Maulidya Alissa Agraham, atau yang kerap disapa Lidya, gadis 20 tahun yang mati ketika menjalani sebuah misi. Hidupnya yang dipikir sudah berakhir justru malah terbangun di raga seorang gadis didunia lain yang dikenal buruk dalam beretika. Sikapnya yang pemalu dan tidak percaya diri membuatnya diolok-olok oleh bangsawan lain.
Namun sebuah perubahan terjadi ketika gadis itu terbangun dari pingsannya. Sikapnya tiba-tiba berubah menjadi tegas dan tidak mudah ditindas membawa kehebohan besar diseluruh Kekaisaran. Mereka yang menghinanya dulu kini berlutut memohon ampunan. Para pelayan yang merendahkannya terbujur kaku dengan kepala yang terpisah. Ditambah lagi, kedatangan Lidya saat itu membawa banyak perubahan sejarah di seluruh Kekaisaran.
Misinya adalah menjadi wanita terkaya disana
Namun apadaya jika semua laki-laki justru tertarik padanya?
Dan, takdir? Apakah benda ini benar nyata?
Semua keanehan ini..
Tidak masuk akal
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Atiiqah Alysia Hudzaifah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
13 | Akhir para pelayanan 1
Tak
Tak
Tak
Lidya sedang dalam perjalanan menuju ruang kerja Duke ditemani Oliver dibelakangnya. Tujuan utamanya kali ini adalah Alverd. Dan biasanya Alverd disaat-saat seperti ini masih berada di ruang kerja nya. Ketika hendak berbelok disebuah persimpangan, samar-samar dirinya mendengar perbincangan mengenai dirinya.
"Hey kalian tau, anak itu sekarang berubah dan semakin merasa berkuasa disini."
"Benar, benar! Kudengar juga Oliver kini sudah tunduk pada anak itu."
"Kalian sudah dengar 'kan berita tentang Oliver yang ditampar berkali-kali didepan umum?"
"Benar! Aku bahkan melihatnya sendiri."
"Aku pernah dengar, namun aku tidak percaya."
"Salahmu yang kemarin keluar, padahal saat itu sangat seru lhoo.."
"Hey kalian, aku tadi dengar katanya anak itu juga ingin membuang semua gaunnya"
"Benarkah?"
"Iya tadi ku dengar..."
Memuakkan!
Sepertinya para pelayan disini sangat hobi membicarakan majikannya, seperti ini contohnya. Dan yang menjadi perbincangan hangat disini adalah Lidya dan Oliver.
Yaa.. awalnya Lidya tidak peduli namun ketika dia melirik Oliver melalui ujung matanya, terlihat wajah Oliver yang nampak sedang menahan amarah ketika mendengar percakapan para pelayan tadi. Hahaha..
Sejenak Lidya berpikir, bukankah sudah cukup membiarkan mereka tertawa lepas seperti ini. Tidak 'kah ia sudah cukup baik membiarkan mereka hidup hingga detik ini. Bagaimana kalau sekalian saja kita selesaikan para pelayan ini disini. Lidya juga sudah muak berlama-lama dengan pelayan pribadi sialannya ini.
Tak..
Tak..
Tak..
Mendengar suara langkah kaki mendekat membuat seluruh perhatian menoleh kearahnya. Gricella dengan gaun merahnya membuat seluruh pasang mata tertegun.
Rambut pirang keemasan, mata biru yang indah, kulit cantik seputih susu, dipadukan dengan gaun merah. Menambah kesan tersendiri darinya. Wajahnya yang terlihat manis sangat cocok dengan gaun merah yang dikenakannya saat ini, itu membuat kesan dewasa sebagai nilai plus untuknya.
Lidya yang menyadari seluruh perhatian mengarah padanya pun menyeringai. Memang ia tidak pernah belajar mengenai etika para bangsawan, namun, tidak dapat dipungkiri dirinya juga cukup mengerti beberapa aturan dasar yang harus diterapkan pada setiap bangsawan dimanapun.
Dagu yang terangkat tinggi menyadarkan mereka akan tingkatan yang jauh berbeda, mata yang menatap lurus ke depan membuat mereka yakin tujuan nona ini adalah para pelayan disana, jalannya yang lurus tanpa ragu membuat sebagian besar orang disana merasa segan hingga memilih menyingkir demi memberinya jalan, dan rambutnya yang berterbangan menambah keindahan disetiap langkahnya.
Lidya berhenti, meneliti beberapa orang pelayan yang menatapnya dengan pandangan yang berbeda. Lalu salah satu dari mereka maju, masih dengan menatap sinis dirinya, dan dilihat dari gerakan tangannya, dia ingin menampar wajahnya.
Lidya mencoba untuk tidak menghindar dan membiarkan dia bertindak agar tidak menimbulkan kecurigaan.
Plak
"Shhhh pelayan sialan!!" Umpat Lidya kesal. Meskipun tau kalau wajahnya akan ditampar, tapi tetap saja sakit ketika merasakannya.
Hahahaha..
"Bagaimana rasanya nona setelah merasa berkuasa. Sakit? Atau, malu. Hahahaha.."
Hahahaha..
Lidya dengan santai menatap pelayan didepannya menilai 'kecepatan tangannya payah..namun kekuatannya sedikit lebih baik!'
Tak membiarkannya berakhir begitu saja, Lidya segera membalasnya dua kali lipat.
Plak
Plak
H e n i n g ~
Semua diam, mereka seakan tidak percaya dengan yang dilakukan Lidya barusan. Pelayan lain yang tidak terima temannya di perlakukan seperti itupun maju, merangkul pundak temannya yang diam dengan tangan yang masih tertempel di pipinya, mungkin dia syok.
Lidya tidak peduli.
Dan sekarang, dihadapannya ada tiga pelayan yang menghadang jalannya. Salah satu dari mereka meneliti penampilan Lidya dari atas sampai bawah, tangannya dilipat dengan tatapan merendahkan. Pelayan itu mengarahkan jari telunjuknya ketengah-tengah dahi milik Lidya lalu mendorongnya kuat.
"Hei kenapa anak seperti ini bisa diadopsi oleh duke kita." Tanyanya keras yang disambut gelak tawa merendahkan dari pelayan lain.
"Haha mungkin duke sangat ingin memiliki anak sampai-sampai gelandangan pun jadi anaknya"
Hahaha..
"Padahal bila memang ingin mempunyai anak kita pasti siap bukan?"
"Benar lihatlah anak ini, tidak ada hal khusus yang bisa dibanggakan darinya. Lalu kenapa anak ini merasa lebih tinggi dari kita?"
"Itu benar, dasar anak tidak tau diri"
"Nona bodoh yang tidak bisa ber'etika"
"Mempermalukan nama baik Velvord"
"Anak angkat tapi merasa bangga"
"Tidak ada harga dirinya"
Dan masih banyak lagi bisikan-bisikan yang terdengar
Lidya menatap semuanya dingin. Mungkin bila kejadian ini dilakukan pada abad ke-20 inilah yang disebut sebagai penindasan, dan bila disekolah maka pembulian.
Kurang ajar!
Lidya sedikit melirik kearah Oliver untuk melihat reaksi apa yang diberikan.
Namun sesuai dugaannya, Oliver memasang wajah puas ketika melihatnya. Oliver yang menyadari dirinya ditatap pun balas menatap, lalu dia tersenyum miring seolah meremehkan nasib dari Lidya.
Haha seperti yang dikatakan Lidya sebelumnya, Oliver tidak akan selamat dari kemarahannya sebentar lagi, dan bertambahlah daftar kematian untuk para pelayan yang hanya menyaksikan ini nantinya, Lidya pastikan itu.
Rasanya Lidya terlalu baik untuk menunggu sebuah pembalasan.
Namun, sebelum dia membalas semua perlakuan yang dilakukan oleh pelayan-pelayan rendahan ini, tiba-tiba dari arah belakang ada seseorang yang memotongnya.
"Ka-"
"HENTIKAN KALIAN SEMUA!!"
Lidya diam, begitu pula yang lain. Mereka semua memusatkan pandangannya kearah satu objek saat ini. Seorang pelayan kecil yang berjalan ke arah mereka dengan penuh amarah. Lidya yang turut penasaran pun ikut menoleh kearah belakang dan dibuat keheranan. Meski tidak berharap, Lidya tetap terkejut melihat ada seseorang yang membelanya disini.
"Kalian! Apa yang kalian lakukan hah! Dia adalah nona disini dan dengan beraninya kalian memperlakukannya seperti itu?!"
Semua saling pandang menatap satu sama lain lalu mereka semua tertawa seolah yang dilakukan pelayan itu adalah hal yang lucu.
"Hey kau pelayan baru itu bukan? Aku akan memaklumi sikap mu tadi karena kau masih baru disini."
HAHAHAHA
Pelayan itu mengernyit, apa yang lucu. Dasar gila.
"Aku disini memang masih baru, akan tetapi apakah kalian tidak malu dengan sifat rendahan yang kalian tunjukan pada pelayan baru ini? Kurasa tidak, kalian kan tidak punya malu." Ujar pelayan itu tanpa rasa bersalah
Para pelayan disana menggeram marah lalu salah satu dari mereka maju berniat membalas pelayan tadi. "Kau! Kau berani padaku?! Jangan karena kau masih baru aku akan diam saja bila kau hina, aku bahkan bisa membuatmu berhenti karena takut menginjakkan kakimu lagi disini." Desisnya.
"Oh, kakak pikir aku takut?" Ujar pelayan itu dengan tatapan polos yang terkesan mengejek.
"Kau!!" geram pelayan disana "Besar juga ya nyalimu!" Kali ini Oliver yang membalas. "Kau itu masih baru, bukankah seharusnya kau menjaga sikapmu dihari pertama bekerja?" Ujarnya geram.
Pelayan baru itu tertawa sinis "ya aku akui aku masih baru, tapi ini bukanlah hari pertamaku bekerja. Aku sudah satu bulan disini jadi aku tidak bisa dikatakan masih baru"
"Satu bulan? lalu kenapa-" Oliver bingung,
Seakan mengingat sesuatu Oliver melotot marah "Oh jadi kau pelayan kurang ajar yang dengan seenaknya menatapku hari itu!" Bentak nya keras.
"Oh jadi kakak masih ingat rupanya, baguslah kalau begitu."
"Kau pikir aku akan diam saja setelah hari itu?!"
"ADA APA INI!!"
Lidya yang sedari tadi diam menyimak perdebatan pun menoleh ke sumber suara. Dirinya melihat seorang pelayan yang menggunakan baju berbeda dari pelayan biasanya dengan lencana terpasang di dada pelayan tersebut.
Hmm sepertinya dia orang berpangkat disini?
Lidya mengarahkan pandangan ke arah sekitar, dia mencari seseorang. Dan hap dia menemukannya, seorang kesatria penjaga mansion yang diam saja ketika dirinya ditindas. Haha sepertinya bukan cuma para pelayan dan koki yang tidak menganggapnya disini, namun para kesatria pun juga seperti itu.
Hmm
senyum miring terbit di bibirnya
Bertambah lagi daftar kematian untuk seseorang~
Lidya kembali mengarahkan pandangannya pada para pelayan. Terlihat, meski kesal, mereka tetap menundukkan kepala mereka sebagai rasa hormat.
"SALAM KEPADA ANDA KEPALA PELAYAN, ROSELLA."
"Angkat kepala kalian! Jelaskan padaku apa yang terjadi?!"
"Ah nona ini tadi--" ucapannya dipotong oleh pelayan baru itu.
"Mereka lagi-lagi menindas nona Gricella, bibi kepala. Bahkan mereka tanpa ragu menampar dan menjambak nona."
Mendengarnya membuat orang yang dipanggil bibi kepala melirik kesal kearah para pelayan bahkan pengawal dan kesatria disana.
"Lagi-lagi?"
"Lalu apa yang kalian lakukan sebagai pengawal dan kesatria disini?! Nona kalian ditindas dan kalian hanya diam?!" Tanyanya marah.
Melihat para pengawal hanya diam dan beberapa mengalihkan pandangannya membuatnya berdecih. Ia lalu berjalan kearah Lidya lalu mengelus wajahnya yang memerah dengan tatapan pilu.
"Apakah masih sakit?"
Lidya menggeleng pelan. Melihat pancaran dari mata wanita didepannya membuatnya ingat pada bibi yang membesarkannya di rumah.
Ah jadi rindu..
"Syukurlah" ujarnya tersenyum.
"Dan kalian" geramnya tertahan. "Berani sekali kalian menampar nona! Kalian tau? Kalian sudah sangat keterlaluan! Nona Gricella adalah nona disini. Meskipun nona bukanlah putri kandung Alverd, tetapi dia tetaplah anak sahnya. Sudah jelas dari nama belakang nona yang bahkan telah diakui kaisar."
"Dan bila sampai Alverd tau anak perempuannya ditindas oleh pelayan yang bekerja untuknya, seberapa marahnya dia? Dasar bodoh! Kalian juga para kesatria tidak becus dalam berkerja. Didepan mata kalian jelas sekali terlihat putri dari tuan kalian sedang ditindas, dan dengan lancangnya kalian diam saja?! Benar-benar tidak termaafkan."
Semua diam, tidak ada yang berani menjawab karena mereka pun merasa yang dikatakan kepala pelayan disini adalah benar. Tetapi tetap saja harga diri mereka berhasil mengalahkan hati nurani mereka.
Salah satu dari mereka maju.
"Mau dia nona disini atau tidak, dia tetaplah putri yang tidak sah secara biologis. Kami hanya menyegani mereka yang 100% memiliki ikatan darah dengan bangsawan terlebih bila anggota kerajaan. Dan anak ini? Asal-usulnya bahkan tidak jelas dari mana, bagaimana mau disegani dan dihormati." Ujarnya ketus.
Mereka semua mengangguk membenarkan pelayan tersebut. Itulah yang dirasakan para pelayan selama ini. Rasa tidak terima sekaligus iri.
"Tapi kehadirannya sudah diakui oleh kaisar--"
"Lalu kenapa?" Ujarnya memotong pelayan baru itu.
"Mau diakui ataupun tidak dia tetap bukan anak biologis dari tuan duke. Kami hanya akan melayani orang yang pasti, yang memang pantas dihormati. Para bangsawan lain saja tidak ada yang menganggapnya, lalu kenapa kami harus?" Tanya salah satu pelayan menatap Lidya sinis.
Pelayan baru itu mendesis "Bangsawan lain tidak berkerja untuk nona ataupun duke, sedangkan kalian berkerja untuk duke yang dengan kata lain juga berkerja untuk nona." Geramnya tertahan.
"Dan lagi, para bangsawan hanya membicarakan hal buruk tentang nona, tidak pernah sekalipun mereka menjambak apalagi menampar nona. Tapi dengan lancangnya kalian melakukan itu semua kepada nona!" Bentak Rosella marah.
"Tapi-"
"Diam..." Desis Lidya pelan
H e n i n g ~
Mereka mengalihkan perhatian mereka kearah suara itu dan terlihat Lidya yang sedang menunduk.
"Berani kau--"
"...Kubilang... diam." Tekan Lidya dengan aura mengerikan keluar dari tubuhnya.
Mereka sontak menutup mulut mereka rapat-rapat mendengar penekanan itu. Tanpa disadari buku kuduk mereka merinding. Terasa seperti perintah mutlak yang harus dituruti seorang bawahan. Terpancar aura berbeda yang dihasilkan oleh Lidya saat ini bahkan para pengawal dan ksatria turut merinding merasakannya.
Ck sial, Lidya dibuat benar-benar kesal kali ini. Sebuah ingatan dimana Gricella dulu disiksa oleh para pelayan, muncul dikepalanya membuat kepalanya mengalami sakit yang teramat hingga membuatnya sulit bicara.
Belum lagi suara berisik dari para pelayan yang berdebat didepannya benar benar membuat isi kepalanya ingin pecah.
Para ksatria yang melihatnya kesakitan pun diam saja
Sialan bukan?
Setelah dirasa mendingan, Lidya pun mengangkat suara.
"Hah menyebalkan. "
Semua mengernyit "apa yang dikatakan nona bodoh ini?"
Lidya menoleh kearah Rosella disana, lalu tersenyum. Dirinya mengingat di ingatan Gricella ketika sedang ditindas para pelayan selama bertahun-tahun dan hanya dialah yang mendukungnya selama ini. Menganggap kehadirannya ada. Bahkan menjadi sosok ibu bagi Gricella dulu.
Lidya juga sudah mengerti kenapa kepala Rosella disegani disini, rupanya dia adalah pengasuh duke sejak duke masih kecil hingga sekarang. Ibu kandung duke terkesan tidak begitu peduli padanya dan membiarkan duke sendirian, maka hanya Rosella sebagai kepala pelayan 'lah yang merawatnya. Sebab itu duke sangat menyayangi kepala pelayan, bahkan duke menganggapnya sebagai ibu kandungnya.
Hmm tidak heran bila kepala pelayan sangat disegani disini.
Pandangan Lidya kini jatuh kearah pelayan baru itu. Dia sedikit heran. Apa karena dia pelayan baru jadi tidak ikut menindasnya atau karena ada sesuatu. Karena seingatnya Gricella dulu belum pernah bertemu dengan pelayan itu.
Menyadari dirinya diperhatikan, pelayan itu ikut menatap kearah Lidya, lalu tersenyum. Senyuman yang dimata Lidya tersirat kerinduan dan kebahagiaan.
Aneh. pikirnya
Mengesampingkan hal itu, Lidya kembali geram melihat semua pelayan menatapnya cemooh.
Lidya maju, berdiri tepat dihadapan salah satu pelayan, lalu tersenyum miring. Senyuman yang terkesan mengejek.
Pelayan itu menggeram lalu mengangkat dagunya tinggi tinggi seraya berkata "Apa?" Dengan nada ketus.
Lidya sedikit terkekeh melihatnya "Baru jadi pelayan aja belagu." Ujarnya sinis. "Lu kalo didunia gue udah gue tebas kali pake katana." lanjutnya santai.
Pelayan itu mengernyit tidak mengerti yang dikatakan Lidya. Lidya berdecak "Oh iyaya, didunia ini belum gaul. Mana paham sama kata lo-gue. Mau gue artiin artinya apa?" Lidya mendekat membisikan sesuatu ke telinga pelayan tersebut.
"Anda luar biasa, selain berkerja sebagai pelayan anda juga berkerja sebagai pemuas nafsu para bangsawan." Pelayan itu menegang, Lidya tersenyum miring melihatnya.
"Menjijikkan."
Inilah awal mulai kehancuran kalian.. tunggu saja pembalasanku.
.
.
.
To be continued_
dan jgn bikin cerita baru dl.
selesain tugas, trs lanjut up yg banyak ya..