Seorang gadis keturunan Eropa yang berambut sebahu bernama Claudia. Sebagai anak ketua Mafia kejam di bagian eropa, yang tidak memiliki keberuntungan pada kehidupan percintaan serta keluarga kecil nya. Beranjak dewasa dia harus memilih jalan kehidupan yang salah mengikuti jejak ayah nya sebagai mafia, di karenakan orang tua nya bercerai karena seseorang masuk ke dalam kehidupan keluarga nya sebagai Pelakor. Akibat perceraian orang tua nya, dia menjadi gadis yang nakal serta bar bar dan bergabung menjadi mafia. Dia memiliki seorang kekasih yang hanya mencintai diri nya karena n*fsu semata. Waktu terus berjalan membuat dia muak, karena percintaan yang toxic & pengkhianat dari orang terdekat nya. Dia mencoba untuk merubah diri nya jadi lebih baik, agar mendapatkan cinta yang tulus dari pria yang bisa menerima semua kekurangan dan masa lalu buruk nya serta melindungi diri nya. Akan kah ada pria mencintai dan menerima gadis ini dengan tulus? Yuk ikuti setiap bab nya! Happy reading semua 🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Widya Pramesti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cookies Setengah Gosong
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...--------Di Rumah Isabella--------...
Tok! Tok!
"Permisi Tante!" teriak Zen dari arah pintu depan rumah nya.
"Bu, siapa itu?" tanya Claudia menyeka air mata nya dengan mata yang sangat sembab.
"Seperti suara Zen, bentar ibu lihat dulu!" ujar Isabella, yang sangat hafal suara anak tetangga nya itu.
Ia melangkah menuju pintu dan membuka nya.
"Eh, nak Zen. Ada apa datang kemari?" dugaan Isabella benar, ternyata suara itu adalah teriakan dari Zen.
Zen tersenyum sambil memegang sebuah kotak kue kering.
"Maaf mengganggu Tante, aku membawakan cookies untuk Tante dan Claudia" ujar Zen memberi kan kotak kue kering itu langsung ke Isabella.
"Wahhh, repot-repot sekali kamu datang kesini hanya untuk kue ini!" cici Isabella yang langsung mengambil kotak kue kering itu.
"Hehe, tidak repot tante. Kebetulan tadi aku lagi bikin cookies, jadi aku berniat bagi-bagi ke tetangga sekitar sekalian buat tante dan Claudia juga!" ucap Zen dengan tersenyum cengir.
"Kamu pintar masak juga?" tanya Isabella melebarkan mata nya sekilas karena kagum.
"Bisa tante, ibu ku sering mengajarkan diri ku memasak sejak kecil!" sahut Zen dengan malu-malu dan menggaruk kan tengkuk nya yang tidak terasa gatal.
"Hebat nya!"
"Tante jadi penasaran dengan ibu mu, tapi tidak pernah kelihatan di mata ku. Sesibuk itu ya ibu mu, hingga gak pernah kelihatan!" tukas Isabella tertawa kecil, Zen pun ikut tertawa karena memang iya jika ibu nya sangat sibuk bekerja mengelola sebuah restoran makanan khas Eropa sambil menjadi Chef langsung.
"Tante, Claudia nya ada?" tanya Zen.
"Oh ada-ada!"
"Tante hampir lupa nyuruh kamu masuk. Masuk dulu nak Zen, kita ngobrol aja di dalam bersama Claudia, dari pada asik ngobrol di depan pintu kam gak baik!" ajakan Isabella dengan penuh rasa terbuka untuk diri Zen.
"Baik Tante!"
Zen memasuki rumah Isabella dan langsung melihat keberadaan Claudia yang sedang duduk termenung di meja makan.
"Silahkan duduk Zen, tante buat kan minum dulu ya!" ujar Isabella dan Zen hanya menggangguk.
Zen mendarat kan pantat nya di kursi samping dekat Claudia. Claudia yang tidak menyadari kedatangan Zen, karena masih tengah terdiam dan termenung dengan mata yang masih terlihat masih sembab.
"Clau....".
"Kamu kenapa?" Habis nangis ya?"
Zen yang berusaha membuka topik pembicaraan serta penasaran melihat mata Claudia yang terlihat sangat sembab.
Claudia menoleh dan menatap diri nya dengan ekspresi yang tak bersemangat.
"Zen, apa kau pernah merasakan kasih sayang seorang ayah?" seru Claudia yang memberikan sebuah pertanyaan.
Diri Zen, hanya bisa menghelakan nafas nya setelah mendapat kan pertanyaan yang sulit dia jawab. Karena diri nya, juga tidak pernah merasakan kasih sayang dari ayahnya bahkan tidak pernah melihat dan tau seperti apa wajah sang ayah. Dari kecil Zen juga sudah di tinggalkan oleh sang ayah, hanya sang ibu yang merawat nya sendirian hingga kini.
"Aku...juga tidak tau Clau, karena aku sama sekali belum pernah bertemu dengan ayah ku dari kecil!" ujar Zen dengan perasaan sedih.
"Jadi, kau hampir senasib dengan ku?" ucap Claudia.
"Mungkin, tapi aku sudah terbiasa tanpa ayah bahkan tidak akan menerima diri nya lagi jika kembali suatu saat nanti!" tegas Zen, yang ternyata obrolan mereka berdua di dengar oleh Isabella.
"Kenapa kamu bicara seperti itu Zen?"
"Apa segitu nya kamu juga membenci ayah mu?"
Isabella melangkah menghampiri mereka membawakan sebuah minuman Jus dan Cookies di piring kecil serta di sajikan langsung di depan mereka.
"Tante, kata ibu ku. Ayah sudah meninggalkan kami berdua di saat usia ku masih satu tahun, dan tidak pernah kembali sampai sekarang bahkan juga tidak di nafkahi olehnya!"
Zen yang mencoba menceritakan sedikit tentang keluarga nya yang hampir senasib dengan Claudia. Beda nya, kehidupan Claudia berantakan setelah perceraian orang tua nya.
"Astaga, tega sekali ayah mu. Maafkan tante nak, setelah mendengarkan cerita mu. Tante terharu dan salut dengan ibu mu itu sudah menjadi wanita yang sangat kuat menerima cobaan seperti itu!" tukas Isabella.
"Iya tante" Zen hanya bisa tersenyum tipis.
Claudia mendengarkan sedikit cerita Zen, merasa malu karena ada yang lebih malang nasib kehidupannya di banding kisah keluarga dia.
"Em, Zen...!" tegur Claudia mencoba tidak mecueki diri nya.
"Ada apa Clau?" sahut Zen dengan nada lembut.
"Gimana cara kamu menjalankan hidup tanpa harus memikirkan nasib keluarga mu itu?" tanya Claudia yang masih sedikit canggung menanyakan tentang hal seperti itu, tapi diri nya sangat butuh tips supaya tidak semakin terpuruk dalam kesedihan selalu.
"Oh soal itu...hemmm!"
"Kalau aku sih, kembangkan hobby ku dan keluar dari zona tersebut!" jawab Zen dengan jelas.
Claudia menaikkan ujung alis nya sedikit serta bingung dan mencoba bertanya lagi.
"Kembangkan hobby? Kenapa dengan cara seperti itu?".
"Ya kalau kamu sibuk dengan mengembangkan hobby mu atau mencoba menggapai impian mu juga. Pasti lama-lama kamu tidak akan peduli lagi soal masalah yang ada di keluarga mu!"
Claudia menggangguk mengerti, "oh seperti itu, oke nanti akan coba cara kamu tersebut. Apakah berhasil di dalam diri ku atau tidak!"
"Iya, aku akan mendukung dan membantu juga Clau!" Zen reflek menggenggam tangan Claudia di depan Isabella.
Isabella tengah menahan senyumnya karena melihat sang putri mendapatkan perhatian penuh dari pria baik menurut dirinya.
"Ibu ke toilet dulu ya bentar, perut ibu mules!" alasan Isabella, yang sebenarnya memberikan kesempatan kepada sang putri dan Zen untuk saling terbuka dan tidak canggung lagi.
Claudia tidak menghiraukan perkataan ibu nya, diri nya malah terdiam sejenak saat Zen menggenggam tangan nya tanpa izin dan reflek.
"Eum, Zen!"
"Seperti nya kamu sedikit berlebihan!" lirih Claudia dengan canggung dan Zen langsung peka, ternyata dia tidak sengaja menggenggam tangan Claudia.
Zen melepaskan genggaman itu, mereka pun terlihat canggung bersama setelah genggaman itu terlepaskan.
"Ka-kamu, sebenarnya ada apa datang kesini?" tanya Claudia yang masih terlihat canggung.
"Oh, tadi aku cuma antari Cookies Coklat buatanku untuk mu dan tetangga lain juga!" jawab Zen yang langsung menarik piring kecil berisi Cookies yang sudah di letakkan di atas meja dari tadi.
"I-ini...punya mu? Ah maksud ku, ini buatan mu?" Claudia melirik dan menujuk ke Cookies tersebut.
"Iya Clau, coba di cicipi!"
"Di jamin pasti enak!"
Claudia yang sedikit ragu mencicipi dengan bentuk Cookies terlihat setengah gosong. Tapi diri nya mencoba menghargai pemberian orang, mau tak mau harus di terima dan di cicip.
"Hem, Lumayan. Not bad rasa nya walau agak pahit sih!" guman Claudia mencicipi satu potong Cookies.
"Hehe, Sorry ya yang ini memang agak gosong sedikit karena aku teledor!" tukas Zen merasa malu karena kali ini dia sedikit ceroboh saat memasak sehingga cookies nya jadi setengah gosong.
"Tapi ini lumayan enak loh, kamu belajar resep nya dimana?" ujar Claudia sambil mengunyah.
"Resep yang ada di buku ibu ku!" ucap Zen dengan bangga.
"Hem, btw kamu mau ajarin aku memasak gak?"
"Soalnya aku belum pernah nyentuh dapur dikit pun!" seru Claudia yang memang tidak ahli soal urusan pekerjaan rumah tangga terutama bagian memasak.
"Boleh Clau, kapan kamu mau?"
"Kalau besok, selepas jam kuliah gimana? Tapi, belajar nya di rumah kamu aja!" Kata Claudia.
"Oke, dengan senang hati!" sahut Zen dengan penuh semangat. Seperti nya dirinya hampir berhasil untuk meluluhkan hati Claudia.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...----------------...
...bersambung...................
🥰🥰🥰🥰🥰🥰
mampir juga dikarya aku ya jika berkenan/Smile//Pray/
🥰🥰🥰🥰🥰
🥰🥰🥰🥰🥰