagai purnawirawan TNI.
Sepeninggal Haura, Bu Sindi ngobrol menarik sejenak lengan suaminya menduduki sofa ruang tamu. "Menurut Papa, apakah ada yang beda dengan Haura?"
"Beda? Beda bagaimana?" Pak Saka balik bertanya.
"Sikapnya. Dia sama sekali tidak menyapa Bisma. Bisma juga begitu. Apakah gara-gara mereka akan dijodohkan sehingga membuat mereka jadi saling menjauh?" ungkap Bu Sindi terdengar sedih.
"Bisa jadi seperti itu, Ma. Papa juga melihatnya berbeda. Mereka tidak saling sapa. Kalau seperti ini, papa jadi merasa bersalah," balas Pak Saka menunduk.
Bu Sindi merasa bersalah juga mendengar pengakuan suaminya, ia pun menyesal telah berusaha menjodohkan Haura dengan Bisma, kalau pada akhirnya akan seperti ini.
"Tapi, mama tidak akan menyerah, Pah, untuk berusaha menjodohkan Bisma dengan Haura. Mama tidak rela Bisma mendapat perempuan lain yang justru tidak tulus mencintai Bisma. Mereka menginginkan Bisma hanya karena tampang dan jabatan serta seragam saja," keukeuh Bu Sindi membuat Pak Saka geleng kepala.
"Papa minta tolong, Mama tahan dulu upaya Mama untuk menjodohkan Bisma dengan Haura. Tunggu saat Bisma sudah terlihat tenang. Sebetulnya kesalahan kita adalah, menyodorkan masalah baru disaat Bisma baru saja patah hati. Harusnya diberi jeda beberapa bulan, lalu kita sampaikan keinginan kita," ujar Pak Saka menyesali perbuatannya kemarin bersama sang istri yang terburu-buru ingin menjodohkan Haura dengan Bisma.
"Baiklah, Pa. Sebaiknya kita tunda dulu pembahasan tentang anak-anak kita. Sekarang antar dulu mama ke butik, habis itu Papa ke bengkel papa," ajak Bu Sindi sembari berdiri. Beberapa saat kemudian mobil Pak Saka melaju meninggalkan kediamannya.
***
Di lain tempat, setelah apel pagi, Bisma kembali ke ruangannya. Sebentar lagi dia akan menghadap Komandan untuk mengajukan diri dikirim kembali ke wilayah konflik di Papua.
Saat melewati ruangan Danki, sungguh sangat disesali Bisma, dia justru bertemu dengan Danki di depan pintu ruangannya. Dengan terpaksa, Bisma memberikan hormat.
"Hadapi dia dengan gentle, Bro," saran Diman dan yang lain tempo hari.
"Selamat pagi Danki, ijin menyampaikan, bisakah siang nanti kita bertemu di luar. Saya ingin menyampaikan sesuatu men to men, empat mata tanpa menggunakan seragam kedinasan. Kita bertemu hanya sebagai orang biasa tanpa embel-embel seragam, pangkat, atau jabatan." tegas Bisma menyampaikan.
Mayor Erwan menyikapi dengan tegas juga. "Siap yunior, waktu dan tempat dipersilahkan."
"Siap. Gandola Cafe. Ijin, permisi, Danki." Setelah menyampaikan maksud dan menunjukkan tempat pertemuan, Bisma segera berlalu dengan langkah tegak dan sigap menuju ruang Komandan.
Beberapa saat di dalam ruangan Komandan, Bisma harus menelan kekecewaan yang dalam, pasalnya pengajuannya untuk ditugaskan di wilayah konflik, ditolak dan tidak di acc. Sebab Bisma baru saja kembali dari wilayah konflik.
Bisma kembali sedih, niat dia ingin menghindari Danki akhirnya gagal.
"Ya sudah, tidak usah disesali. Tugas kita sudah selesai di sana, kini giliran yang lain. Kamu hadapi saja Danki dengan gentle. Buat apa dihindari, harusnya dia yang merasa malu karena sudah merebut tunanganmu," hibur Rudy, Diman dan yang lainnya.
Bisma termenung, semua kata-kata temannya ada benarnya juga. Buat apa Danki pengkhianat itu dia hindari, toh bukan dia yang salah.
"Baiklah. Aku terima dukungan kalian dengan senang hati." Bisma menyunggingkan senyum seraya berlalu dari ruangannya karena jam pulang sudah tiba.
Tiba di rumah, Bisma ribut mencari Haura, entah apa yang dia mau. Kebetulan Haura sudah pulang dari butik dan toko emas Berlian 99.
"Haura, mana kunci motormu, aku pinjam sebentar?" serobot Bisma sembari masuk ke dalam kamar Haura tanpa permisi.
"Kak Bisma, tapi buat apa?" heran Haura.
"Jangan bertanya. Kamu mau pinjamin tidak?"
"Ini, Kak." Terpaksa Haura memberikan kunci motornya pada Bisma dengan perasaan was-was, masalahnya Bisma terlihat seperti diburu sesuatu.
Bisma pergi dengan motor Haura setelah ia berganti pakaian dengan pakaian biasa. Haura menatap kepergian Bisma dengan tatap khawatir. Entah kenapa firasatnya kali ini buruk terhadap Bisma.
kamu juga sering menghina Haura...
sama aja sih kalian berdua Bisma dan Jelita...😤
🤬🤬🤬🤬🤬🤬
cinta tak harus memiliki Jelita..siapa suruh selingkuh😁😁😁😁
ada ada aja nih jelita 😆😆😆😆😒
gak sia² si Bisma punya mulut bon cabe 🤣🤣🤣🤣
bilang aja kejadian yang sebenarnya...
Bisma salah paham...