Ketika Akbar tiba-tiba terbangun dalam tubuh Niko, ia dihadapkan pada tantangan besar untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan baru yang sama sekali berbeda. Meskipun bingung, Akbar melihat kesempatan untuk menjalani hidup yang lebih baik sambil berusaha mempertahankan identitasnya sendiri. Dalam prosesnya, ia berjuang meniru perilaku Niko dan memenuhi harapan keluarganya yang mendalam akan sosok Niko yang hilang.
Di sisi lain, keluarga Trioka Adiguna tidak ada yang tau kalau tubuh Niko sekarang bertukar dengan Akbar. Akbar, dalam upayanya untuk mengenal Niko lebih dalam, menemukan momen-momen nostalgia yang mengajarinya tentang kehidupan Niko, mengungkapkan sisi-sisi yang belum pernah ia ketahui.
Seiring berjalannya waktu, Akbar terjebak dalam konflik emosional. Ia merasakan kesedihan dan penyesalan karena mengambil tempat Niko, sambil berjuang dengan tanggung jawab untuk memenuhi ekspektasi keluarga. Dengan tekad untuk menghormati jiwa Niko yang hilang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Farhan Akbar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dinamika Pembelajaran
Observasi Akbar Terhadap Roni dan Vin
Akbar mengamati Roni dan Vin, dua sahabat Niko yang selalu tampak nakal di luar kelas. Mereka sering kali mengeluarkan candaan dan bersikap ceria, yang membuat suasana di sekitar mereka terasa lebih hidup. Meskipun sikap mereka terlihat santai dan bebas, Akbar merasa ada yang menarik dari cara mereka berinteraksi.
Ketika pelajaran dimulai, suasana kelas berubah. Sir Thomas, guru asal luar negeri yang mengajar dengan penuh semangat, mampu menarik perhatian semua siswa. Akbar melihat Roni dan Vin, yang biasanya ceroboh, kini mendengarkan dengan saksama. Mereka tampak terlibat, mengajukan pertanyaan, dan mencatat dengan serius.
"Lucu juga," pikir Akbar. "Mereka bisa beradaptasi dengan baik. Ternyata, di dalam kelas, mereka bisa sangat fokus."
Dia terkesan melihat bagaimana semua murid, termasuk Roni dan Vin, seolah hanyut dalam pembelajaran. Tidak ada yang berani mengganggu, dan suasana kelas dipenuhi dengan semangat belajar yang tinggi. Ini menunjukkan bahwa di balik tingkah laku nakal mereka, ada keseriusan dan rasa ingin tahu yang besar terhadap pelajaran.
Akbar merasa terinspirasi. Dia menyadari bahwa meskipun ada tekanan untuk beradaptasi, ada juga kesempatan untuk belajar dan tumbuh di lingkungan ini. Dengan semangat baru, dia bertekad untuk menjadi bagian dari dinamika kelas dan belajar sebanyak mungkin dari pengalaman ini.
Momen Pembelajaran di Kelas
Di tengah pelajaran tentang sejarah dan budaya negara ini, Sir Thomas memulai diskusi dengan pertanyaan, “What do you know about the cultural heritage of this country?”
Kelas sejenak terdiam, semua siswa tampak berpikir. Namun, Roni, dengan semangat yang membara, segera mengangkat tangan.
"I know, Sir!" serunya. "This Country is rich in traditions! For example, batik is famous worldwide, and each region has unique customs and ceremonies. We also have amazing food, like rendang and sate!"
Roni berbicara dengan antusias, menggerakkan tangannya untuk menekankan poin-poinnya. Suasana di kelas pun berubah; teman-temannya mulai tertarik dan mengangguk mendengarkan.
Sir Thomas tersenyum, “Exactly, Roni! Warisan budaya kita adalah bagian penting dari identitas kita sebagai bangsa. What else can you tell me about our culture?”
Dengan semangat Roni yang menular, siswa lain mulai berpartisipasi.
"Well, Sir," Vin menambahkan, "We have diverse languages too! There are over 700 languages spoken in this Country."
Akbar mendengarkan dengan seksama, merasa terinspirasi melihat bagaimana teman-temannya berdiskusi dengan percaya diri menggunakan campuran bahasa Inggris dan Indonesia.
Momen ini menunjukkan bahwa mereka tidak hanya memahami budayanya, tetapi juga bangga dan bersemangat untuk berbagi pengetahuan tersebut. Akbar merasa semakin termotivasi untuk berkontribusi dan belajar lebih banyak dalam lingkungan yang mendukung ini.
Pikirannya tentang Jajanan Jalanan
Akbar hanya tersenyum dan tertawa dalam hati saat mendengar Roni dan Vin berbicara dengan penuh semangat tentang budaya negeri ini. Dia berpikir, “Apakah mereka benar-benar mengetahui betul tentang jajanan jalanan?”
Dalam pikirannya, Akbar membayangkan bagaimana mereka mungkin belum sepenuhnya menyadari kelezatan dan keberagaman jajanan yang ada di jalanan, seperti gorengan, bakso, dan siomay. Ia ingat betapa menyenangkannya menikmati jajanan tersebut bersama teman-temannya di kehidupan lamanya.
"Mungkin mereka hanya tahu dari video atau media sosial," pikirnya. "Tapi jajanan jalanan itu punya rasa dan pengalaman yang berbeda ketika kita menikmatinya langsung."
Dengan senyum di wajahnya, Akbar merasa ingin berbagi pengetahuannya tentang jajanan jalanan yang sering ia nikmati. Momen ini memberi semangat untuk berdiskusi lebih lanjut tentang keunikan budaya tanah air tercinta, terutama sisi-sisi yang lebih dekat dengan kehidupan sehari-hari.
Dia bertekad untuk berbagi informasi ini ketika kesempatan muncul, sehingga teman-temannya bisa merasakan pengalaman yang lebih autentik.
Ketika suasana kelas semakin hangat, Sir Thomas tiba-tiba menoleh ke arah Akbar dan bertanya, “Niko, how about street foods in this country?”
Akbar merasakan jantungnya berdegup kencang. Dia tahu betul tentang kelezatan jajanan jalanan, tetapi sebagai Niko, dia sadar bahwa kemungkinan besar dia tidak pernah merasakan makanan tersebut. Dengan cepat, dia mengambil napas dalam-dalam dan berpura-pura berpikir.
"Um, I think street foods are... popular?" jawabnya, berusaha menjaga nada suaranya tetap santai. “But I haven’t really tried them.” (“Tapi saya sebenarnya belum pernah mencobanya.”)
Meskipun dalam hatinya Akbar ingin menjelaskan berbagai jenis jajanan yang luar biasa, dia tahu bahwa ini adalah bagian dari perannya sebagai Niko. Dia mengamati reaksi teman-temannya dan melihat beberapa dari mereka mengangguk, seolah memahami situasinya.
Sir Thomas mengangguk, “That’s interesting! Street food is a significant part of our culture, and it offers a variety of flavors. Maybe you should try some!”
(“Itu menarik! Jajanan jalanan adalah bagian penting dari budaya kita, dan menawarkan berbagai macam rasa. Mungkin kamu harus mencobanya!”)
Akbar tersenyum, merasa lega karena bisa menghindari pertanyaan lebih lanjut. Di dalam hatinya, dia bertekad untuk mencoba jajanan jalanan tersebut suatu saat nanti, sehingga bisa merasakan pengalaman yang sebenarnya dan berbagi cerita yang lebih autentik dengan teman-temannya.
Saat itu, dia merasa terhubung dengan kehidupannya yang baru, meskipun harus berpura-pura.
Vin, yang tidak ingin kehilangan momen, nyeletuk dengan nada bercanda, “Kita ajah kurang tahu, Sir! Apa lagi si Niko yang baru masuk sekolah lagi.”
Suasana kelas pun dipenuhi dengan tawa. Akbar merasa sedikit tertegun, tetapi juga bisa merasakan kehangatan dari candaan Vin.
Sir Thomas tersenyum dan membalas, “Well, that’s the beauty of learning together! Niko, don’t worry; you’ll have plenty of time to discover all the amazing street foods this country has to offer.”
("Well, itulah keindahan belajar bersama! Niko, jangan khawatir; kamu akan memiliki banyak waktu untuk menemukan semua jajanan jalanan yang luar biasa di negara ini.")
Roni menambahkan, “Yeah, Niko! We’ll take you on a food tour! You can’t miss out on the delicious street food!”
Akbar tertawa dalam hati, merasa senang dengan sambutan yang hangat dari teman-temannya.
Akbar tidak ingin ketinggalan dalam permainan canda itu. Dengan senyum lebar, dia membalas, “Ah, you, Ron. Kayak lu yang tahu ajah!”
Kelas pun dipenuhi tawa, dan Roni menjawab sambil mengangkat tangan, “Well, at least I know where to find the best fried rice!”
Akbar merasa semakin nyaman dengan suasana ini. Momen bercanda tersebut membuatnya merasakan kedekatan dengan teman-teman barunya, meskipun dia masih harus berpura-pura sebagai Niko. Dia berpikir, “Kebersamaan seperti ini memang menyenangkan.”
Sir Thomas, yang melihat interaksi tersebut, ikut tertawa dan berkata, “Great teamwork, everyone! This is what learning is all about—sharing and having fun together.”
Akbar merasa bersemangat. Dengan setiap canda dan tawa, dia semakin merasa bahwa dia bisa menemukan tempatnya di SPS.
Pikirannya tentang Pelajaran Berbahasa Inggris
Akbar melihat sekeliling kelas, memperhatikan teman-temannya yang aktif berpartisipasi dalam pelajaran menggunakan bahasa Inggris. Dalam hatinya, ia berpikir, “Gimana ya orang-orang yang nggak ngerti bahasa Inggris kalau sekolah di sini?”
Dia merasa sedikit cemas membayangkan bagaimana sulitnya bagi siswa yang tidak familiar dengan bahasa tersebut untuk mengikuti pelajaran. “Mungkin mereka akan merasa terasing atau ketinggalan, terutama saat diskusi seperti ini,” pikirnya.
Pengalaman Akbar dengan Bahasa Inggris
Akbar merenungkan kembali kehidupannya sebelum ini. Di masa lalu di kehidupan dia sebagai Akbar yang sebenarnya, dia sering belajar langsung dengan kakaknya, yang merupakan guru bahasa Inggris. Berkat bimbingan kakaknya, Akbar tidak hanya memahami bahasa Inggris dengan baik, tetapi juga merasa sedikit fasih.
“Syukurlah, aku punya kakak yang membantu,” pikirnya. “Kalau tidak, mungkin aku akan kesulitan berinteraksi dengan mereka di sini.”
Dia teringat saat-saat ketika kakaknya menjelaskan tata bahasa, kosakata, dan cara berkomunikasi dengan percaya diri. Pengalaman itu sangat membantunya dalam situasi-situasi seperti di kelas ini, di mana penggunaan bahasa Inggris sangat dominan.
Dengan pemahaman yang dia miliki, Akbar merasa lebih percaya diri untuk berinteraksi dengan teman-temannya.