Arumi Khoerunisa, seorang wanita yatim piatu yang peristri oleh seorang pria yang selalu saja menghina dirinya saat dia melakukan kesalahan sedikit saja.
Tapi kehidupan seketika berubah setelah kehadiran tetangga baru yang rumahnya tepat disampingnya.
Seperti apakah perubahan kehidupan baru Arumi setelah bertemu tetangga baru?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rishalin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
Arumi membaca pesan dari Erlan. Ada tersirat kesedihan di dalam isi pesannya itu.
Begitu juga dengan Arumi, ia juga merasakan hal yang sama, justru Arumi merasa jauh lebih sedih dan kecewa karena kebersamaan mereka beberapa saat yang lalu harus berakhir begitu saja.
[Iya, gak papa.] balas Arumi yang pura-pura baik-baik saja.
Sepulangnya dari pasar, Arumi sudah sangat terlambat. Apalagi akhirnya Arumi tak sempat membeli apa-apa di sana.
Yang ia lakukan, hanya berfikir tentang Erlan-Erlan dan Erlan dalam benaknya.
Fokus Arumi seketika buyar karena insiden mereka yang hampir ketahuan oleh Rika tadi.
Alhasil di rumah juga Arumi sangat kerepotan. ia belum masak untuk makan malam, belum beberes rumah, dan bahkan belum sempat mencuci baju.
Arumi belum melakukan hampir semua kegiatan yang setiap hari harus ia kerjakan. Kegiatan yang kini sudah terbengkalai begitu saja.
Sedangkan Ibrahim beberapa saat kemudian akhirnya sudah sampai di rumah. Ia merasa heran, karena melihat Arumi yang masih sibuk dengan pekerjaan rumah.
"Kamu habis pergi?" tanya Ibrahim tiba-tiba saat Arumi masih kerepotan menata makanan di meja makan.
"Cuma ke pasar, Mas. Gak ke mana-mana."
"Ooh... "
Setelah mendapat jawaban dari Arumi, Ibrahim langsung melangkah masuk kamar.
Ibrahim bergegas membersihkan diri sebelum waktu makan malam berlangsung sebentar lagi.
Setengah jam kemudian, Ibrahim sudah terlihat lebih segar setelah membersihkan diri.
Wajah yang sebelumnya lesu dan lelah, berganti menjadi wajah berseri yang sangat menyejukkan mata.
Ibrahim memang lumayan tampan, bahkan kalau sedang seperti ini, ia terlihat dua kali lebih tampan dari biasanya.
Mungkin itulah yang membuat Arumi dulu langsung jatuh hati padanya.
Ibrahim menghampiri Arumi yang sudah lebih dulu duduk di meja makan. Ia langsung duduk di hadapan Arumi dan mulai makan malam yang sudah Istrinya sediakan.
Arumi menyiapkan nasi, sayur, dan lauk ke piring milik Ibrahim. Tapi, sesaat kemudian nampak raut wajah Ibrahim tiba-tiba terlihat tak menyenangkan.
"Mana soto yang aku minta, Arumi!" Ucap Ibrahim ketus.
Arumi mendadak gugup. Ia tak menduga kalau Ibrahim akan mempermasalahkan hal ini yang rupanya masih menginginkan makanan yang dipesannya tadi pagi.
"Emmhhh itu, Mas. Tadi di pasar aku malah lupa beli bahan-bahannya." kilah Arumi yang tak bisa lagi menyembunyikan rasa cemasnya.
Brakkk!!!
Ibrahim tiba-tiba menggebrak meja. Wajahnya benar-benar berubah marah dan murka.
"Kamu tuh ya, sukanya menyepelekan aku! Makanya jadi lupa kaya gitu!"
"Bukan kaya gitu, Mas. Aku ..."
"Udahlah, Arumi. Aku jadi malas buat makan malam!" Ibrahim dengan cepat beranjak lalu meninggalkan Arumi dan masuk ke dalam kamar.
Arumi membiarkan Ibrahim sendiri dulu untuk beberapa saat. Karena kalau sekarang Arumi memaksakan untuk bicara pada Ibrahim, Arumi yakin emosinya masih belum mereda dan Ibrahim akan lebih marah lagi padanya.
Hingga beberapa saat kemudian, Ibrahim sendiri yang memanggil Arumi.
Arumi dengan cepat menemui Suaminya. Arumi pikir hati Ibrahim sudah sedikit luluh. Tapi, ternyata wajah murkanya malah semakin terlihat.
"Arumi!!!" bentak Ibrahim setelah Arumi sampai di hadapannya.
"Kemejaku yang ini belum kamu cuci, hah!" Ibrahim mengambil kemeja biru dari dalam keranjang baju kotor dan memperlihatkannya pada Arumi.
"Maaf, Mas, tadi aku belum sempat cuci baju." Arumi semakin menundukkan pandangannya.
"Maaf... maaf. Terus aku besok mau pake baju apa, hah?"
"Kan, masih banyak kemeja Mas Ibrahim yang lain."
"Pinter ya kamu sekarang berkilah!" tukas Ibrahim.
"Aku maunya yang ini! Titik!"
"Aku bisa mencucinya sekarang, Mas."
Arumi hampir mengambil kemeja yang sedang di pegang Ibrahim. Tapi Ibrahim menarik kembali kemeja itu dengan sangat kasar.
"Gak, usah. Dasar istri gak becus!" umpat Ibrahim.
Arumi meraih lengan Ibrahim, berusaha mendekap tubuhnya untuk meminta maaf. Arumi ingin menunjukkan rasa penyesalannya padanya.
"Mas Ibrahim!" gumam Arumi bernada memohon.
Tapi tiba-tiba saja Ibrahim malah mendorong tubuh Arumi untuk menjauh darinya. Sampai Arumi terjatuh ke lantai karena sikap kasarnya itu.
"Aku muak sama kamu, Arumi!" maki Ibrahim lagi.
'Ya... Tuhan, cuma karena kesalahan kecil kaya gini aja, kenapa Mas Ibrahim sampai hati ngomong kaya gitu sama aku?'
Kata-kata Ibrahim benar-benar sangat menyakitkan bagi Arumi. Tanpa terasa Arumi menangis karena perlakuan Suaminya itu. Tangisan yang hanya air mata, tanpa suara sedikit pun.
Tok.. Tok.. Tok..
Samar-samar Arumi mendengar suara ketukan pintu saat ia tengah dirundung kesedihan karena Ibrahim.
Arumi bergegas menghapus air matanya. Mengeringkan kedua pipinya agar tak berbekas sama sekali.
Arumi keluar dari kamar menuju ruang tamu hendak membukakan pintu untuk seseorang yang datang. Namun, Ibrahim sudah lebih dulu melakukannya. Ia nampak membuka pintu utama yang sudah berada di hadapannya.
"Malam, Mas!" sapa tamu itu yang tak lain adalah Erlan.
Sosoknya bisa Arumi lihat dengan jelas dari keberadaannya yang tengah berdiri di ambang pintu antara ruang tamu dan ruang tengah.
"Hai. Ada apa?" balas Ibrahim.
"Ikut kami barbequean, yuk, Mas, di depan!" ajak Erlan.
"Berbequean?"
"Iya. Kalau cuma aku sama Rika doang, gak rame. Kurang seru. Makanya aku ngajak Mas Ibrahim sama Arumi. Kamu mau, kan, Rum?" Kali ini tatapan Erlan tertuju ke arah Arumi yang sudah sejak tadi menyadari keberadaannya.
Arumi tak langsung menjawab, ia justru malah langsung menoleh ke arah Ibrahim.
Arumi bermaksud untuk menunggu jawaban dari Ibrahim, apakah dia bersedia atau malah menolak ajakan Erlan.
"Baiklah, ayo! Kebetulan aku juga lagi laper." ucap Ibrahim pada akhirnya.
Arumi refleks tersenyum senang. Entah apa yang membuatnya merasa senang.
"Ayo!" ajak Ibrahim pada Arumi dengan nada ketusnya.
Rupanya rasa marahnya pada Arumi masih belum hilang sama sekali.
"Iya, Mas!" Arumi segera berjalan mengikuti Ibrahim dan Erlan.
Langkah mereka bertiga menuju ke halaman depan rumah Erlan. Di tempat itu sudah ada Rika yang tengah sibuk membakar daging di atas perapian.
"Aku bantu, ya!" ucap Arumi seraya menghampiri Rika.
"Gak usah, Mbak! Udah mau beres, kok. Mbak Arumi tinggal duduk aja, nanti aku siapin daging bakarnya." Jawab Rika mencegah niat Arumi.
Arumi hanya bisa patuh, ia segera ikut duduk bergabung dengan Ibrahim dan Erlan yang tengah asik berbincang.
Mereka duduk di sebuah karpet tebal yang digelar di atas rerumputan. Duduk di bawah langit malam dengan hawa dingin yang lumayan menyengat.
"Gimana studio foto kamu? Aku lihat banyak banget pengunjungnya." ucap Ibrahim yang terus asik mengobrol bersama Erlan.
"Iya, Mas. Untung mereka langsung tau kalau studio fotoku pindah ke daerah sini." jawab Erlan sambil sesekali mengutak-atik ponselnya.
"Emang sebelumnya buka di mana?"
"Di jalan Cempaka. Dekat rumah orang tuaku."
"Oh..."
Di tengah-tengah perbincangan Ibrahim dan Erlan, tiba-tiba ponsel Arumi berdering.
Arumi yang sebelumnya ikut menyimak perbincangan Erlan dan Ibrahim, kini perhatiannya tertuju ke arah benda pipih dalam genggamannya.
"Erlan!" batin Arumi saat tahu pesan masuk itu dari pria yang kini tengah duduk di sebelahnya, meski ada jarak sedikit yang memisahkan mereka.
[Kamu tadi sampai rumah jam berapa?] Itulah pesan yang di kirimkan Erlan.
[Agak sorean!] balas Arumi tanpa sepengetahuan Ibrahim.
[Tadi sayuran yang udah kamu beli. Malah kebawa sama aku. Maaf, ya! Kamu jadi gak bisa masak soto, kan? Makanya, Mas Ibrahim aku ajak barbequean kaya gini biar kamu gak kena marah.]
Arumi sekilas menoleh ke arah Erlan karena sangat terenyuh dengan apa yang Erlan lakukan.
[Iya, gak papa. Makasih, juga udah bela-belain bikin kaya gini] balas Arumi lagi.
"Taraaaa ...! Dagingnya udah mateng! Ayo kita nikmati!" Ucap Rika yang tengah berjalan ke arah mereka bertiga sambil membawa nampan besar berisi irisan daging bakar yang terlihat sangat lezat.
Mereka semua berniat hendak langsung menikmatinya.
"Awww ... Panas!" pekik Rika saat ia hampir melahap irisan daging yang tertancap di garpu yang sedang ia pegang.
************
************
dan jika saling sadar jika pernikahan termasuk dalam hal ibadah kpd Tuhannya, maka seharusnya Memiliki rasa Takut ketika melakukan hal diluar yg dilarang dalam suatu pernikahan itu sendiri....
walau bagaimanapun alasannya, alangkah baiknya jika diselesaikan dulu yg sekiranya sdh rusak...
Jika masih dalam suatu hubungan pernikahan itu sendiri, Jangan coba-coba melakukan hal yg berganjar: Dosa besar !!!!
bodohmu itu lho ,,