NovelToon NovelToon
Fanatic Obsession

Fanatic Obsession

Status: sedang berlangsung
Genre:Percintaan Konglomerat / Wanita Karir / Karir / Dendam Kesumat / Menyembunyikan Identitas / Office Romance
Popularitas:3k
Nilai: 5
Nama Author: Janice SN

Stella adalah seorang aktris terkenal, baginya hidup ini terasa mudah saat begitu banyak penggemar yang mencintainya. Tetapi lama-lama salah satu penggemar membuat Stella tak merasa nyaman, dia selalu mengatakan bahwa Stella harus bersikap baik dan mematuhinya, jika tidak, kejadian tak diinginkan akan terjadi.

Lalu Stella mulai mencurigai seseorang, apakah orang itu akan tertangkap? Atau Stella malah terperangkap jauh dalam genggamannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Janice SN, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pengaman yang Tak Terpakai

Ting!

Suara notifikasi ponsel, membuat Stella yang sedang menyetir mobil langsung berhenti, untuk membaca pesan. Matanya seketika membulat saat selesai membaca pesan, Stella mempercepat kemudinya. Bahkan telepon dari Lea pun tak ia jawab, sekretarisnya pasti menanyakan apa dirinya sudah sampai di apartemen atau belum. Tetapi Stella mengabaikannya, perempuan itu fokus pada jalanan.

Brak!

Setelah sampai, Stella membanting keras pintu mobil, dan berjalan masuk ke klub. Kali ini tidak berkaitan dengan Asta, melainkan Merry...

"Kau sudah datang?" Merry datang sempoyongan ke arah Stella. Perempuan itu sepertinya sudah cukup banyak minum.

Stella memegang kedua bahunya. "Sekarang pulang, jangan sampai Morgan melihat keadaan mu yang sangat kacau!"

Merry menghempaskan tangan Stella dengan kasar. "Jangan menyebut nama kotor itu lagi! Aku sudah muak dengannya!"

Alis Stella terangkat sebelah. Ada apa dengan Merry? Biasanya perempuan itu tidak akan pernah mencaci Morgan sedikitpun, bahkan ketika lelaki itu membuat masalah besar, lalu apa sekarang? Merry mencacinya? Tapi karena apa? Dirinya tidak terlibat bukan?

"STELLA KAU HARUS MEMBANTUKU!"

Untung saja suara musik dari klub lebih besar dari teriakan Merry, kalau begitu tidak, mungkin perempuan itu sudah menjadi pusat perhatian. Entah apa masalahnya, Stella tetap bersedia membantu. "Apa yang harus aku lakukan?"

"Minum ini dulu!"

Tanpa banyak tanya, Stella langsung meneguk minuman yang diberikan Merry. Stella tidak curiga, lagi pula Merry tidak akan memberinya obat-obatan terlarang kan?

"Sudah! Sekarang ayo pulang!"

Merry mengangguk. Perempuan itu merentangkan kedua tangannya, meminta Stella untuk memapahnya. Kemudian Merry menyuruh Stella untuk pergi ke rumahnya.

"Ini rumahmu?"

Merry mengangguk dengan wajah yang teler. Kemudian tubuhnya dipapah oleh Stella untuk masuk ke dalam rumah.

Stella membaringkan Merry di ranjang. Perempuan itu menggelengkan kepalanya melihat keadaan Merry yang sedikit menyedihkan, rasa cintanya begitu besar pada Morgan, perempuan itu tak sadar, bahwa dirinya terlalu membuang begitu banyak waktu untuk orang seperti Morgan.

"Stella!"

Merry sepertinya ingin berbicara seperti sesuatu, Stella langsung mendekatinya, mendekatkan telinganya ke mulut Merry. "Kau ingin bertanya ap--"

Merry tersenyum, perempuan itu kemudian mendorong Stella ke samping. Lalu Merry berdiri tegak, melihat Stella yang terbaring lemas di ranjang.

"Kau tidak akan mati! Itu hanya sebuah suntikan obat tidur! Ya, kau memang tidak akan mati, tapi mungin akan kehilangan keperawanan? Hihihi!" Merry terkekeh kecil. Dia bangga pada dirinya sendiri yang pandai mengkibuli Stella. Seharusnya dirinya menjadi aktris! Pasti akan lebih terkenal. Merry mematikan ponsel milik Stella.

Kemudian Merry membuka ponselnya sendiri. "Oh sepertinya, klien duda itu akan datang! Semoga beruntung Serena!" Merry pergi dari sana, perempuan itu bahkan tidak berniat untuk menoleh sedikit pun pada Stella yang tidak sadarkan diri.

***

Lea yang sedari tadi menunggu jawaban Stella pun, langsung bangkit dari duduknya.

"Sepertinya ada yang tidak beres!" Lea menelepon seseorang, untuk membantunya mencari keberadaan Stella.

Di lain tempat, seseorang masuk ke dalam kamar, berjalan pelan, menaruh jam tangan, lalu membuka jas yang sedari tadi menyelimuti tubuhnya. Kakinya perlahan melangkah menuju tempat tidur, memperhatikannya sedikit, lalu senyuman kecil terpasang di bibirnya.

***

Pagi pun tiba, Morgan dan Lea sudah mencari ke mana-mana, tapi tetap saja tidak menemukan keberadaan Stella. Bahkan pemilik gedung sudah memberikan izin untuk membuka pintu apartemen, tetapi tetap saja, Stella tidak berada di dalam.

"Ini semua salahmu! Kenapa kau membiarkannya pulang sendirian!"

Mendengar bentakan dari Morgan, Lea langsung membalas. "Ini keinginannya tahu! Dia selalu menyuruhku untuk pulang pakai taxi! Apa aku salah jika menuruti perintahnya! Apa aku salah hah?!"

Morgan menarik rambutnya frustasi. Lelaki itu benar-benar dikuasai amarah. "Ya kau salah! Seharusnya kau lebih profesional! Seharusnya kau menaiki taxi dan mengikutinya dari belakang! Jika Stella terluka, kau yang harus bertanggung jawab!"

Lea tak kalah, perempuan itu membalas dengan sentakan. "Aku juga lelah tahu! Harus mengantarkannya ke apartemen, lalu pergi lagi memutar untuk pulang! Aku juga berusaha untuk menghubunginya! Aku masih patuh, sebagai sekretarisnya! Dan jika dia terluka, itu bukan salahku! Salahnya, karena memiliki banyak pembenci!"

"Kau akan segera dipecat!" seru Morgan yang semakin emosi. "Sekretaris macam apa yang membicarakan atasannya seperti itu?!"

Lea mendelik. "AKU SUDAH CUKUP SABAR SIALAN!" teriaknya. "Aku sudah cukup sabar menghadapi sikapnya yang selalu membuat masalah! Jika dia terkena skandal, siapa yang paling disalahkan di agensi? AKU!"

Lea maju melangkah. "Ya, dia memang menderita karena komentar-komentar jahat. Tapi aku yang kena amarah direktur! Aku juga yang dicaci maki! Dihina! Dan dikatai, tak pandai menjaga aktris! Lalu Stella, hanya diam mengurung diri di kamar, menunggu semua orang menyelamatkannya! Stella benar-benar membuat semua orang lelah!"

Kemudian Lea pergi dari hadapan Morgan yang tak bersuara sedikitpun.

***

"Em." Stella bangun dari tidurnya. Perempuan itu menjernihkan penglihatannya. Satu... Dua...

Stella membuka mulutnya yang hendak mengeluarkan teriakan. Tapi untungnya dirinya masih bisa menahan diri dengan mencubit tangannya sendiri. Stella memperhatikan wajah damai seseorang, entah siapa orang itu, yang terbaring di sebelahnya. Yang paling penting, pakaiannya masih lengkap, pakaian lelaki itu pun masih kelihatannya masih utuh. Stella mengedarkan pandangannya ke arah lain, mencoba mengingat-ingat apa yang sudah terjadi.

Dimulai dirinya yang sudah pulang dari lokasi syuting, lalu pesan dari Merry. Perempuan itu memintanya untuk datang ke klub. Setelah itu... Stella mencoba mengingatnya, tapi otaknya melupakan kejadian yang penting, kejadian yang membuatnya harus terdampar di kamar asing ini. Tetapi, jangan-jangan, pria ini adalah orang gila itu? Stella menatap lekat pada wajah asing itu.

Hingga pria itu terbangun dari tidurnya dan melihat Stella yang sedang menatapnya kembali. "Kau tahu, semalam aku sudah membawa banyak pengaman, tapi tak satupun yang terpakai.."

Stella membulatkan matanya. Perempuan itu spontan mundur, menjauh. "A-apa maksudmu?"

Pria itu bangun dari tidurnya, dia bersandar pada kepala ranjang. "Aku memesan wanita untuk semalam, tapi yang kutemui malah aktris terkenal."

Stella semakin terkejut. "Tunggu, maksudmu kau memesan wanita? Untuk semalam? M-maksudnya, aku dijual?"

Lelaki itu menganggukkan kepalanya.

Stella mendesis sangat kesal. Perempuan itu berdecak, mencoba mengingat kejadian semalam. Tapi sialnya, otak setengahnya ini tidak berfungsi dengan baik.

"Sepertinya kau dijebak," kata lelaki itu yang sepertinya tahu kondisi Stella. "Aku juga dulu, pernah memesan seseorang, eh yang datang malah temannya yang sedang tak sadarkan diri, mungkin kau juga sama," jelasnya yang menceritakan pengalamannya.

Stella diam, batinnya menjerit. 'Merry sudah kelewatan!' tapi Stella tetap berusaha kalem. Dia bertanya pada lelaki itu. "Tapi tunggu, kenapa anda bersikap formal? Dan semalam, kita juga tidak melakukan hal yang aneh bukan?"

"Ya," sahut pria itu. "Jika tidak percaya, cek saja ranselku. Masih banyak pengaman yang tak terpakai!"

Stella tersenyum masam. Dirinya juga kesal terus-terusan mendengar penjelasan itu.

"Tapi kita pernah satu projek kosmetik pada tiga tahun yang lalu, mungkin saat masa debutku menjadi model."

Stella menganggukkan kepalanya. Saat ini pikirannya begitu kacau, tak bisa mengingat apapun.

Pria itu kembali bertanya. "Tapi apa kau sempat diseret seseorang? Karena ketika aku masuk, di depan pintu ada sepatu perempuan yang tergeletak di lantai."

"Diseret?" tanya Stella balik. Apa Merry menyeretnya masuk ke dalam kamar?

1
Iren Nursathi
lanjut dong penasaran nih thor
Janice SN: Udah kak🤗🤗
total 1 replies
Iren Nursathi
lanjuuuuuuut thor
Janice SN: udah kak🤗
total 1 replies
Selfi Selfi
semangat kk...
lanjutkan



kita saling suport yukヾ(^-^)ノ
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!