Setelah mati secara tiba-tiba, Kazuma Hiroshi, seorang programmer jenius, terlahir kembali di dunia lain sebagai seorang World Breaker, kelas terkuat dengan kekuatan yang tak terbatas. Dilengkapi dengan kemampuan manipulasi mana dan sistem yang bisa ia kendalikan layaknya sebuah game, Kazuma segera menyadari bahwa kekuatannya tidak hanya luar biasa, tetapi juga berbahaya. Dalam dunia penuh monster, sihir, dan ancaman dari Reincarnator lain, Kazuma harus belajar memanfaatkan kekuatannya dengan bijak dan menghadapi musuh yang mengincar kehancuran dunia barunya. Petualangan epik ini menguji batas kekuatan, strategi, dan kemanusiaannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reito(HxA), isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
13. Alasan yang Disembunyikan
Kazuma dan Sylvia berjalan melewati hutan yang kian lebat. Angin malam bertiup dingin, membuat mereka berdua menarik napas dalam-dalam untuk menjaga tubuh tetap hangat. Langit malam yang dipenuhi bintang memberi sedikit penerangan, cukup untuk menuntun mereka melewati pepohonan dan semak-semak yang padat.
“Kita harus terus berjalan sampai fajar,” kata Sylvia dengan nada tegas, memimpin jalan di depan.
Kazuma hanya mengangguk. Tubuhnya masih terasa lelah setelah pertarungan sebelumnya, tapi dia tahu mereka tidak bisa berhenti. Penjaga Keseimbangan bisa saja mengirim lebih banyak makhluk setelah mereka, dan berada di tengah hutan saat malam seperti ini bukanlah ide yang baik.
“Apa kau yakin kita akan sampai di desa itu sebelum mereka menemukan kita?” tanya Kazuma, mencoba mengusir rasa gugup yang mulai merayap dalam dirinya.
“Ya,” jawab Sylvia dengan yakin. “Desa itu tersembunyi di balik pegunungan kecil. Penjaga Keseimbangan jarang memasuki area tersebut karena pelindung alami yang ada di sana. Kita akan aman setidaknya untuk beberapa saat.”
Kazuma menghela napas lega meskipun kepalanya masih dipenuhi kekhawatiran. Keheningan kembali menyelimuti mereka, hanya suara ranting yang patah dan langkah kaki mereka yang terdengar.
Ketika perjalanan mulai terasa lebih berat, Kazuma tidak bisa menahan pikirannya dari berkelana. Sylvia—meski dia banyak membantu dan tampaknya bisa diandalkan—masih menyimpan banyak rahasia. Kenapa dia tahu begitu banyak tentang dunia ini dan tentang Penjaga Keseimbangan? Mengapa dia begitu bersemangat untuk membantunya, seorang reinkarnasi yang seharusnya asing di dunia ini?
“Sylvia,” Kazuma memecah keheningan dengan suara pelan, “kenapa kau sangat ingin membantuku? Maksudku, kita baru bertemu, tapi kau tampaknya sudah mengetahui begitu banyak tentang diriku.”
Sylvia berhenti sejenak, memutar tubuhnya untuk menatap Kazuma. Sorot matanya serius, seakan mempertimbangkan jawabannya dengan hati-hati.
“Aku punya alasan pribadi,” katanya akhirnya. “Dunia ini, seperti yang kau lihat, berada dalam bahaya. Penjaga Keseimbangan berusaha mengendalikan segalanya, dan orang-orang yang seperti kita—yang memiliki kekuatan dari luar sistem—menjadi ancaman terbesar bagi mereka. Kau mungkin belum sepenuhnya sadar, tapi kekuatanmu adalah salah satu yang paling berbahaya bagi mereka.”
“Kekuatan dari Kitab Reinkarnasi?” Kazuma bertanya, matanya sedikit menyipit.
Sylvia mengangguk. “Kitab itu memegang kunci untuk membebaskan dunia ini dari kendali Penjaga. Ada alasan mengapa mereka ingin menangkapmu, Kazuma. Mereka tahu potensi yang kau miliki. Jika kau belajar menguasainya, kau bisa mengubah nasib dunia ini.”
Kazuma terdiam mendengar penjelasan itu. Dia masih belum memahami sepenuhnya, tetapi dia tahu satu hal—dia tidak bisa membiarkan kekuatan ini begitu saja. Jika apa yang dikatakan Sylvia benar, dia punya tanggung jawab besar.
“Tapi kenapa aku?” tanyanya lagi, kali ini lebih serius. “Kenapa bukan orang lain yang memiliki kekuatan ini?”
Sylvia tersenyum tipis, namun matanya tetap suram. “Itu pertanyaan yang bahkan aku tidak tahu jawabannya. Dunia ini memilih siapa yang diberi kekuatan, dan entah bagaimana, kau yang terpilih. Mungkin nasib, mungkin takdir, atau mungkin sekadar kebetulan. Tapi sekarang, kau adalah harapan terakhir.”
Kazuma merasakan beban berat menimpanya. Harapan terakhir? Itu tanggung jawab yang jauh lebih besar daripada yang dia bayangkan ketika dia pertama kali terbangun di dunia ini. Dan semua itu terasa semakin nyata.
Perjalanan mereka berlanjut tanpa kata-kata lagi. Hanya desiran angin dan suara langkah yang menemani malam panjang itu.
Ketika fajar mulai muncul, mereka akhirnya tiba di tepi hutan. Di depan mereka, terbentang sebuah lembah dengan bukit-bukit yang menjulang tinggi di kejauhan. Sylvia menunjuk ke arah pegunungan di utara.
“Desa itu berada di balik pegunungan itu,” katanya, suaranya terdengar sedikit lega. “Kita harus berhati-hati. Jalan ini berbahaya, tapi setelah kita sampai, kita bisa beristirahat.”
Kazuma mengangguk, mengumpulkan tenaganya untuk pendakian yang akan datang. Mereka mulai mendaki bukit kecil, dengan pepohonan semakin jarang dan tanah berbatu mulai mendominasi medan. Matahari pagi mulai memancarkan sinarnya, memberikan sedikit kehangatan pada tubuh mereka yang lelah.
“Berapa lama kita akan sampai?” tanya Kazuma.
“Sekitar setengah hari perjalanan lagi,” jawab Sylvia. “Tapi kita harus waspada. Di sini, makhluk liar sering berkeliaran.”
Kazuma menghela napas dalam-dalam. Dia sudah terbiasa menghadapi bahaya, tapi setiap kali mereka bertemu musuh baru, ketegangannya selalu kembali. Dengan Kitab Reinkarnasi di tangannya, dia merasakan sedikit lebih percaya diri, tapi dia juga tahu bahwa kekuatannya masih jauh dari sempurna.
Tiba-tiba, suara gemuruh terdengar dari kejauhan. Kazuma dan Sylvia berhenti, tubuh mereka menegang. Sylvia menatap ke arah suara itu dengan mata waspada.
“Apa itu?” tanya Kazuma, suaranya bergetar sedikit.
“Bersiaplah,” kata Sylvia, menarik pedangnya. “Mungkin kita tidak sendirian di sini.”
Kazuma mengangguk dan membuka Kitab Reinkarnasi, siap menggunakan kekuatannya jika diperlukan. Suara gemuruh semakin mendekat, dan tanah di bawah kaki mereka mulai bergetar. Detak jantung Kazuma meningkat ketika dia menyadari bahwa sesuatu yang besar sedang mendekat.
Dari balik semak-semak, muncul sosok raksasa. Seekor makhluk yang mirip dengan kera raksasa dengan bulu tebal berwarna hitam legam, matanya merah menyala. Makhluk itu mengeluarkan raungan yang menggema di seluruh lembah, membuat Kazuma merasakan gemuruh di dadanya.
“Sialan, ini akan sulit,” kata Sylvia, mengencangkan cengkeramannya pada pedang.
Kazuma merasakan adrenalin mengalir di tubuhnya. Ini bukan saatnya untuk takut. Dia harus mengingat semua pelajaran yang dia dapatkan dari pertarungan sebelumnya. Jika mereka tidak segera bertindak, makhluk itu akan menghabisi mereka.
“Baiklah,” kata Kazuma sambil mengeraskan hatinya. “Aku akan memanggil makhluk pendukung. Kau hadapi dia di depan.”
Sylvia mengangguk tanpa ragu, lalu melompat maju untuk menarik perhatian makhluk itu. Sementara itu, Kazuma fokus pada Kitab Reinkarnasi, membuka halaman yang menampilkan mantra pemanggilan.
“Dari tanah dan api, hadirkan kekuatan yang tak terhentikan! Bangkitlah, raksasa dari magma!” teriak Kazuma, tangannya memancarkan cahaya merah membara.
Tanah di sekitar Kazuma mulai retak, dan dari dalam retakan tersebut muncul makhluk berbentuk raksasa yang terbuat dari lava. Golem magma berdiri tegak di depan Kazuma, tubuhnya berkilauan dengan panas yang menyala-nyala.
“Serang makhluk itu!” Kazuma memberi perintah.
Golem magma berlari ke arah kera raksasa, meluncurkan serangan lava yang panas membara. Pertempuran pun dimulai, dengan Sylvia dan golem magma berusaha melawan makhluk buas tersebut. Kazuma terus fokus, siap mengerahkan lebih banyak kekuatan jika diperlukan.
Pertarungan itu sengit, dengan ledakan dan raungan menggema di seluruh lembah. Kazuma tahu mereka harus segera menyelesaikan pertempuran ini jika ingin selamat dan melanjutkan perjalanan ke desa.
Waktu terus berjalan, dan Kazuma harus menemukan cara untuk mengakhiri pertempuran ini sebelum makhluk buas itu mendapatkan keunggulan.