Elea Inglebert putri semata wayang Delia Djiwandono dan Jarvas Inglebert yang memiliki segalanya namun kurang beruntung dalam hal percintaan. Cintanya habis pada cinta pertamanya yang bernama Alan Taraka. Alan Taraka merupakan seorang CEO Perusahaan Taraka Group yang didalamnya berkecimpung dalam bidang pangan, hotel dan perbankan. Tak hanya itu, Alan Taraka juga berkecimpung dalam dunia bawah yang dimana ia memperjual-belikan senjata api serta bom rakitan dan menjualnya kepada negara-negara yang membutuhkannya. Hanya orang-orang tertentu saja yang mengetahui Alan di dunia bawahnya, dan ia lebih dikenal di dunia bawah dengan sebutan “TUAN AL”. Akankah Elea Inglebert bersatu dengan cinta pertamanya yang merupakan seorang CEO sekaligus MAFIA terkejam di Negeri ini? Lets read!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Endah Sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
4
Kembali ke aula belakang hotel.
Semua berdiri dan bertepuk tangan kepada Alan yang untuk pertama kalinya unjuk bakat.
Dengan mata elangnya Alan menatap tajam satu per satu semua serentak langsung duduk dan terlihat melanjutkan menikmati makanannya masing-masing.
“Dimana adik kecilmu?” Tanya Alan pada El.
“Hah?!” Kaget El.
“Apa perlu ku iris telingamu dulu!” Ancam Alan.
“Heii.. Santai kawan.. Duduklah.. Ada apa ini?” Tanya Denis bergabung setelah mencari Elea di toilet.
“Ku tanya pada dia dimana adik kecilmu itu dan tak ada jawaban yang keluar dari mulutnya”, jawab Alan sambil menunjuk El dengan garpunya.
“Apa yang kau tanyakan?” Tanya Denis.
“Adik kecilmu” jawab cepat Alan.
“Elea?” Tanya Denis sambil menahan senyum sekuat tenaga.
“Hmm” Alan.
“Apa kau menyukai adikku Alan?” Tanya El langsung pada intinya.
“Maksudmu?” Tanya Alan dengan lirikan tajam.
“Kenapa kau tanya dimana dia?” Selidik El.
“Hanya menanyakan saja karna dia tadi duduk disebelahku. Salah?”, datar Alan.
“Oh Tuhan, kalau aku tak tau kau itu siapa sudah ku jahit mulutmu itu!” Kesal El.
“Ngomong-ngomong kemana Lea? Bukankah kau mencarinya? Toilet mana yang kau cari hah?” Tanya El kesal pada Denis.
“Sudah ku cari dimanapun dibantu pegawai hotel namun tak ada di toilet mana pun!” Kesal Denis.
“Apa harus ku cari di Baghdad?!” Kesal Denis lagi.
Tiba-tiba seorang teman Denis datang menghampiri mejanya dan menayakan nomor Elea karna ia tertarik dengannya.
Di luar dugaan, El meninjunya. Tangan El bergetar menahan emosi tingginya agar tak berlebihan. Ia tak ingin menghancurkan acara orang tuanya.
“Pergilah apabila kau masih menyayangi nyawamu. Kau tak melihat Kakakku seperti apa saat ini? Cukup 5 detik dari sekarang, jantungmu bisa berada di luar tubuhmu! Ancam Denis.
Setelah kepergian temannya itu, El menarik nafas dengan kasar sambil mengacak rambutnya. El terlihat sangat kacau karna ia tau, Elea tidak pernah seperti ini dan baru pertama kali menghilang tanpa kejelasan membuat El sangat emosi. Umur boleh bertambah tapi bagi El, Lea masih adik kecilnya.
“Perlu ku guyur es podeng ini?” Tanya Alan meledek emosi El.
“Kau… Ckk..” El mendengus.
“Sudah kau hubungi?” Tanya Alan santai.
“Aih bodohnya!! Kenapa tidak daritadi ya!” Denis merutuki kebodohannya.
Plaaak!!! Bunyi El memukul bahu Denis.
“Sorry Kak. Namanya panik mana inget hp. Wait, ini ada chat Lea. Coba kau buka juga Kak, dia mengiriminya di grup mentok” Denis.
“Mentok? Mengapa aku dihadapkan dengan kakak beradik bodoh ini Tuhan” Ucap Alan keras sengaja memancing emosi keduanya.
“DIAM!!” Kompak kakak beradik ini menatap Alan tajam. Dan Alan hanya tersenyum, menertawakan kebodohan kakak beradik ini memang menjadi suatu hiburannya tersendiri.
“Kaaak…” Tatapan Denis menajam pada El.
Tanpa basa-basi keduanya menarik Alan dan membawanya memasuki mobil. Alan hanya santai saja mau kemana pun itu. Karna ia percaya kedua kakak beradik ini tak pernah mengkhianatinya.
——————————————————————————————————————————————
“Deekkk….” Kompak El dan Denis menggedor pintu kamar Elea. Menghubungi pun percuma karna Elea tak akan mungkin membalas apalagi mengangkatnya.
Seluruh asisten rumah tangga di kediaman Elea pun panik karna sedari tadi Nonanya tak pernah keluar kamar bahkan ketika masuk rumah pun ia berlari seolah menghindar bertemu dengan asisten rumah tangganya. Tak ada Nonanya yang ramah dan santun. Semua pun ikut panik dengan kondisi Nonanya karna tak pernah ia bersikap seperti itu.
Tanpa basa- basi, Alan menghampiri pintu kamar Elea dan menendangnya hanya dengan satu kaki. Pintu itu langsung terbuka.
Elea yang pingsan di atas sajadahnya dan masih menggunakan mukena itu tak membuka matanya walau kebisingan yang dibuat oleh Alan dan Kakak-kakaknya sangat heboh. Elea sudah terlalu lelah menangis meraung-raung hingga energinya terkuras habis ditambah lagi tak ada makanan berat yang masuk ke perut Elea, itu membuatnya semakin tak bertenaga.
Ketika El menggeser posisi tubuh Elea yang tertelungkup, ia kaget melihat kondisi Elea yang seperti itu. Pertama kalinya dalam hidup El dan Denis melihat Elea seperti ini.
Ketika Denis mengangkat Elea ke ranjangnya, dan El sibuk merapikan bantalnya tak sengaja Alan melihat layar ponselnya yang menyala akibat panggilan dari Muttinya. Ya, nama yang tertera dalam layar adalah Mutti namun bukan itu yang menjadi fokus Alan. Alan melihat lockscreen hp Elea yang merupakan dirinya. Alan mengkerutkan keningnya pertanda butuh jawaban dan heran.
Untuk saat ini, Alan menahannya karna melihat kondisi Elea yang tidak baik-baik saja.
El langsung mengumpulkan seluruh pelayan di mansion Inglebert. Ia meminta merahasiakan kondisi Elea pada Tuan dan Nyonya Inglebert, bagaimana pun Elea tak ingin membuat cemas orang tuanya. Dan dengan terpaksa, El membawa Lea ke penthousenya.
“Jangan sampai mulut kalian berbicara kondisi Elea pada Tuan dan Nyonya besar. Elea pasti tak menginginkan hal itu pula. Katakan padanya, Elea belum mendatangi rumah. Mengerti?!”, Ancam El dengan mata memerah menahan air matanya.
Alan berjalan keluar kamar terlebih dahulu dan mengangkat panggilan dari seseorang. “Kau cari tahu seluruhnya, se-detail mungkin dan ingat jangan sampai ada anggota lain yang tahu misi rahasia ini. Kirimkan 1 orang untuk selalu memantau pergerakannya. Jantungmu sebagai jaminanmu, ingat!” Ancam Alan.
“Hey Alan, kemarilah. Ku titipkan adikku padamu sebentar. Aku dan Denis akan mengemas beberapa pakaian dan keperluan sekolahnya.” Ucap tegas El tanpa menunggu jawaban Alan.
“Siapa kau berani menyuruhku! Sial!” Umpat Alan namun El tak mendengarnya.
Setelah selesai, El kemudian bersiap menggendong tubuh Elea yang sedari tadi belum sadar. Entah seberapa mendalamnya kesedihat itu hingga sampai saat ini enggan membuka matanya.
“Tuan Mafia, bisakah kau membantuku membawa perlengkapan Elea karna Kak El bagian menggendong?” Tanya Denis sopan.
“Kau siapa mengaturku! Ingat, aku ini Tuanmu. Beraninya kau!”, umpat Alan.
“El, turunkan cepat! Aku akan membawanya! Kau bawa saja semua kebutuhannya itu! Kau pikir aku ini jongos?!”, perintah Alan yang langsung diangguki El.
Akhirnya Alan yang menggendong Elea. Batin Alan sedikit berbeda hari ini. Ia memandangi lekat wajah Elea, entah mengapa ia merasa hangat ketika bersamanya. Padahal ia tau bahwa Elea berteman dengan adik kembarnya dan sudah biasa ketika sesekali menyapanya namun ini entah bagaimana bisa membuat hangat padahal hanya duduk bersama dan secara tak langsung dijerumuskan oleh kedua manusia laknat itu.
“Ckk… Banyak yang ingin ku tanyakan padamu adik kecil. Mengapa kau tidak segera membuka matamu. Ada hal apa sampai kau seperti ini?! Kau menyusahakanku adik kecil! Oh SHIT!! Bagaimana bisa Jhonnyku terbangun di saat seperti ini! SIAL! Ya, kau membuatku tersiksa adik kecil! Ternyata tubuhmu sangat sexy dan menggoda Jhonnyku! Akhh… SIAL!!” Umpat Alan sambil memandangi wajah Lea.
——————————————————————————————————————————
“Sayang, anak gadismu tak mengangkat sama sekali panggilanku. Bagaimana ini?”, cemas Delia.
“Tenanglah sayang, kau seperti tak mengenal putrimu. Biarkanlah, berikan dia kepercayaan oke. Lagipula ada kedua kakaknya yang menjaga. Cobalah kau hubungi salah satu kakaknya itu.” Nada Jarvas memberi ketenangan pada Del
“Baiklah, coba ku hubungi anak nakal itu. Kau tenanglah”, ucap Lyly pada Delia.
Setelah melakukan beberapa panggilan akhirnya Denis merespon “Kurang ajar kau ya bukannya kau angkat daritadi! Kemana saja kau hah?!” Emosi Lyly meledak.
“Mom… Aku sibuk tadi.”, pasrah Denis.
“Halah, sibukmu itu ngapain sih paling juga soal wanita” Kelit Lyly.
“Mom!! Please!!” Kesal Denis.
“Apa kau bersama Elea? Aunty Delia sangat mencemaskan Elea”, jujur Lyly.
“Ya Mom, Elea bersama kami. Sampaikan pada Aunty Delia, nikmatilah acara disana”, Denis menjawab seadanya karna ia tak ingin membuat panik semuanya.
Denis membuang nafas kasar, sungguh sangat sesak melihat adik kecil kesayangannya kehilangan kesadaran. Entah apa yang terjadi.
——————————————————————————————————————————
Setibanya di Penthouse El, Alan berlari masih tetap menggendong tubuh Lea masuk dalam kamar yang berbeda dengan kepribadian El.
“Akhhh… Leganyaa…” kata itulah yang lolos dari mulut Alan yang langsung mendapat tatapan tajam dari 2 manusia laknatnya.
Tak menunggu waktu lama, dokter pribadi El pun berlarian dengan pelayan penthouse El menuju kamar Elea.
“Bagaimana Dit? Apakah adikku baik-baik saja? Bagaimana bisa dalam kondisi pingsan ia tetap mengeluarkan air mata? Hey, Dit!! Jujurlah!”, cecar El.
“El… Dia dalam kondisi sangat down. Entah karna hal apa yang membuatnya sampai seperti ini. Tolong sebentar saja, jangan memberinya pikiran yang terlalu berat dan jangan biarkan dia sendirian. Karna bisa mempengaruhi kondisi psikisnya yang belum stabil. Untuk lainnya tak ada masalah. Mungkin sebentar lagi dia akan siuman, kau tungguilah adikmu itu. Kontrol emosimu agar adikmu lebih leluasa bercerita. Keluarlah dari ruangan ini agak dia tak terlalu shock. Biar Denis menjaganya terlebih dahulu.” ucap panjang Aditya.
“Dan sorry El. Waktunya aku kembali ke rumah sakit. Percayalah pada adikmu oke, dia akan baik-baik saja” sambungnya.
“Pergilah. Terimakasih.” Singkat El memandang Aditya yang hanya dibalas anggukan saja.
“Lan, sorry.” Hanya kata itu yang terucap dari El. Ia sungguh takut sesuatu terjadi pada adiknya. Ia sadar telah membawa Alan yang notabene Tuannya untuk masuk turut serta membantu menggendong Elea ke Penthousenya.
“Kau berhutang dan Denis pun” singkat Alan.
“Ckk… Dasar manusia kadal” umpat El tersenyum hambar.
——————————————————————————————————————————
Perlahan, Elea membuka matanya dan memegang kepalanya yang sangat pusing.
“Aasshh…. Pusing… Hiks… Hiks…. Ya Tuhan…” lanjut Elea menangis tanpa ia sadari bahwa kini bukanlah dikamarnya.
“Dek..” lembut Denis.
“K..Ka…K… Bagaimana bisa?!”, tanya Lea heran.
“Sudahlah. Kau bisa bercerita nanti. Sekarang kau harus makan oke karna ada vitamin dan beberapa obat yang harus kau minum!” Dengan sabar Denis merawat Lea..