NovelToon NovelToon
Annaisha

Annaisha

Status: tamat
Genre:Tamat / Konflik etika / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan
Popularitas:879
Nilai: 5
Nama Author: -Nul

Annaisha: Rumah Penuh Hangat" adalah sebuah kisah menyentuh tentang cinta dan kekuatan keluarga. Putra dan Syifa adalah pasangan yang penuh kasih sayang, berusaha memberikan yang terbaik bagi kedua anak mereka, Anna dan Kevin. Anna, yang mengidap autisme, menjadi pusat perhatian dan kasih sayang dalam keluarga ini.

Melalui momen-momen sederhana namun penuh makna, novel ini menggambarkan perjuangan dan kebahagiaan dalam merawat anak berkebutuhan khusus. Dengan cinta yang tak kenal lelah, keluarga ini menghadapi tantangan sehari-hari dan menemukan kebahagiaan dalam kebersamaan.

Cerita ini mengingatkan kita akan pentingnya dukungan keluarga dan betapa kuatnya cinta dalam mengatasi segala rintangan. Bersiaplah untuk terhanyut dalam kisah yang mengharukan dan penuh kehangatan ini.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon -Nul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

13. Sesuatu Dibalik Luka

Putra harus kembali ke rumah sakit semenjak ia kembali drop pada hari pemakaman Anna. Lelaki itu terbaring sendirian di brangkar rumah sakit tanpa Syifa yang menemani. Wanita itu harus mengurus Kevin dan tamu-tamu yang masih datang melayat ke rumahnya. Meskipun ada orang tua Syifa yang menunggu, namun Putra yang tidak tenang jika Kevin tak ditunggui Bundanya.

Tadi Wisnu sudah datang kemari untuk menemani Putra, namun karena sudah merasa lebih baik, Putra meminta sang mertua untuk istirahat di rumah saja.

Decitan pintu yang terbuka, terdengar oleh Putra yang baru saja terbangun dari tidurnya. Lelaki itu menoleh ke arah pintu, dan mendapati Lin datang sembari membawa sebuah rantang makanan.

"Kamu datang sendiri?" Putra melempar tanya pada Lin yang baru saja masuk. Lelaki itu berusaha untuk duduk dan Lin lantas segera membantunya.

"Iya, Mas kan sendirian di sini. Biar Lin yang temani," balas perempuan itu. Diletakkannya rantang di atas nakas, dan menarik kursi untuk duduk di samping ranjang sang kakak.

"Makan ya Mas? Aku tahu kamu dari kemarin nggak makan teratur," suruh Lin dengan nada datar. Menatap sang Kakak yang masih sering melamun, perempuan itu bergerak untuk mengusap bahu Putra dengan lembut. "Mas, nggak ada salahnya untuk mengungkapkan kesedihan kamu dengan menangis. Aku tahu gimana sedihnya kamu waktu dengar Anna udah nggak ada. Tapi kamu selalu menunjukkan seolah-olah kamu yang paling kuat, seolah kamu adalah orang yang tidak boleh menangisi kematian putri kamu sendiri," cetus Lin pada Kakaknya. Ia menelan ludah gugup, tak mungkin ia menangis dihadapan Putra yang saat ini berusaha ia kuatkan.

"Lin, aku nggak papa. Aku cuma butuh waktu untuk menerima kepergian anak aku. Gimanapun juga aku nggak boleh banyak bersedih," ucap Putra dengan senyum yang terukir di wajahnya. Walau tak bisa berbohong, dada Lin kembali sesak melihat keadaan kakaknya seperti ini.

"Mas, sekuat apa hati kamu sampai bisa seperti ini?" tumpah tangis Lin dihadapan sang kakak. Tanpa sepatah kata, dipeluknya tubuh ringkih itu dengan erat. Seakan menuntaskan duka yang terpendam dalam benak mereka dan tak bisa diutarakan.

"Lin, anak aku udah nggak ada.." gumam Putra dengan lirih. Tangan yang berbalut infus itu terus mengusap punggung Lin dengan lembut. "Aku sakit, dan gimana dengan keluarga aku nantinya?" tanyanya dengan parau.

Sempat urung niat Lin untuk memberitahukan bahwa ia mencurigakan Syifa. Namun jika dibiarkan seperti ini, sampai kapanpun kematian Anna tak akan menemui titik terang.

Lin melepas peluknya, dan segera menghapus sisa air mata yang masih membasahi pipi. Digenggamnya jemari sang Kakak yang selama ini merawatnya setelah orang tua mereka meninggal. Lin tak sampai hati untuk memberikan pernyataan, bahwa Syifa ada kaitannya dengan kematian Anna hari itu.

"Mas, janji ya kalau setelah Lin beritahu sesuatu, Mas akan menerima itu dengan baik?" ucap Lin memberi pesan sebelum Putra nantinya akan terkejut dengan ucapannya.

Putra mengangguk ragu, namun ia begitu penasaran dengan apa yang ingin dikatakan Lin sampai terasa sangat menegangkan seperti ini. "Kemarin, Kevin kasih tahu aku sesuatu hal yang bikin aku nggak percaya sama Mbak Syifa." Lin menjeda ucapannya, menghembuskan nafas panjang dan membuang pandangan ke luar jendela.

"Apa maksud kamu?" tanya Putra tidak paham. "Apa yang Kevin bilang sama kamu, Lin?" desaknya ingin tahu.

"Kevin bilang, Mbak Syifa yang dorong Anna ke kolam," ucap Lin yang membuat Putra terdiam. Terkejut? Jelas, Putra tidak menyangka bahwa kalimat itu terlontar dari mulut anak laki-lakinya.

"Kevin nggak asal bilang kan? Mungkin dia masih trauma ketika lihat kakaknya meninggal di depannya sendiri. Lagipun Syifa juga seorang ibu, apa hatinya begitu bejat hingga bisa membunuh anaknya sendiri?" tanya Putra meminta penjelasan Lin.

Sejujurnya Putra tidak ingin percaya, namun ia tak bisa tinggal diam mendapati kabar ini. Antara Kevin yang salah menyimpulkan, ataukah memang ada kebenaran yang menyakitkan.

"Kamu meragukan ucapan Kevin kan?" Lin menerka melalui ekspresi wajah Putra. Sungguh, teka-teki yang Lin temukan membuatnya semakin bingung. Makam Anna masih basah, namun mereka malah akan menciptakan keributan dalam keluarga itu. "Kalau begitu, izinkan aku melakukan penyelidikan untuk mengungkap bagaimana Anna meninggal."

Putra terkesiap, ia tak percaya Lin sungguh akan bertindak jauh. "Lin, tapi dia istri aku. Apa aku gila bahwa aku udah berpikir dia yang membunuh anaknya sendiri? Aku tahu kamu memang nggak suka sama Syifa, tapi bukan begini caranya kamu memperlakukan dia. Kamu ingat kan gimana tangisan dia waktu tau Anna meninggal? Kamu sungguh meragukan itu?" tanya Putra menohok. Mendesak Lin dengan memegang kedua bahunya hingga gadis itu terdiam.

"Mas, tapi kita nggak bisa diam saja. Kamu nggak kasian sama Anna? Pikirmu gimana, Anna bahkan nggak suka ada di dekat kolam renang. Tapi, gimana caranya dia bisa jatuh dan Kevin sampai mengatakan itu?" Lin masih berusaha meyakinkan Putra.

"Kamu berjanji akan mengungkap semua ini kan?" Putra menatap Lin dengan penuh harap. Mendapat sinyal lampu hijau, Lin mengangguk dengan yakin.

"Lakukan penyelidikan seperti yang kamu mau. Tapi jaga itu tetap rahasia dan lakukan secara diam-dia."

🪐✨️🌙

Lin berjalan mengendap-endap masuk ke dalam kamar milik Kakaknya saat dirasa tak ada orang di dalam rumah. Entah kemana perginya Kevin dan Syifa hingga  tak terlihat di sudut manapun.

Lin yakin dibalik suatu kejahatan, pasti ada jejak yang tertinggal. Dan ketika ia mendapati CCTV ada di area kolam renang, pasti ada rekaman yang menunjukkan bagaimana Anna terjatuh hari itu.

Sebelum pulang ke rumah, Lin sudah mengajukan laporan ke polisi. Namun polisi belum bisa bergerak mencari bukti karena Putra menginginkan investigasi tertutup. Maka dari itu, Lin yang akan mencari bukti CCTV terlebih dahulu.

Membuka komputer yang ada di kamar Putra, Lin dengan mudah mengakses rekaman CCTV. Ia mencari rekaman di hari dimana Anna terjatuh, namun nihil. Tak ada satupun rekaman yang tersisa, entah sudah dihapus oleh seseorang atau memang kamera yang tidak menyala pada hari itu.

"Nggak mungkin." Lin bergumam dengan lirih. Tubuhnya mendadak lemas begitu mengetahui satu-satunya bukti yang ada, malah menghilang seperti ini.

Perempuan itu berusaha memutar otak, mencari celah lain agar ia bisa mendapatkan sesuatu selain rekaman itu. "Mbak Syifa udah rencanain semua ini, atau cuma kebetulan?" gumamnya menerka.

Ia menggeledah lemari Putra berharap mencari obat-obatan yang sering dikonsumsinya. Namun semuanya bersih, tak ada jejak mencurigakan seperti yang Lin curigai.

"Apa semuanya udah dihilangkan?"

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!