Kecelakaan yang membuatnya cacat dan berakhir menggunakan kursi roda membuat Zenita sang Nona muda gagal menikah dengan kekasihnya. Ia terpaksa harus menikah dengan supir pribadinya karena mempelai pria tidak datang ke pernikahan. Namun bagaimana jadinya jika keduanya sudah memiliki pujaan hati masing-masing namun dipaksa untuk bersama?
Apakah keduanya akan saling jatuh cinta seiring berjalannya waktu? Ataukah berakhir dengan perceraian?
Sementara sang mempelai pria yang tidak datang ke pernikahan itu kembali ke kehidupannya setelah pernikahan itu terjadi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sagita chn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
13. Roti sobek
Mereka sudah dalam perjalanan pulang. Sendari tadi Zenita terdiam seribu bahasa. Ia bahkan terlihat melamun dan berkaca-kaca matanya.
Ia masih tidak menyangka jika Devin berani menemuinya secara terang-terangan seperti ini.
Sebenarnya apa maunya? Kenapa Devin sungguh membuatku pusing. Dia yang meninggalkanku tiba-tiba dan dia pula yang datang secara tiba-tiba sekarang?
"Nona. Maafkan atas perkataan adik saya yang membuat Nona tidak nyaman tadi." Akhirnya Franz membuka pembicaraan setelah lama melihat istrinya terdiam.
"Aku kira dia tunanganmu. Seharusnya dari awal kau bilang kepadaku kalau kau sudah memiliki tunangan. Mungkin aku tidak akan berbuat seperti itu tadi."
"Selama aku menjadi suami Anda bukankah itu tidak masalah?"
"Tetap saja ini masalah bagiku. Lupakan semua itu. Anggap saja itu tidak pernah terjadi!"
Tentu saja ini masalah bagi anda Nona. Karena Anda tidak pernah menganggap pernikahan ini ada. Jadi hal berciuman seperti itu adalah masalah bagi anda.
Lalu bagaimana aku memulainya sekarang? Aku harus mempertahankan pernikahanku atau aku harus mempertahankan pertunangan ku ya Tuhan.
"Ohh iya, jadi kau tidak perlu khawatir soal ini. Kau lanjutkan saja pertunanganmu. Bukankah kita tidak saling mencintai juga. Lagian setelah aku sembuh nanti kau boleh menceraikan ku, supaya kau juga bisa melanjutkan pertunanganmu tanpa menyakiti seseorang yang kau cintai."
Kenapa dunia jahat sekali! Setelah kecelakaan menimpaku dan membuatku lumpuh aku harus gagal dengan pernikahanku, dan sekarang aku juga harus menikahi kekasih orang?
Franz hanya terdiam dan tak mampu menjawab semua itu. Ia masih sadar diri dengan keadannya yang hanya seorang supir, tentunya tidak pantas untuk sang Nona.
Mungkin mudah bagimu untuk mengucapkan semua itu Nona. Tapi bagiku pernikahan bukankah permainan dan semua ini harus aku pertanggungjawabkan.
Sesampainya dirumah mereka langsung masuk ke dalam rumah untuk beristirahat. Mama Lisa juga menyambut kepulangan mereka dengan hangat.
"Halo sayang. Bagaimana keadaanmu? Apa kata dokter?"
"Kata dokter baik Ma. Aku harus rajin minum obat dan jangan terlalu banyak bergerak supaya aku cepat sembuh dan bisa jalan lagi."
"Syukurlah. Kau harus semangat sayang. Kau pasti cepat sembuh"
"Iya Ma." Menjawab seperlunya. Ia juga terlihat kusut dan murung.
"Kenapa mukamu kusut sekali sayang? Apa ada masalah?"
"Tidak. Aku hanya ingin istirahat Ma. Zenita capek."
"Iya sudah istirahatlah sayang. Franz kau juga istirahatlah dulu pasti capek dari rumah sakit."
Zenita tidak ingin bercerita kepada Mama Lisa kalau ia sebenarnya habis bertemu dengan Devin, makannya ia cemberut berat hari ini. Terlebih ia terpaksa mencium Franz didepan umum.
"Iya Ma." Mereka berdua langsung masuk kedalam kamar dan istirahat sejenak.
Sore ini ternyata tamu tak diundang datang kerumah. Siapa lagi kalau bukan Alana sahabat baiknya Zenita. Ia sudah lama tidak bertemu dan memang sengaja datang kerumahnya untuk menjenguk sekaligus menanyakan kabar sahabatnya itu.
"Alana. Kenapa datang tidak bilang-bilang sayang?"
"Hehe. Sengaja Tante. Tante apa kabar?"
"Baik dong pastinya."
Mama Lisa langsung mengantar Alana naik ke lantai atas, tentunya menuju ke kamar Zenita. Zenita pun terkejut dengan kehadiran Alana yang tiba-tiba itu namun sekaligus merasa sangat senang. Kebetulan ia juga merasa hampa dan membutuhkan teman untuk mengobrol. Sementara Mama Lisa sudah pergi dan membiarkan mereka mengobrol.
"Bagaimana? Kau baik-baik saja kan Zen?"
"Iya aku baik-baik saja Al. Kebetulan tadi juga habis kontrol ke rumah sakit."
"Lalu dimana suamimu? Apa kalian sudah bertempur??"
"Astaga! Bisa-bisanya kau bertanya seperti itu dengan keadaanku yang seperti ini. Jangan ngomong sembarangan ya!"
"Yeh. Pikiranmu saja yang kotor. Bertempur tidak harus---" Memberi isyarat dengan tangannya. Lalu melanjutkan bicaranya kembali dengan tawanya. "Maksudku apa kalian sudah saling mencintai, cipika-cipiki begitu? Haha.." Dengan tawanya geli. Alana memang suka meledek.
"Aku tidak mencintainya. Lagipula kenapa aku harus mencintai tunangan orang."
"Apa? Apa maksudmu Zen??"
"Iya. Dia sudah memiliki tunangan sebelum menikah denganku."
"Jadi artinya dia meninggalkan tunangannya demi menikahimu kemaren?"
"Eum. Entahlah. Aku juga menyuruhnya jangan khawatir atas pernikahan ini. Setelah aku sembuh nanti dia bisa menceraikan ku dan melanjutkan pertunangannya."
"Memang Franz benar-benar tidak menerima pernikahan ini?"
"Tidak tahu. Selama ini dia juga tidak berbicara apapun."
"Berarti hanya kau yang mempunyai ambisi untuk bercerai. Aku harap kau jangan sampai menyesal jika suatu saat kau kehilangan berlianmu Zenita."
"Maksudnya?"
"Lelaki sepertinya jarang didunia ini. Ia rela meninggalkan pertunangan demi menyelamatkan pernikahanmu. Terlebih dengan keadaanmu yang seperti ini sekarang. Bukan berarti ia tulus melakukannya. Entah berapa banyak beban juga yang harus ia rasakan dan ia tanggung sekarang."
Zenita langsung terdiam mendengar perkataan sahabatnya itu. Setelah dipikir-pikir juga Franz begitu baik dan tulus kepadanya. Ia juga sabar dalam membantunya melakukan aktifitasnya sehari-hari.
Iya juga ya. Tapi jika Franz sudah memiliki kekasih dan mau menikah seperti ini apa dia dibayar? Bisa jadi dia dibayar kan. Memang dia mau menikah dengan orang merepotkan sepertiku secara cuma-cuma? Haha aku tidak percaya.
"Jangan tertipu. Lalu bagaimana jika Franz melakukan semua ini karena dibayar Mama atau Papa? Bahkan ia rela meninggalkan tunangannya kan?"
"Iya juga si ya. Tapi--"
Clekkk!
Pintu yang menghubungkan kamar mandi dan baju ganti terbuka. Franz muncul dengan balutan handuk yang hanya melekat di bawah pusarnya. Tentu saja badannya yang kekar dan bagus itu terekspos kemana-mana.
"Siapa yang mengambil baju ganti ku Nona? Kenapa tidak ada dikamar ganti?"
Franz bertanya, tapi ia sibuk mengeringkan rambut dengan handuk kecil dan tak melihat teman istrinya itu yang sedang tercengang melihat badanya.
Zenita pun langsung bergerak cepat menutupi mata Alana yang sepertinya terhanyut dalam pemandangan itu.
"Mas! Apa yang kamu lakukan?"
"Hah?" Franz baru menyadari itu.
"Se-sejak kapan ada orang lain disini?" Ia langsung masuk ke dalam pintu itu kembali.
Aku baru saja memakai baju itu satu jam dan sekarang sudah tidak ada disini. Apa para pelayan tidak lelah baju bersih pun dicuci!
"Pake bajuku saja dilemari! Habis itu kau boleh keluar." Teriakan Zenita yang memekak ditelinga Franz.
Sementara Franz langsung memilih baju-baju istrinya. Tentu saja tidak ada yang muat untuknya.
"Ihh! udah kan?" Alana kesal karena Zenita menutupi matanya terus.
"Haha. Aku baru saja melihat roti sobek tadi. Suamimu sungguh coolnya astaga! Pasti dia suka Nge-gym kan."
"Sok tau!"
"Yeh. Kau cemburu ya? Jangan-jangan kau sudah tertarik nih sama Franz??"
"Enggak! Jangan ngomong sembarangan ya."
"Memang kau tidak tergoda apa melihat tubuhnya yang sempurna itu? Aku saja yang baru melihatnya sudah terbayang-bayang seperti ini. Dia seperti cowok yang ada di TV-TV. Ahh ternyata Franz menggoda sekali."
Langsung terlintas dibenak Zenita saat Franz mandi dihotel waktu itu. Memang benar adanya ia juga terbayang-bayang akan dada bidang itu.
"Berhenti memujinya atau aku akan mengusirmu dari sini."
"Iya iya ampun Nona. Tapi jika pada akhirnya kau jatuh cinta juga pada Franz berarti kau harus membayar ku 100 juta."
"Cih! Mana ada begitu?"
"Kan. Kau tidak berani kan?"
"Siapa takut! Aku akan membayarmu 100 juta jika aku jatuh cinta pada Franz. Dan akan aku pastikan aku tidak akan jatuh cinta"
"Oke Dil!"
"Tapi kau harus ingat! Jika aku tidak jatuh cinta . Berarti kau yang harus membayar ku 100 juta!"
"Astaga! Selamatkan aku ya Tuhan. Semoga kali ini aku hokinya."