Nai, seorang wanita yang menjadi janda diusia yang masih muda dan memiliki dua orang anak yang berusia enam tahun dan tiga tahun.
Suami tercinta meninggalkannya demi wanita lain. Tudingan dan hinaan dari para tetangga acap kali ia dengar karena kemiskinan yang ia alami.
Akankah Naii dapat bangkit dari segala keterpurukannya?
Ikuti kisah selanjutnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti H, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
semua
Naii telah selesai mengerjakan barang dagangannya. Ia menggoreng pisang dan bakwan diwarung sembari menunggu pelanggan.
Beberapa gorengan sudah siap dijual. Hingga saat ia melihat seseorang yang datang dengan terburu-buru.
Seorang wanita dengan memakai pakaian yang sangat terbuka dan mengehentikan motornya tepat didepan kiosnya.
Raut wajahnya terlihat penuh amarah dan ia menghampiri Naii dengan tatapan tajam.
"Heei, jandaa, ngapain kamu teriak-teriak rampok pada Kang Hardi, sampai membuat ya harus mendekam dipenjara selama 5 bulan," omel wanita itu dengan nada sengit.
Naii mengerutkan keningnya. Ia merasa bingung dengan apa yang dikatakan oleh wanita yang tak lain adalah Selly.
"Aku,?" Naii menunjuk wajahnya sendiri, "Teriakin Kang Hardi rampok?" Naii mengulangi ucapan Selly yang membuatnya sedikit bingung. Kemudian ia menggelengkan kepalanya."Sudah gila, selalu saja cari masalah," guman Naii dan kembali menggoreng pisang.
Selly yang merasa dicuekin semakin kesal."Heei, janda, aku lagi ngomong sama kamu, cabut surat laporan yang membuat Kang Hardi tertahan, dan dipenjara," teriak Selly dengan sengit.
"Biarkan saja ia membusuk dipenjara, apa peduliku padanya," tukas Naii dengan santai.
Selly semakin terbakar rasa kesal. "Dasar janda sialan, ini semua karena kamu yang mencuri motor Kang Hardi dan menjualnya," Selly menarik pundak Naii yang saat ini sedang fokus menggoreng. Pergerakan menarik pundak Naii dengan tiba-tiba tanpa sengaja membuat minyak goreng panas didalam sudip itu tertumpa dan mengenai lengan Selly yang berada dibelakang Naii,.sebab Naii bergerak menoleh kebelakang.
"Aaaaarrg, panaas," teriak Selly yang berlari keluar sembari meringis menahan rasa panas dan menjalar menjadi perih karena tumpahan minyak goreng panas tersebut.
Naii hanya menatap bingung kepergian Selly yang menahan sakit.
"Sepertinya Aku tak pernah teriaki Kang Hardi rampok?" Naii mendenguskan nafasnya dan kembali melanjutkan pekerjaannya.
Ditempat lain, Ahnaf bersemangat untuk menjadi seorang hafiz. Ia pernah bercita-cita untuk dapat sampai ke negeri Mesir dan menjadi salah satu universitas kebanggaan yang menjadi impian banyak para santri.
"Ahnaf, coba kamu pelajari dulu tentang tajwidnya dahulu ya, jangan terburu-buru, fahami dan amalkan," nasehat seorang pria tampan berusia 35 tahun. Sosok itu adalah seorang ustaz yang mengajar dipesantren tersebut, dan disinyalir adalah anak pemilik pondok.
Bocah itu menganggukkan kepalanya, kemudian mengikuti apa yang diajarkan oleh pria terlihat begitu berwibawa, tetapi juga terlihat tenang.
Ia tertarik dengan kepribadian dan semangat yang diperlihatkan oleh Ahnaf. Penuh semangat dan pantang menyerah. Ia tak menjadikan kekurangannya sebagai alasan untuk bermalas-malasan.
"Bagus, kamu harus tetap semangat, jangan kecewakan ayah dan Ibumu yang sudah berjuang dan bersusah payah untuk menitipkanmu ditempat ini, dengan tujuan agar kamu menjadi anak yang berguna,"
"Bukan Ayah, tapi ibu," Ahnaf menyela.
Hal tersebut membuat sang ustaz tercenung. Ia melihat ada tatapan tak suka dari bocah laki-laki itu saat menyebutkan kata 'Ayah'.
Terlihat air mukanya berubah drastis, ada banyak kisah kelam yang ditorehkan oleh sosok yang dipanggil oleh bocah tersebut.
"Dia bukan ayahku," ucap Ahnaf lirih.
Sang ustaz tersenyum, kemudian mengusap ujung kepala sang bocah.
"Mengapa begitu?"sang ustaz mulai kepo.
Bocah itu menarik nafas berat. Tatapannya terlihat nanar, ada jutaan rasa sakit yang tercipta dihatinya.
"Ayah sering memukuli ibu jika tidak diberi uang. Begitu juga dengan kami. Bahkan kini ia telah pergi bersama wanita lain, ibu berjuang sendiri," jawab Ahnaf.
Sang ustaz terdiam setelah mendengarkan penuturan dari bocah lugu tersebut. Ia membelai lembut rambut Ahnaf, dan itu baru pertama kalinya ia merasakan kelembutan dan kasih saya dari sosok seorang pria dewasa.
"Belajarlah dengan bersungguh. Jangan pernah membencinya, bagaimanapun ia adalah ayahmu, dan Ahnaf tidak akan pernah ada didunia ini tanpanya, doakan yang terbaik untuk ayah," ujar sang ustaz, kemudian mengecup ujung kepala sang bocah dan berpamitan pergi.
Ada ribuan kupu-kupu yang berterbangan didalam hatinya saat merasakan kelembutan dari pria bernama Daffa. Ia begitu nyaman, bahkan terlalu jauh berkhayal tentang sosok tersebut.
Naii masih sibuk melayani pembeli. Saat bersamaan, mbak Fhitry melintas dan ingin membeli gorengan.
Melihat banyak sekali orang yang membeli. Ia membantu melayani dan juga mengambil untuknya.
"Wah, syukur ya Naii, akhirnya dagangan kamu mulai dikenal orang orang," ucap Mbak Fhitry sembari memasukkan beberapa gorengan ke dalam kantong kresek.
"Alhandulillah, Mbak, berkat doa Ahnaf yang terus merengek minta masuk pesantren,"
Seketika mbak Fhitry tercengang. "Masuk pesantren? Lau bagaimana dengan dirinya disana? Siapa yang mengurusnya nanti?" cecar mbak Fhitry.
"Saya sudah lakukan pembahasannya dengan pihak pesantren, dan mereka mau menerimanya, hanya saja saya minta keringanan untuk pakaiannya dilaundry, sebab kakinya masih belum sempurna kesembuhannya," jawab Naii.
Fhitry menganggukkan kepalanya. "Semoga ia lekas diberi kesembuhan dan kembali berjalan lagi,"
"Aamiin," sahut Naii dengan cepat.
"Masalah biaya, yakinlah, jika kita menolong Agama Allah, maka Allah juga akan menolong kita dari arah yang tidak disangka-sangka," mbak Fhitry menyemangati sahabatnya.
Seketika Naii tersenyum sumringah. Ia merasakan mood booster setelah mendengar kalimat yang diucapkan oleh satu-satunya wanita yang kini menjadi sahabatnya diperantauan, dan ia tak memiliki siapapun ditempat ini, kecuali Rabbi-Nya.
"Makasih, Ya, Mbak, atas semuanya. Aku merasakan jika tidak ada satupun penolong dan tempatku bergantung selain Ia sang Khaliq," jawab Naii, tanpa terasa air mata meluncur dari sudut matanya dan ia merasakan begitu lega dihatinya.
Fhitry memeluk sahabatnya, memberikan dukungan sepenuhnya, selagi itu masih dijalur yang lurus.
Naii melepaskan pelukan tersebut, dan menatap wanita itu dengan rasa penasaran. "Mbak, tadi Selly datang kemari dan melabrakku. Dia mengatakan kalau aku teriakin rampok dan buat laporan pada kepolisian sehingga pria itu mendekam dipenjara," ucap Naii yang tiba-tiba mengingat peristiwa siang tadi.
Fhitry tersenyum. "Biarkan saja ia mendekam disana, itu tempat terbaik untuknya, dan ia harus merasakan apa yang selama ini menjadi perbuatan buruknya," sahut mbak Fhitry, "Fokuslah pada usahamu, ibadahmu, dan juga anak-anakmu," Insya Allah semuanya akan berjalan dengan apa yang diharapkan,"
Naii menganggukkan kepalanya. Ia mulai belajar sedikit demi sedikit tentang kehidupan dari wanita dihadapannya.
"Jika kita merasakan rezeki kita begitu sempit dan tak ada satupun yang menolong kita, maka ingatlah, Ada Allah yang memiliki keluasan rezeki memenuhi langit dan bumi, serta seisinya, dan mintalah padanya Sang pemberi rezeki, dengan shalat dan berdoa," Fhitry memberikan sedikit tausiyah dan menjadi ustazah dadakan.
Naii merasakan kenyamanan serta rongga didadanya begitu lapang.
"Makasih, mbak, atas segalanya, aku akan mengingat semua apa yang sudah mbak sampaikan, terimakasih sudah hadir dihidupku, dan menjadi penasehatku," sahut Naii dengan senyum penuh kebahagiaan.