NovelToon NovelToon
Boneka Maut

Boneka Maut

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Rumahhantu / Mengubah Takdir / Identitas Tersembunyi
Popularitas:684
Nilai: 5
Nama Author: Rika ananda

seorang gadis kecil yang saat itu hendak pergi bersama orang tua ayah dan ibunya
namun kecelakaan merenggut nyawa mereka, dan anak itu meninggal sambil memeluk bonekanya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rika ananda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

membuang Bruno dari Aisyah

Aminah mengaduk tehnya, matanya menatap kosong ke arah jendela. Cahaya senja menyinari ruang tamu yang terasa sunyi. Sejak kedatangan boneka Bruno, sesuatu terasa berbeda dengan Aisah, putrinya. Perubahannya begitu drastis, membuat Aminah gelisah.

Aisah, yang biasanya ceria dan periang, kini menjadi pendiam dan murung. Ia sering melamun, mata kosong menatap ke suatu titik yang tak terlihat. Tidurnya pun tak nyenyak, sering terbangun di tengah malam dengan keringat dingin. Ia juga sering berbicara sendiri, bergumam tentang Bruno.

Aminah mengingat kembali kejadian beberapa minggu lalu, saat Aisah mendapatkan boneka Bruno sebagai hadiah ulang tahun. Boneka itu memang terlihat cantik, dengan mata yang besar dan bulu yang lembut. Namun, Aminah merasakan sesuatu yang aneh sejak boneka itu hadir di rumah mereka. Sejak itu, Aisah berubah.

Aminah menghela napas panjang. Apakah boneka itu penyebab perubahan Aisah? Apakah ada sesuatu yang salah dengan boneka Bruno? Aminah merasa ada yang disembunyikan oleh Aisah, ada rahasia yang ia tak berani ungkapkan. Perut Aminah terasa sakit, dipenuhi oleh rasa cemas dan khawatir yang tak tertahankan. Ia harus mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi pada Aisah. Ia harus menyelamatkan putrinya. Pikirannya dipenuhi oleh berbagai kemungkinan, berbagai skenario terburuk yang mungkin terjadi. Ia harus bertindak cepat, sebelum semuanya terlambat. Aminah bangkit dari duduknya, langkahnya gontai menuju kamar Aisah. Ia harus berbicara dengan putrinya, ia harus mengetahui kebenarannya. Ia harus menyelamatkan Aisah dari apapun yang sedang menimpanya.

Aminah duduk di tepi ranjang Aisah, menarik selimut tipis untuk menutupi tubuh putrinya yang gemetar. Cahaya lampu tidur menerangi wajah Aisah yang pucat. Mata Aisah menatap kosong ke arah boneka Bruno yang tergeletak di sampingnya.

Aminah menghela napas, suaranya lembut namun tegas. "Sayang," katanya, "Mama ingin bicara denganmu."

Aisah tidak menjawab, hanya menatap boneka Bruno dengan tatapan kosong.

Aminah melanjutkan, suaranya sedikit bergetar. "Mama melihat perubahanmu, Sayang. Kau menjadi pendiam, murung, dan sering berbicara sendiri. Mama khawatir padamu."

Aisah masih diam, jari-jarinya bermain-main dengan rambut boneka Bruno.

Aminah meraih tangan Aisah, mencoba untuk menatap mata putrinya. "Mama tahu, kau sayang sekali dengan Bruno. Tapi… Mama rasa Bruno bukanlah teman yang baik untukmu. Mama rasa… Bruno berbahaya."

Aisah tersentak, matanya menatap Aminah dengan tatapan yang penuh ketakutan. "Tidak, Ma! Bruno bukan berbahaya! Bruno teman baikku!" Suaranya bergetar, menunjukkan betapa ia sangat melindungi boneka itu.

Aminah mencoba untuk tetap tenang. "Sayang, dengarkan Mama. Sejak Bruno datang, kau berubah. Kau tidak seperti dirimu yang dulu. Kau… kau seperti orang yang berbeda."

Aisah menggelengkan kepala dengan keras, menarik tangannya dari genggaman Aminah. "Tidak! Kau salah, Ma! Bruno tidak berbahaya! Ia…" Aisah terdiam, menatap boneka Bruno dengan tatapan yang penuh keraguan.

Aminah melihat keraguan di mata Aisah. Ia tahu, putrinya mungkin tidak sepenuhnya menyadari bahaya yang mengintai. "Sayang," kata Aminah, suaranya lebih lembut kali ini, "Mama mohon, jauhi Bruno. Untuk sementara waktu, simpan Bruno di tempat lain. Mama khawatir padamu."

Aisah masih ragu-ragu, namun tatapannya pada boneka Bruno sudah mulai berubah. Ada sedikit keraguan, sedikit ketakutan di matanya. Aminah tahu, ini adalah langkah pertama. Ia harus terus membimbing Aisah, menyelamatkan putrinya dari pengaruh buruk boneka Bruno.

Beberapa menit berlalu dalam keheningan. Aisah masih memeluk boneka Bruno erat-erat, namun tatapannya sudah tak lagi kosong. Sesekali ia melirik ke arah ibunya, kemudian kembali menatap boneka itu dengan tatapan yang penuh pergulatan batin. Raut wajahnya menunjukkan pertarungan antara rasa sayang dan rasa takut. Jari-jarinya masih bermain-main dengan rambut Bruno, namun gerakannya sudah lebih pelan, lebih ragu-ragu.

Aminah memperhatikan putrinya dengan sabar, menahan rasa cemas yang menggerogoti hatinya. Ia tahu, ini bukan hal yang mudah bagi Aisah. Ia harus memberikan waktu dan ruang bagi Aisah untuk berpikir, untuk memahami.

Akhirnya, Aisah meletakkan boneka Bruno perlahan di sampingnya. Gerakannya lembut, hati-hati, seperti takut menyakiti boneka kesayangannya. Ia menatap boneka itu dengan tatapan yang sendu, kemudian menatap ibunya. Matanya berkaca-kaca, menunjukkan kesedihan dan keraguan.

"Baiklah, Ma," kata Aisah, suaranya lirih. "Aku akan menjauhi Bruno untuk sementara waktu."

Aminah tersenyum lega, menarik Aisah ke dalam pelukannya. "Terima kasih, Sayang. Mama sangat senang. Mama akan selalu ada untukmu."

Aisah memeluk ibunya erat-erat, meneteskan air mata. "Aku takut, Ma," bisiknya.

Aminah mengusap lembut rambut Aisah. "Mama tahu, Sayang. Tapi, selama Mama ada, tidak ada yang perlu ditakutkan. Kita akan melewati ini bersama-sama."

Aisah mengangguk, mencoba untuk lebih tenang. Ia masih merasa sedih karena harus berpisah dengan Bruno, namun ia percaya pada ibunya. Ia tahu, ibunya akan selalu melindunginya. Ia tahu, ia akan baik-baik saja. Ia melepaskan pelukannya, mengambil boneka Bruno, dan meletakkannya di dalam sebuah kotak. Ia menutup kotak itu dengan hati-hati, kemudian menatap ibunya dengan tatapan yang penuh harapan. Ia siap untuk memulai babak baru dalam hidupnya, babak baru tanpa Bruno.

Setelah memastikan Aisah tertidur lelap, Aminah melangkah perlahan ke kamar putrinya. Cahaya lampu tidur masih menyala redup, menciptakan suasana yang tenang dan damai. Aisah tertidur dengan nyaman, wajahnya terlihat lebih tenang daripada beberapa hari terakhir. Aminah merasa lega, namun tetap waspada.

Ia mendekati lemari tempat Aisah menyimpan boneka Bruno. Jantungnya berdebar kencang, seakan-akan ada beban berat yang harus ia pikul. Ia membuka lemari dengan hati-hati, mencari kotak tempat Aisah menyimpan Bruno. Tangannya gemetar saat mengambil kotak itu. Ia menatap boneka Bruno sejenak, mengingat kembali perubahan drastis yang terjadi pada Aisah sejak boneka itu hadir.

Aminah keluar dari kamar Aisah, langkahnya gontai menuju halaman belakang. Bulan purnama menerangi halaman rumah, menciptakan suasana yang sedikit mencekam. Aminah menggenggam kotak berisi boneka Bruno erat-erat. Ia merasa seperti sedang membawa beban dosa, beban yang harus ia lepaskan.

Di sebuah tempat yang agak terpencil di halaman belakang, Aminah menggali lubang kecil. Tangannya masih gemetar saat meletakkan kotak berisi Bruno ke dalam lubang. Ia menimbunnya dengan tanah, kemudian menyiramnya dengan air. Ia merasa lega, seakan-akan beban berat di pundaknya telah terangkat.

Aminah berdiri sejenak, menatap lubang yang baru saja ia timbun. Ia merasa sedih, namun ia tahu bahwa ini adalah keputusan yang tepat. Ia harus melindungi Aisah, meskipun itu berarti harus berpisah dengan boneka kesayangan putrinya. Ia berharap, dengan membuang Bruno, Aisah akan kembali ceria seperti dulu. Ia berharap, kehidupan keluarganya akan kembali normal. Ia kembali masuk ke rumah, langkahnya lebih ringan, hatinya lebih tenang. Ia berharap, ini adalah akhir dari semuanya.

1
Anjar Sidik
keren kk 😁
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!