DASAR MANDUL!
6 tahun sudah, Hanabi Lyxia harus mendengarkan kalimat tak menyenangkan itu dikarenakan ia belum bisa memberikan keturunan.
Kalimat sumbang sudah menjadi makanannya sehari-hari. Meskipun begitu, Hana merasa beruntung karena ia memiliki suami yang selalu dapat menenangkan hatinya. Setia, lembut bertutur kata dan siap membela saat ia di bully mertuanya.
Namun, siapa sangka? Ombak besar tiba-tiba menerjang biduk rumah tangga nya. Membuat Hana harus melewati seluruh tekanan dengan air mata.
Hana berusaha bangkit untuk mengembalikan harga dirinya yang kerap dikatai mandul.
Dapatkah wanita itu membuktikan bahwa ia bukanlah seorang wanita mandul?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dae_Hwa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ATM10
SREEK!
Piyama seksi nan tipis milik Hana robek karena ulah Damar. Buah dada sintal milik wanita cantik itu menyembul keluar.
Damar menyeringai, jantungnya berdebar kencang, ia semakin menggila.
"Le ... pas!!!" jerit Hanabi.
Wanita bertubuh seksi itu memberontak sekuat tenaga. Namun, tetap saja, ia kalah telak. Hana berusaha memutar otak, ia benar-benar sedang tak sudi melayani suaminya sendiri. Bahkan ia sangat jijik saat merasakan tongkat sakti milik Damar yang menggesek di celah-celah bagian sensitif nya.
Pupil mata Hana melebar, tiba-tiba saja ide aneh terlintas di otaknya.
BUGH! BUGH! Dua kali Hana menghantam buah zakar sang suami dengan kedua dengkul nya.
"ARRRGGGHHH! BIJI MENYAN KUUU ...!" Damar meraung kesakitan.
Pria itu ambruk, tubuhnya berguling-guling di atas ranjang. Mulutnya pun tak berhenti meraung-raung.
"KUALAT KAMU, HANA!" bentak Damar yang masih tetap berguling-guling.
"BODO AMAT!" Hana mengacungkan jari tengah nya.
Wanita pemilik hidung mancung itu lekas mengambil kesempatan, ia gegas berdiri dan menyambar ponselnya. Langkah kaki yang tergesa-gesa itu segera menuju pintu, tak lupa juga ia menyambar kimono outer yang menggantung di belakang pintu dan lekas memakainya.
CEKLEK!
Hana menarik gagang pintu. Namun, betapa terkejutnya ia. Tuti tengah menguping di balik daun pintu.
Hana mendadak kalap, rambut Tuti ia jambak-jambak. Adik madunya itu meringis kesakitan.
"Adudududuh, sakit, Mbaaaak!" Tuti menjerit.
Hana semakin bringas, layaknya binatang buas.
"Sana layani suami mu! Untuk apa dia menikah lagi, jika masih meminta jatah pada ku?!" Hana mendorong tubuh Tuti hingga terdesak pada dinding, lalu meninggalkan nya.
Hana berlari keluar dari pekarangan rumah nya dengan pakaian tidur tipis nan menerawang, sekaligus robek di bagian dada. Kimono outer yang ia kenakan tak cukup untuk menutupi dada nya yang besar.
Hana berlari sekuat tenaga, menembus sunyi nya malam seorang diri.
'Aaaaaakh! Kenapa nasib aku jadi begini sih? Malam-malam lari tunggang langgang pakai baju tidur robek, warna merah pula. Plissss, udah kayak orang diseruduk banteng!' raung Hana di dalam hati.
Hana terus berlari, hingga akhirnya langkah kaki yang sudah lelah itu berhenti tepat di depan sebuah mushola. Tanpa pikir panjang, pemilik mata hazel itu bersembunyi di balik pagar pembatas.
Hana mengotak atik ponselnya, di liriknya jam pada benda pipih itu.
"Udah jam satu malam, siapa yang bisa aku hubungi untuk dimintai tolong?" gumam Hana.
Hana fokus pada kontak ke tiga sahabatnya.
"Monica sedang di luar kota, David juga. Gavriil? -- Ah, enggak enggak! Gak boleh!" Hana menggelengkan kepala dengan detak jantung yang tak menentu.
Setelah mengucapkan kata-kata itu, bola mata Hana membelalak ketika melihat baterai ponselnya tinggal dua persen. Seolah tak memiliki pilihan lain, Hana lekas menelpon nomor Gavriil.
Ajaib! Dua detik saja, suara Gavriil sudah terdengar di ujung telepon.
"Ya, Han? Ada apa?" sahut Gavriil lembut.
"Itu, lo mau perkosa gue gak?" tanya Hana.
"HAH?" suara Gavriil nyaris menggelegar.
"Anuuu, aduuuh, maksud gue ... lo bisa bantuin gue gak? Mas Damar mau perkosa gue!" Ucap Hana buru-buru, ia takut ponselnya tiba-tiba mati.
"Hah? Apa sih?" Gavriil semakin tak mengerti.
"Pokoknya sekarang gue ada di mushola pertigaan jalan rumah Mas Damar!" jawab Hana secepat kilat sebelum akhirnya benda pipih itu mati total.
Padamnya benda canggih itu membuat Hana semakin kebingungan. Kabur tanpa persiapan tentu saja membuat wanita itu melakukan beberapa kelalaian. Contohnya saja, saat ini Hana kabur tanpa membawa uang sepeser pun. Dompet, buku rekening dan juga ATM tertinggal di rumahnya. Namun, ia beruntung, benda-benda yang ia tinggalkan tersimpan rapih di dalam brankas.
"Untung aja pagi tadi sandi brankas udah aku ganti, kalau kagak? Bisa berabe!" cicit Hana.
Sementara itu, di sebuah rumah minimalis dengan dua kamar. Tuti menghampiri Damar yang masih uring-uringan.
Damar duduk di tepian ranjang, rasa ngilunya belum juga hilang, malah semakin sakit. Namun, ketimbang sakit di antara kedua kakinya, hatinya jauh lebih sakit karena mendapatkan perlakuan kejam dari sang istri. Ia tak menyangka, Hana yang begitu lembut dan penurut, tiba-tiba saja berubah drastis.
'Istriku yang sholehah dan solehot itu, kenapa jadi brutal begitu? Apa ini karena aku menikah lagi? Atau karena perkara aku mengaku-ngaku sebagai donatur atas pembangunan rumah ini? Ah, aku tak mengerti jalan pikiran mu Hana! -- Kenapa juga mesti kabur segala sih? Ah, kamu di mana sayang?' batin Damar bertanya-tanya.
Damar menghela napas panjang, hatinya masih dongkol. Di tambah lagi ia kini tak nyaman gara-gara Tuti tanpa henti bergelayut manja di lengannya.
"Sayang, kamu tuh kalau kepengen bilang dong. Aku siap kok melayani, kapan pun dan di manapun." Tuti mengedip-ngedip manja.
"Dari pada kamu repot-repot menggerayangi perempuan mandul itu? Sudah capek-capek ngebor di atas ranjang, tapi, gak membuahkan hasil juga. Buang-buang waktu mu aja loh, Yank." Tuti meletakkan manja telunjuknya di dada bidang Damar.
Mendengar kalimat yang istri keduanya ucapkan, wajah Damar berubah masam. Ia tak suka jika ada seorangpun yang menghina Hanabi, istri pertamanya.
"Jangan bicara seperti itu tentang Mbak mu, Tut. Toh, Hana sudah menjalani pemeriksaan, ia tak mandul," sanggah Damar.
Meskipun Hanabi tak mampu memberikan pria itu keturunan, sehingga ia nekat menduakan sang istri, rasa cinta Damar tak pernah berkurang. Damar tetap mencintai Hana dengan sangat.
Tuti menatap Damar jengah. "Yaelah, Yank Yank. Kalau bukan mandul, terus apa? Kamu itu loh, suka banget nutup-nutupin kekurangan Mbak Hana."
Damar mengepalkan erat jemari-jemarinya, perkataan Tuti semakin membuatnya kesal.
Sedangkan Tuti, meskipun ia jengkel karena Damar tetap membela Hana, telunjuknya masih tetap aktif menggerayangi dada sang suami.
Dengan gerakan menggoda, telunjuk wanita itu menelusuri anggota tubuh Damar yang lain.
Tuti menghentikan aksinya kala ujung telunjuknya tiba di selangkangan sang suami. Dengan begitu semangat, ia menggenggam dan meremas lato-lato Damar.
Damar terbelalak saat benda keramatnya kembali berdenyut luar biasa.
"HUWAAA, JIABANG BAYIK!" Damar mendorong Tuti, hingga tubuh sang istri terjengkang di atas ranjang.
Tuti meringis kesakitan. Namun, Damar tak peduli.
"KAMU BODOH YA, TUTI?! UDAH TAU BIJI MENYAN KU TADI DI ANIAYA MBAK MU! MALAH SEKARANG KAMU KREMEK KREMEK!" sembur Damar, emosi nya tak dapat lagi terkontrol.
Tuti tersentak, ia terpaku di atas ranjang. Ini pertama kalinya Damar meninggikan suaranya.
"Kenapa marah-marah gitu sih, Mas? Aku kan lupa!" Tuti berusaha bangkit dan kembali duduk di tepi ranjang.
Bola mata dengan lensa kontak ungu itu, mengekori punggung Damar yang mulai menjauh.
"Kamu mau ke mana, Mas?!" tanya Tuti, ia beranjak berdiri.
Damar menghentikan langkahnya, lalu berbalik badan.
"Nyari Mbak mu!" jawab Damar ketus. "Sekarang, kamu keluar dari kamar ini. Kembali ke kamar mu dan ... lepaskan soflen ungu itu dari bola mata mu. Malam-malam buta begini pakai soflen mau ngapain? Mau jual diri?"
Damar kembali berbalik badan, lalu melangkah pergi demi mencari Hanabi.
Tuti menghembuskan napas kasar, kedua jemarinya terkepal erat.
"Dasar Mbak Hana sialan! Apa sih hebatnya dirimu sampai sebegitunya Mas Damar mencintaimu?!"
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Malam semakin sunyi, Damar menelusuri jalanan dengan mengendarai sepeda yang biasanya sering ia pakai untuk olahraga pagi.
Hampir seluruh area yang bisa menjadi tempat persembunyian, ia geledah. Namun, tak juga ia menemukan jejak Hanabi.
Damar kembali mengayuh sepedanya, kembali menelusuri beberapa tempat.
CKIITT! Damar menghentikan sepedanya, bola mata setajam elang itu menatap lekat sebuah mushola yang tampak dari kejauhan.
"Apa dia di sana?" gumam Damar. "Lihat aja kamu kalau ketemu, Han. Bakal aku perkaos habis-habisan!" Pria itu lekas mengayuh sepedanya kembali, dan segera menuju ke mushola.
Di lain sisi, Hana mempererat kimono outer nya demi mengurangi hawa dingin.
Tubuhnya menggigil, malam ini hawa dingin terasa berlipat-lipat efek hujan lebat tadi sore. Sesekali ia mengintip jam di dinding mushola dari sebalik jendela.
"Sudah jam setengah dua, gimana ini?!" Wanita yang tengah gelisah itu, langkah kakinya kini mondar dan mandir.
Hana berhenti melangkah, daun telinganya mendadak fokus. Suara langkah kaki terdengar mendekati pagar.
Degup jantung Hana tak beraturan, batinnya bertanya-tanya.
'Gavriil? Atau jangan-jangan Mas Damar?'
Perlahan-lahan, Hana mendekati pagar. Ia hendak mengintip, siapa gerangan yang datang. Namun, belum sempat ia mengintip, kepala seseorang lebih dulu muncul di pagar dan langsung menyeringai.
"KETEMU~"
BUGH!
*
*
*
Gavril topcer bener🔥
Selamat ya Kak author yang cantik, terima kasih atas karya luar biasa mu ini 🫶💜💜💜
Ramah,gak sombong,sering balesin komentar readers.
saya sebagai readers ketemu author bgini jadi gak pelit kasi gift loh
cerita sedih,penuh konflik,di kemas dengan komedi dan action. keren/Good/