Anna harus terjebak dengan dua orang laki-laki yang membuatnya harus terpaksa berakhir dengan Maxim yang ternyata adalah teman masa kecilnya dulu.
Ternyata Maxim dan Dexter adalah mantan rekan yang memiliki sifat berbeda jauh.
Akankah Luna menerima cinta Maxim atau malah pergi bersama Dexter.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tessa Amelia Wahyudi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 13
Untuk pertama kalinya Maxim benar-benar merasa hancur. Dia hancur saat melihat Anna yang terbaring di atas ranjang rumah sakit dengan jarum infus yang menancap di kulitnya.
Dia juga baru sadar jika wanita ini semakin kurus, jauh sebelum dia pergi meninggalkannya.Sekarang lihat, wajah cantiknya berubah menjadi pucat saat ini dan tidak ada lagi bibir pink merona itu.
Terdengar lenguhan kecil dari bibir mungil itu hingga membuat Maxim tertegun. Dia berharap bahwa Anna bisa menerima keadaannya saat ini.
"Sshhh..." Anna meringis kesakitan sambil memegangi perutnya hingga membuat Maxim langsung sigap mendekatinya.
"Anna, kau membutuhkan sesuatu?" tanya Maxim khawatir.
Dia mendekati Anna yang merasakan kesakitan akibat melakukan prosesi pengangkatan sisa janin yang ada di rahimnya tadi.
"Tu-tuan..." Anna kaget saat melihat laki-laki itu sudah kembali.
Oh, ya. Dia baru mengingatnya jika dia sempat bertemu dengan Maxim saat laki-laki ini baru saja pulang setelah sekian lama pergi meninggalkannya. Tapi sedetik kemudian dia baru mengingat apa yang terjadi sebelum dia berada di rumah sakit.
"A-anak ku. A-apa dia baik-baik saja?" tanya Anna dengan mata yang berkaca-kaca mengingat kejadian saat dia jatuh.
Pikiran buruk mulai menghantuinya, takut jika terjadi sesuatu dengan calon anaknya. Takut jika dia kehilangan anaknya nanti. Awalnya dia memang merasa keberatan dengan calon anak yang di kandungnya. Tapi, semakin ke sini dia semakin merasa nyaman dengan kehamilannya walau dia sering mual dan muntah.
Sayangnya semua sudah terlambat, terlambat menjaganya jika calon anak yang dikandungnya ternyata sudah pergi meninggalkannya sendirian.
"Katakan jika anak ku baik-baik saja, tuan. Tolong katakan jika anak ku baik-baik saja!" pinta Anna dengan air mata yang menggenang di bola mata indahnya.
Hanya sekali kedipan matanya saja, sudah bisa di pastikan jika air mata bening itu akan jatuh.
Maxim bungkam seribu bahasa. Dia tidak tau harus melakukan apa saat ini. Jujur saja, lidahnya kelu dan tidak bisa mengatakan apa pun saat ini karena dia bingung bagaimana cara menjelaskan pada Anna jika calon anak mereka sudah tidak ada.
"Tuan, katakan di mana anak ku. Dia baik-baik saja kan? anak ku baik-baik saja kan?" tanya Anna lagi sambil meremas selimut miliknya saat ini.
"Tuan, katakan pada ku jika-"
"Anak mu sudah tidak ada! dia sudah tidak ada!" jawab Maxim pada Anna hingga membuat wanita itu terdiam.
Air mata yang sejak tadi di tahannya langsung luruh begitu saja saat dia mendengar apa Maxim katakan.
Sumpah demi apa pun dia tidak ingin mendengar hal ini. Dia benar-benar tidak siap mendengarnya.
"Tidak mungkin kan, tuan? anak ku baik-baik saja kan? anak ku baik-baik saja bukan?" tanya Anna yang masih belum percaya dengan apa yang Maxim katakan padanya, jika anak mereka sudah tidak ada.
"Apanya yang tidak mungkin hah? anak mu sudah tidak ada! dokter mengatakan bahwa anak itu tidak bisa di selamatkan saat dalam perjalanan ke rumah sakit. Lagi pula ini salah mu! ini semua salah mu Anna! ini salah mu!" teriak Maxim yang membuat Anna ketakutan.
Dia tidak menyangka jika Maxim membentaknya dan mengatakan bahwa semua ini kesalahannya.
"Kenapa diam? kau kaget? seharusnya kau sadar bahwa semua ini kesalahan mu! andai saja waktu itu kau tidak berlari, mungkin ini tidak akan terjadi! anak itu masih ada bersama mu!" lanjutnya lagi yang membuat Anna semakin hancur saat mendengar kata-kata Maxim yang mengatakan bahwa dia adalah penyebab segalanya.
Dia yang menyebabkan semua ini terjadi. Andai saja waktu itu dia tidak berlalu, mungkin anaknya masih ada bersama dengan mereka. Tapi ternyata Tuhan berkehendak lain, Tuhan kembali mengambil malaikat yang dititipkan di rahim Anna.
Setelah mendengar apa yang laki-laki itu katakan, Anna langsung memalingkan wajahnya. Dia tidak sanggup melihat ke arah Maxim saat ini karena perasaannya benar-benar sangat hancur.
Melihat reaksi Anna membuat Maxim juga langsung pergi meninggalkan ruangan itu. Dia juga tidak tahu apa yang harus dilakukan yang sekarang ini.
Jujur saja, dia tidak pernah mengalami hal seperti dan dia tidak pernah berada di dalam fase di mana dia harus mengerti.
Kenyatannya dia tidak siap menghadapi semuanya. Jika bisa dia memilih, lebih baik dia berperang dan bertarung dengan orang lain daripada harus berada di posisi sekarang.
Bahkan dia belum pernah sempat menyapa calon anaknya, tapi ternyata Tuhan kembali mengambil anaknya.
Tujuannya saat ini adalah sebuah gereja tua yang berada di dekat rumah sakit. Sebuah gereja yang sangat terkenal di sana.
Maxim datang dan memasukinya. Dia meminta penjelasan dari Tuhan, apa yang di maksud olehnya.
Dia berjalan dengan begitu angkuhnya, memasuki gerejanya itu. Dia berdiri tepat di depan mimbar, dengan mengepalkan kedua tangannya.
"Kenapa? kenapa kau mengambil sesuatu yang telah kau berikan padaku. Kenapa kau mengambilnya lagi bahkan di saat aku belum melihatnya. Katakan apa maksudmu melakukan hal ini? kenapa?" tanya Maxim dengan suara maskulinnya.
Dia benar-benar tidak terima dengan semua ini. Baru saja kemarin dia mendapatkan kabar bahwa wanita itu sudah mengandung calon anak mereka. Tapi kini kenyataannya dia sudah harus kembali kehilangan.
Untuk kedua kalinya dia kehilangan orang-orang yang dia sayangi. Apakah dia tidak pantas merasakan semua ini?
"Jika aku yang berdosa karena semua ini maka hukumlah aku. Tapi jangan pernah berikan hukuman itu pada wanita yang tidak bersalah. Anna tidak bersalah dan calon anakku juga tidak bersalah. Lalu kenapa kau kembali mengambilnya, disaat aku sudah berharap untuk dirinya. Kenapa Tuhan, kenapa?" teriak Maxim hingga membuat penjaga gereja tadi langsung masuk ke dalam ketika melihat ada keributan.
Ternyata Maxim berdiri tepat di hadapan mimbar itu sambil menghadap ke arah Tuhan. Dia ingin meminta pertanggungjawaban pada dia yang telah memberikannya cobaan ini.
"Aku bersumpah bahwa aku tidak akan pernah memaafkanmu atas semua ini Tuhan! Aku tidak akan memaafkanmu karena telah mengambil anakku lagi!" tunjuknya pada gambar patung yang ada di depannya saat ini.
Tiba-tiba saja ada dua orang yang datang menghampirinya dan mencekal tangannya hingga membuat Maxim marah.
"Lepaskan aku!" hardiknya pada dua orang yang mencekal tangannya.
Dia tidak terima diperlakukan seperti itu. Maxim marah hingga membuat keributan di dalam gereja tua tadi. Tempat dia mana dia memberitahukan keluh kesannya terhadap Tuhan.
"Atas dasar apa kamu berani menyentuhku, hah?!" teriaknya marah hingga menghempaskan dua orang yang berusaha menahannya tadi.
"Tapi anda telah membuat keributan disini. Apa Anda tau, bahwa ini adalah tempat orang beribadah? kalau kenapa anda membuat keributan di sini?"
"Aku ingin Tuhan kalian tau, jika dia bersalah padaku! dia telah mengambil anak ku dan aku membencinya! aku membenci Tuhan kalian!" ujar Maxim yang membuat kedua orang itu tau, jika saat ini Maxim dengan berduka karena semua yang dia alami.
Bersambung