NovelToon NovelToon
Bintang Antariksa

Bintang Antariksa

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Fantasi Timur / Romansa
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: ajab_alit

Aku adalah anak perempuan yang memiliki nama “Upeksa Nayanika”. Aku suka buku dan hal-hal yang menakjubkan. Tapi tanpa ku sadari… aku juga salah satu dari bagian hal yang menakjubkan. Hidupku aneh setelah kejadian itu muncul. Tapi, Apakah aku akan bertahan dengan hal menakjubkan itu? Maukah kamu mengenal ku lebih dalam wahai para bintang?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ajab_alit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

CHAPTER 11

Di jalan yang ramai dilewati oleh mobil dan orang-orang, ada dua bocah yang sedang berjalan untuk menuju kerumah mereka. Hari ini merupakan hari yang aneh bagi Abya. Bagi Naya, hari ini merupakan hari yang buruk. Abya dan Naya berjalan dengan jarak di tengah mereka. Naya berada di depan Abya, lalu Abya berada dibelakang Naya dan jarak yang memisahkan mereka.

“Nay, ini aku nggak boleh ngedekat,” ucap Abya tak tahan dengan kesunyian yang berada di sekitar mereka. Walaupun jalan ini tampak ramai, namun Naya dan Abya terjebak dalam keheningan sejak beberapa menit yang lalu.

“NGGAKK!” ucap Naya dengan suara yang ditinggikan. Abya menghela nafasnya. Ia bertanya-tanya pada dirinya sendiri kenapa bocah yang ada di depannya saat ini tiba-tiba jadi seperti ini. Mungkin ia bisa menanyakannya nanti pada Sisska.

“Jadi, kita tak bisa bermain hari ini?”

“Tidak bisa. Aku akan main dengan teman khayalanku.”

“Kalau begitu, apakah besok kita bisa bermain?”

“Tidak. Aku akan tetap bermain bersama teman khayalanku.”

“Bersamanya lagi?”

“Iya. Karena aku marah padamu. Hari ini kau sudah merusak hariku.”

Abya bingung dengan jawaban tersebut. ‘Hari ini? Apakah hari ini aku melakukan kesalahan padanya?’ Pikir Abya. Abya pun sedikit berlari untuk mengikis jarak diantara mereka. Kini Abya sudah berada di samping Naya. Dirinya memberi sedikit jarak, ia tau Naya sedang ingin menjauh darinya. “Katakan padaku, apa kesalahanku hari ini.”

“Tak ada. Kau tak berbuat salah.”

“Lalu, kenapa kau seperti menjauhiku sekarang?” Abya menatap wajah yang ada disampingnya dengan kebingungan. Alisnya terangkat sedikit, sementara bagian tengah dahinya berkerut. Naya menatap kedepan. Dirinya tak ingin menatap wajah Abya hari ini, lebih tepatnya setelah apa yang terjadi hari ini.

“Karena aku tak ingin mendapat kesialan lagi. Kau tau, sejak aku memberikanmu cokelat, aku jadi kena sial.”

“Memangnya, kesialan apa yang terjadi?”

“Kesialannya adalah….” Naya menjeda kalimatnya. Ia ingin berkata yang sebenarnya, tapi itu bukanlah ide yang bagus. “Rahasia,” sambungnya.

“Oke, akan ku tanyakan itu pada Siska nanti.”

“JANGAN BERANI TANYAKAN ITU PADA SISKA!” Naya berpaling kepada Abya. Ia berhenti melangkah, begitu pun dengan Abya. Saat ini, wajah Naya memerah, hidungnya mengembang seakan menahan amarah yang lebih besar, amarah itu seolah-olah bisa meledak kapan saja. Abya tersentak. Ia tak tahu, satu kalimat itu bisa membuat Naya dapat semarah ini. Tapi, sepertinya ada sesuatu yang disembunyikan.

“Kau berniat menyembunyikan sesuatu dari ku, ya?” Mereka bertukar pandang. Naya hendak membantah perkataan itu, tapi anehnya … ia tak bisa mengeluarkan satu kata pun dari mulutnya.

Naya memutar bola matanya malas. “Ck, kau tak perlu tau tentang apapun,” ucap Naya yang di akhiri dengan pelarian. Iya, dia kabur. Kabur dari pertanyaan itu.

...###...

Naya menyandarkan punggungnya ke kursi yang ada di kamarnya, lebih tepatnya kursi meja belajar. Bocah itu menghela nafasnya. Ia lelah. Dirinya tak mau berurusan dengan Abya sementara waktu. Naya menatap jendela kamarnya yang besar. Disana, ia dapat melihat kamar Abya yang kosong. Bocah itu menatap ke arah jendela itu dalam waktu yang lama, hingga bocah yang ingin di hindarinya muncul disana. Bocah itu juga menatap ke jendela, ia menatap Naya dengan lekat. Di jendela itu, Abya menggerakkan kaleng komunikasi yang biasanya mereka gunakan ketika ingin berbicara dari rumah masing-masing. Naya mengalihkan pandangan ke kaleng miliknya, kaleng itu bergoyang dan bersuara, tapi Naya tak ada keinginan untuk menggapai benda itu. Naya mendesah setelah satu menit hanya menatap kaleng yang terus bergoyang di kusen jendelanya itu. Ia bangkit dari kursinya, lalu melangkah ke sana. Tapi, sayangnya, Naya menuju kesana bukan untuk mengangkat panggilan itu. Ia kesana untuk menutup jendela besar itu dengan gorden yang sudah tergantung disana. Seketika kamarnya menjadi gelap. Namun, kegelapan di kamarnya bukanlah kegelapan yang tenang. Kaleng itu terus berbunyi sehingga membuat Naya kesal akan suara lonceng yang berada di kaleng itu. Tanpa berpikir panjang, Naya pun mengambil gunting yang ada di meja belajarnya, lalu memotong benang telpon itu. Kemudian, suasana pun hening. Gelap dan sunyi itulah keadaan kamar Naya saat ini.

“Dia tak bersalah, Nay. Sebaiknya jangan lakukan itu,” ucap seseorang yang membuat Naya seketika mengalihkan pandangannya. Suara itu berasal dari Timira yang sedang duduk di kasur dengan ekspresi datar milik Naya.

“Jangan bahas dia untuk hari ini.”

“Baiklah, aku tak akan membahasnya. Tapi, sepertinya kau perlu duduk di awan hari ini.”

“Ya, kau benar. Hari ini aku butuh awan dan penerbangan,” ucap Naya yang terdengar menyebalkan di telinga Timira. Timira memutar bola matanya malas. Hari ini, sepertinya ia harus menjadi bahan tontonan lagi.

“Jangan anggap aku seperti tv.” Timira mengeluarkan sihirnya. Seketika cahaya putih dan hitam memenuhi kamar Naya. Naya memejamkan matanya, ia membiarkan cahaya-cahaya itu membawanya ke tempat yang dirinya anggap sebagai ketenangan. Satu detik kemudian, Naya merasakan angin menabrak wajahnya. Saat itu ia pun membuka matanya. Dia sampai, sampai ditempat yang membuatnya merasa dekat dengan bintang, yaitu langit. Tapi, langit yang saat ini ia temui tidak memunculkan bintang karena ia berkunjung ke tempat ini saat siang hari. Saat ini dirinya sedang duduk di awan putih. Sendirian. Bocah kecil itu menantikan teman khalayannya muncul dengan sayapnya yang indah.

Tak perlu menunggu lama, akhirnya Timira muncul di langit. Ia terbang bagaikan seekor burung merpati. Sayapnya yang memiliki warna yang berbeda membuat Naya terpukau. Inilah kebiasaan yang dilakukan oleh kedua orang itu jika Naya sedang mengalami penurunan mood, Timira yang menjadi tontonan dan Naya yang menonton Timira. sepuluh menit kemudian, Timira menghampiri Naya. Sosok itu mengulurkan tangan pada bocah yang mirip dengannya. “ayo ikut terbang bersamaku,”ucap Timira.

Naya menggeleng. “Lain kali saja. Saat aku sudah lebih besar sedikit,” jawab Naya. Sebenarnya pertanyaan ini sering ditanyakan oleh Timira ketika Naya hanya menontonnya. Lalu, jawaban yang diberikan Naya juga sama.

“Baiklah, ku pegang perkataanmu.”

“Tak perlu seperti itu, aku akan melakukannya suatu hari nanti. Dengan sayapku sendiri.” Lagi-lagi Naya memberikan jawaban yang sama seperti beberapa hari yang lalu. Timira jengkel, ia bosan mendengar kalimat itu keluar dari mulut Naya lagi. Timira pun duduk di samping Naya karena lelah terus terbang di langit biru muda yang cerah. Ia menyandarkan kepalanya ke bahu Naya. Sekarang dirinya ikut menatap langit biru yang cerah.

“Cepatlah belajar terbang, Naya. Aku ingin kita menjadi burung di langit yang luas ini. Aku tak ingin sendirian mengepakkan sayapku disini,” lirih Timira. Timira menutup matanya. Ia menikmati tiap angin yang menghampirinya. Siang yang sunyi. Siang yang tenang. Obat dari segala kegelisahan dan juga hal yang buruk. Naya tak tau apa yang akan menghampirinya keesokan hari. Naya menatap ke depan, tatapannya sayu. Ia bukanlah anak yang pemberani, dirinya hanya berpura-pura untuk pemberani. Sebenarnya, ia takut dengan hari esok. Ia tak mau berpisah dengan Abya, berpisah dari teman kecilnya yang paling berharga baginya.

Hujan turun, turun dari mata Naya. Ia menangis. Di dalam hatinya yang terdalam, dirinya terus mengucapkan kata 'maaf'. Maaf untuk anak kecil lelaki yang sudah menjadi temannya dalam waktu yang lama. Timira masih tetap di posisi yang sebelumnya. Ia tau, Naya sedang menangis. Ia tau perasaan serta pikiran anak itu kacau. Ia membiarkannya, membiarkan sosok anak kecil yang memiliki rambut pendek itu menangis dengan puas.

jangan menangis, wahai mata ketenangan. Aku akan melindungi mu. sungguh.

1
apayaaaa
bagus bet, seruu fantasi nya
ajab_alit: makasih atas komentarnya kakak
total 1 replies
Yusup Muzaki
terasa kdunia pantasi ...walw ceritanya masih blom dpahami
ajab_alit: nanti lama-lama juga ngerti kok, kak.
total 1 replies
Shinn Asuka
Setting ceritanya memang hebat banget! Bener-bener dapet jadi mood baca di dunia fiksi ini. ❤️
ajab_alit: terimakasih
total 1 replies
XVIDEOS2212
Gak sabar lanjut baca!
Debby Liem: tuiiooooo
ajab_alit: untuk kelanjutan akan saya up besok. di tunggu saja ya/Smirk/
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!