Berawal dari menemukan seekor kadal di sawah ladangnya, Kadal yang tak lajim. Ekor ( buntut ) bercabang dua, dan berlekuk seperti lekuk keris.
Bu Surmi, wanita paruh baya yang menemukan kadal tersebut.
Namun naas, bagi hewan tersebut yang dibunuh mati oleh Bu Surmi. entah apa alasannya.
***
Namun siapa sangka.
Ternyata kadal itu kadal Jejadian dari sebuah JIMAT PUSAKA yang akan diturunkan pada Surmi. Sebagai salah satu keturunan dari cerita legenda Eyang Cakra Buana. Ratusan tahun silam.
Karena telah membunuhnya, akhirnya Bu Surmi terpaksa harus meminta maaf pada Eyang Cakra Buana yang akhirnya Bu Surmi pun dimaafkan, bahkan pada akhirnya, Bu Surmi sah diwarisi Keris Jimat Pusaka dari leluhurnya itu.
Namun sayang, Keris Jimat Pusaka itu banyak yang menginginkannya terutama dari kalangan para demit dan siluman.
Apakah Bu Surmi bisa menggunakannya, ketika mendapatkan Jimat tersebut?
Dan siapakah yang akan TERKENA TULAH dari Jimat Pusaka tersebut....!??"
Yuk disimak ceritanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Abah NasMuf, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 13. Perjalanan Menuju ke Bukit Halimun. Part 1.
#Pukul 13:15 WIB. Di salahsatu kosan mahasiswi.
"Dreeett...dreeettt.."
Ponsel Fatma bergetar di atas nakas dekat ranjang ukuran kasur 160x200.
Tampak seorang gadis cantik. menggeliat sedikit merasa terganggu dengan getar smartphone nya sebagai tanda ada sebuah panggilan. Sejurus kemudian tangan kanan gadis mungil itu mengambil benda pipih di atas nakas. Dilihatnya nama yang memanggil diaplikasi hijaunya.
"Tumben. Ada apa gerangan bocah ini menghubungi aku?" Gumannya.
"Hallo... Assalamualaikum. Ada apa, Di...kakak baru bangun, kamu kenapa kok suara nya serak. Kayak habis menangis. Udah gede masih nangis..?"
"(Hiks... Hiks... Ibu Kak.. Ibu sakiiit...)"
"Apaaa.... Ibu sakit..!!? Sakit apa Di!"?
"(Kepalanya katanya sakit Kak. Adi udah beliin obat, tapi malah marah-marah. teriak-teriak lagi. Katanya sakit sekali. Adi dan Bapak juga sangat kaget..!!)"
"Te.. te..trus sekarang gimana keadaannya... !?, sudah di bawa ke puskesmas..? apa kakak harus pulang..?"
"(Ibu nggak mau dibawa ke Puskesmas, Kak.. Sekarang ibu lagi diobati oleh Mbok Darsih. Katanya sih Ibu kesambet, sepulang dari sawah, kayaknya Ibu lagi tidur, nggak teriak-teriak lagi. Mbok Darsih juga masih di sini.)"
"Ooowh.. Syukurlah. Mudah-mudahan segera sembuh lagi. Nanti kalau ada apa-apa, segera kasih tahu kakak yah.."
"( Iya Kak..! )"
"Ya sudah. Bapak gimana kabar?"
"( Baik, Kak..Kakak gimana?)"
"Alhamdulillah... Kasih kabar ke Bapak, kakak juga dalam keadaan baik."
"(Alhamdulillah... syukurlah kalau kakak baik-baik saja. Tadi Adi hanya panik saja Kak. Takut terjadi apa-apa pada Ibu.)"
"Ya sudah. Kamu tenang ajah.... Kalau terjadi apa-apa, Kamu segera hubungi Kakak yah...salam Ibu dan semuanya. Bilangin sama Ibu, jangan terlalu capek. Nyuruh orang saja untuk ngurus sawah dan ladang. Sama Bapak juga. Bilangin. Jangan capek-capek. Kamu belajar yang rajin dan semangat yah.. Ingat, sarjana pertanian itu harus benar-benar kamu capai suatu hari nanti.."
"( Ba..baik Kak. Akan Adi bilangin ke Ibu dan Bapak. Ya udah, Kak. Adi tutup dulu panggilannya yah. Kakak juga baik-baik di sana. Kata Bapak, jangan banyak keluyuran kalau nggak ada hal penting mah. Assalamualaikum)"
"Iya Di... Waalaikumsalam."
nut..nut..nut..
Suara panggilan terputus.
Fatma menghela nafas. Bayangannya tertuju pada sang Ibu yang baru saja dikabarkan sakit mendadak.
"Pantesan dari semalem perasaanku tiba-tiba merasa nggak enak. Apalagi setelah mimpi buruk tadi malam. Hhhhmmmh semoga saja Ibu sehat lagi seperti biasa. " Gumam Fatma, kemudian ia beranjak dari tempat tidurnya. Langsung ke kamar mandi membersihkan badannya yang terasa gerah.
Fatma adalah anak pertama Pak Amet dan Bu Surmi yang kini sudah memasuki semester 6 di salah satu fakultas di Tasikmalaya. Walaupun Pak Amet dan Bu Surmi hanya sebagai petani yang kesehariannya dihabiskan di ladang dan sawahnya, namun kedua pasangan paruh baya itu sangat memperhatikan pendidikan anak-anaknya.
Gadis yang sudah menginjak dewasa itu begitu sangat menyayangi kedua orang tuanya. Dia sangat menyadari bahwa orang tua nya menyekolahkan dan menguliahkannya dengan jerih payah dan biaya yang tidak sedikit.
Pantas saja, ketika mendapat kabar tentang Ibunya, Fatma hampir syok. Beruntung Pardi langsung memberi kabar lagi, bahwa ibunya tidak apa-apa karena Mbok Darsih sedang mengobatinya.
Kedua anak Pak Amet dan Bu Surmi memang tipe anak yang rajin, penurut dan patuh pada orang tua nya. Pak Amet berhasil memberikan didikan pada kedua anaknya.
Fatma ingin menjadi seorang akuntan bisnis. Dan Pardi bercita-cita ingin menjadi Sarjana Pertanian.
"Adi ingin menjadi seorang Sarjana Pertanian yang sukses. Pak. Pardi Slamet Anggara, SP. Hehehehe" Kelakar Pardi suatu ketika disaat ditanya cita-cita masa depan oleh Pak Amet, Ayahnya.
"Kalau menyebutkan cita-cita harus yakin dan serius, Jang ( Panggilan di daerah sunda buat anak laki-laki; Red.) jangan sambil candaan, biar cita-cita nya bisa diraih." Pak Amet menasehati anak bujangnya.
"Dan aku ingin menjadi seorang akuntan handal, Pak. Yang nantinya mengelola usaha hasil pertanian dan mendirikan perusahaan sendiri.!" Sambung Fatma, tidak mau kalah. Mereka sedang berkumpul di ruang keluarga dan menikmati hangatnya kebersamaan.
"Kalau kalian tekun, rajin dan semangat pasti akan meraih apa yang dicita-citakan. Karena ibu dan bapak setiap saat selalu berdoa buat masa depan kalian.!" Bu Surmi menimpali yang muncul dari dapur, tangannya membawa dua piring singkong goreng yang masih mengepul dan di letakkan di meja depan suami dan anak-anaknya.
Benar-benar keluarga kecil yang hangat, bahagia dan sejahtera, walau Pak Amet dan Bu Surmi hanya sebagai petani yang berada di pedesaan jauh dari kota. Tapi mereka bersyukur dengan karunia Tuhan yang telah diberikan.
#Satu Minggu Kemudian.
Fatma ditelfon lagi. Kali ini Bu Surmi yang menelepon langsung pada anak gadisnya. Dan memberitahukan bahwa sudah sehat seperti sediakala. Bu Surmi juga memberitahu tentang rencana keberangkatan ke Bukit Halimun.
Walau pada awalnya Fatma kurang menyetujui rencana ibunya itu dengan berbagai alasan, namun akhirnya menyetujui juga.
"Baiklah kalau itu suatu kebaikan untuk Ibu. Dan dengan niat untuk berziarah ke makam nenek moyang, Fatma setuju saja. Yang penting, Ibu hati-hati dan jaga kesehatan." Timpal Fatma saat ibunya menelepon.
("Iya Nok, (sebutan di sebahagian daerah Sunda pada anak gadis. Ada juga dengan panggilan 'Neng'.; red.) terima kasih. Pasti ibu akan baik-baik saja dan selalu hati-hati, kamu juga jaga diri dan kesehatan kamu yah. Jangan lupa makan. Jangan sampe telat."). Jawab Bu Surmi di seberang sana. Tidak lama, sambungan telfon ibu dan anak itu terputus.
***
#Di kediaman Pak Amet
Esok harinya.
Hari kamis pagi-pagi sekali. Bu Surmi dan Pak Amet sudah bersiap untuk pergi ke rumah Mbok Darsih.
Setelah memberikan beberapa pesan dari Bu Surmi pada Pardi, anak lelakinya, Bu Surmi langsung bergegas menghampiri Pak Amet yang sudah menghidupkan mesin sepeda motornya. Segala sesuatunya pun sudah disiapkan terutama perbekalan makanan buat di jalan dan di sana nanti.
Menit kemudian.
Motor Pak Amet yang membonceng Bu Surmi melaju perlahan. Setelah di jalan besar, langsung meluncur ke arah selatan, menuju kediaman Mbok Darsih.
Butuh waktu 10 - 15 menit untuk bisa sampai di rumah Mbok Darsih.
Dan akhirnya Pak Amet dan Bu Surmi sudah sampai di depan rumah Mbok Darsih. Tampak wanita sepuh itu sudah siap, segala peralatan yang dibutuhkan, seperti pakaian ganti, air, dan juga nasi timbel telah Mbok Darsih siapkan tidak lupa, golok kecil sudah ia siapkan serta tongkat kayu lekuk tiga kesayangannya yang selalu ia bawa ketika berangkat jauh.
Benar-benar kentara sekali, aura dan kharisma dari wanita sepuh itu.
"Kamu nggak ngopi dulu. Met?" tanya Mbok Darsih basa basi saat Pak Amet sudah di depannya.
"Nggak Mbok, terimakasih. Tadi sudah minum teh hangat sebelum berangkat kesini.
"Ya sudah, kalau sudah siap. Mbok berangkat dulu yah...!"
"Iya Mbok. Hati-hati!"
" Pak. Ibu berangkat yah." kata Bu Surmi sambil menyalami dan menciumi punggung tangan suaminya.
"Kamu hati-hati yah. Jangan jauh dari si Mbok." Suara Pak Amet mendadak terasa serak dan berat. Entah kenapa, ada rasa berat juga ditinggal isterinya itu, yang padahal mungkin hanya 2 atau 3 hari saja.
Karena memang moment nya yang berbeda. Bu Surmi dan Mbok Darsih bukan mau berangkat ke Kota, melainkan untuk pergi ke hutan yang mungkin sangat beresiko pada keamanan kedua wanita tersebut. Hal ini lah yang membuat Pak Amet terasa berat. Tapi demi kemauan isterinya, Pak Amet hanya bisa mengiyakan dan mendoakannya.
tolong bantu dari pihak Mangotoon nya....
kayak nama tetangga ku hHaha
lanjut yuk... ber Horor ria.... hehehe