Kisah cinta Halalillah dan Hilal dimulai dari sebuah rumah tahfidz, mereka memilih menjadi Volunteer, dan itu bukanlah keputusan yang mudah, berani menggadaikan masa muda dan mimpinya pilihan yang amat berat.
Menjaga dan mendidik para penghafal qur'an menjadi sebuah amanah yang berat, begitu juga ujian cinta yang dialami Halal dan Hilal, bukan sampai disitu, kehadiran Mahab dan Isfanah menjadi sebuah pilihan yang berat bagi Hilal dan Halal, siapa yang akhirnya saling memiliki, dan bagaimana perjuangan mereka mempertahankan cinta dan persahabatan serta ujian dan cobaan mengabdikan diri di sebuah rumah tahfidz?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon emha albana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Wahai Sang Maha Cinta
Ash-shalaatu was-salaamu 'alaiyk, Yaa imaamal mujaahidiin, Yaa Rasuulallaah Ash-shalaatu was-salaamu 'alaaik, Yaa naashiral hudaa, Yaa khayra khalqillaah Ash-shalaatu was-salaamu 'alaaik, Yaa naashiral haqqi yaa Rasuulallaah Ash-shalaatu was-salaamu 'alaaik.
Yaa Man asraa bikal muhayminu laylan nilta, Maa nilta wal-anaamu niyaamu, Wa taqaddamta lish-shalaati fashallaa kulu man fis-samaai wa antal imaamu wa ilal muntahaa rufi'ta kariiman wa ilal muntahaa rufi'ta kariiman wa sai'tan nidaa 'alaykas salaam, Yaa kariimal akhlaaq yaa Rasuulallaah, Shallallaahu 'alayka, Wa 'alaa 'aalika wa ashhaabika ajma'iin, suara Tahrim berkumandang, di dinginnya Subuh yang menusuk sampai ke pori-pori kulit.
Adakah pujian terindah yang membelah diantara fajar? Menembus dalam kelambu jiwa yang haus akan kerinduan, hanya untuk satu menit menunggu suara seruan mengantarkan untuk bertemu si pemilik Lahul Mahfudz, air mata taubat menjadi tinta dalam guratan takdir hidup, sungguh kerinduan bertemu dengan Mu adalah sejatinya kerinduan yang tak pernah merasakan dahaga, sungguh menitipkan cinta dan harapan pada manusia hanya sebatas nafas yang tersengkal menanti perpisahan itu tiba, tidak ada yang hakiki selain cinta-Mu, tiada sebaik-baiknya penolong selain pertolongan-Mu.
Apakah air mata penyesalan, sanggup untuk mensucikan diri yang berlumur dosa? Wahai Tuhan yang maaf-nya lebih dahulu daripada Murkah-nya, yang Rahman-nya lebih dahulu daripada kebenciannya.
Subuh, menjadi awal harapan seorang anak manusia yang bertaruh senyumnya daripada air matanya.
"Segala puji bagi Allah yang menghidupkan kami kembali setelah mematikan kami, dan kepada Allah kami dibangkitkan." Bibir Halal pertama bahas dengan pujian.
Rampung sholat Subuh, ia memulai aktifitas-nya, ia membuka kotak yang biasa ia menyimpan uang, yang tersisa hanya satu lembar Sebuluh Ribu dan Dua Pecahan Logam Lima Ratus Rupiah.
Kardus dan botol bekas air kemasan sudah siap dan tersusun rapih di atas gerobak, perutnya terasa lapar, ia ke dapur dan memasak air hangat barang sebentar, ada sisa teh celup bekas malam dan sisa gula putih yang menempel di toples yang sudah mengering, Halal mencoba mengumpulkannya, lumayanlah setengah sendok ia berhasil Kumpulkan.
"Bismillah, Allah Engkaulah yang melemahkan dan Engkau juga yang menguatkan." Ia mulai meminum segelas teh yang warna nya pucat, pudar sari-sari daunnya.
Langkahnya tertatih, ia mencoba menguatkan bahu dan hentakan kedua kakinya, mendorong gerobak yang sudah penuh dengan muatan.
Agar tak mubazir setiap kayuh roda gerobak berputar, Halal iringi dengan sholawat dan doa pagi hari. Biar tidak mubazir, waktu dan tenaga yang dikeluarkan, agar ia mendapat dua kebajikan dunia dan akhirat.
Rasanya sudah tidak pantas baginya untuk menyesali jalan takdir yang sebegini beratnya.
"Ayah, Ibu Halal sudah nggak sanggup, sampai kapan Ya Allah, berakhir sakit-nya dunia yang hamba tak kuasa." Jerit Halal yang sudah kebahisan tenaga mendorong gerobak.
______________&&&&&__________
Seperti bercermin di kaca yang sama dengan orang yang berbeda, Rizka adalah Halal dan Halal adalah Rizka, wanita di penghujung zaman yang langkah ditemui.
Selepas beranjak sholat Subuh, Rizka pergi ke dapur dan ia mengambil secubit garam, ia masukan ke dalam pangkal lidah, sebagai penguat dan asupan mineral, karena sudah tidak ada lagi uang yang bisa ia belikan makanan pengganjal perut.
Di hadapan foto kedua orang tuanya, Rizka menyembunyikan kesedihan.
"Abah, Umi....Liar nih, anak Abah dan Umi masih kuat hadapi hidup." Sambil memukul lengan atas layaknya atlit angkat berat.
Namun kenyataannya berbeda, disaat ia tidak berhadapan dengan foto kedua orang tuanya, justru Rizka meneteskan air mata.
"Allah, Rizka capek...maaf yah Rizka ngeluh lagi!" Isak tangis pecah dalam ketidak berdayaannya tanpa kedua orang tua.
Ia berusaha tegar dan menghapus air matanya, dengan langkah kaki yang berat ia meninggalkan rumah menujuh kios laundry milik Bu Mira, dan ia hanya sebagai pegawai harian yang dibaru menerima upah seminggu sekali, hanya sebesar 200 Ribu Rupiah.
Ia memulai memasukan pakaian ke dalam mesin cuci, dan menyeterika setumpuk pakaian, dengan kondisi perut yang kosong.
Begitu juga Halal, baru saja sampai di lapak Barang bekas milik Cak Darsimun ( 44 thn ) langganan Halal menjual barang hasil pengulakannya.
"Wih, Alhamdulillah yah, banyak juga barang bawaannya Lal."
"Iya Pak," Sudah tak berdaya dan hampir pingsan.
"Eeeeh....eeeeh....Aduh! Pasti belom sarapan kamu yah?! Cem..macem..." Ucap Cah Darsimun sambil menopang tubuh Halal, dan meletakan ia di kursi. Lelaki Madura itu masuk ke dalam ruangan dan mengambil air putih hangat dan sebungkus roti.
"Duuh....aduh, kan makan dulu Halal, jangan makasin diri kalo nggak kuat, kan bisa telepon bapak, biar diambil di rumah mu."
Setelah minum air hangat dan memakan roti yang diberikan Mas Darsimun Halal mulai memiliki tenaga dan perut terasa hangat.
"Nggak apa Pak, tadinya Halal kira itung-itung olah raga."
"Yaudah, laen kali bilang, biar bapak yang ambil ke rumah. Kamu tunggu dulu yah, biar cepet saya timbang.
Cak Darsimun langsung membawa barang-barang Halal ke timbangan dan menyusun kembali barang-barang di dalam gerobak.
Pria berkumis tak lama kembali menemui Halal dan memberikan Dua lembar uang seratus ribuan dan selembar Dua puluh ribuan serta Lima Ribu.
"Nih, hasil timbangan kardus dan botol bekas mu, semua ada satu kintal dua kilo, ini Cak lebihin uangnya untuk nambah-nambahin beli beras."
"Terimakasih Pak, Jadzakumullah, moga Allah ringankan rezeki Bapak."
"Amin."
"Halal pamit balik ya Pak."
"Yah, hati-hati, kalo nggak kuat duduk aja dulu dan istirahat disini."
"Kuat kok Pak, terimakasih air hangat dan rotinya."
"Sama-sama."
"Assalamualaikum."
"Walaikum salam."
Halal meninggalkan lapak sambil membawa gerobak kosong, ia tidak bisa diam ketika melihat botol dan kardus di jalan berserakan dan ia segera dimasukan ke dalam gerobak.
Di perjalanan ia menemui tukang gorengan, uang yang baru saja di dapat ia belikan gorengan dan tidak jauh ia ke warung kopi dan membeli dua bungkus air teh manis panas, dan tiga bungkus roti.
Sengaja ia menghentikan gerobaknya di depan sebuah kios laundry, Hilal membawakan gorengan dan teh manis hangat untuk Rizka.
Gayung bersambut, disaat Rizka merasakan perutnya yang sudah kosong dan asam lambung mulai naik, suara salam Halal membawa sebuah harapan.
"Assalamualaikum, Rizkaaaaa!" Teriak Halal.
"Walaikum salam," Rizka keluar dari kios laundry dan menyabut sahabatnya dengan senyum.
"Waah, tumben."
"Ini ada sedikit rezeki untuk ganjel perut aja sih." Halal mengeluarkan makanan dan minuman yang ia beli dari gerobak.
"Alhamdulillah."
"Aku tahu kamu juga belom sarapan bukan?!"
"Iiii...iya Lal."
Halal pun mengambil selembar uang Dua Puluh Ribu Rupiah dari saku celananya.
"Ini untuk pegangan kamu, lumayan untuk beli Mie Instan untuk seminggu, dan Teh sama gula, cukup nggak cukup, yah cukupin...haha." Tawa Halal pecah, karena dia tahu uang yang ia berikan tidak cukup untuk seminggu.
"Alhamdulillah makasih Lal, moga Allah bales kebaikan kamu dan nanti gantian deh yah, kalo aku sudah terima upah."
"Sudah simpen aja uangnya, kita lagi butuh untuk Nebus ijazah dan bayar uang perpisahan."
"Oh iya yaaa..."
"Makan dulu walau cuma gorengan yah, untuk bohong-bohongin lidah dan perut aja, yang penting terisi biar kuat sampe sore."
Mereka mulai menyantap gorengan dan meminum teh hangat.
kalo kita pandai bersyukur,apapun yg Alloh kasih,akan terasa nikmat
kefakiran tidak menjadikan kalian kufur nikmat
Rizk & iskandar🥰🥰