Saat sedang menata hati karena pengkhianatan Harsa Mahendra -- kekasihnya dengan Citra -- adik tirinya. Dara Larasati dihadapi dengan kenyataan kalau Bunda akan menikah dengan Papa Harsa, artinya mereka akan menjadi saudara dan mengingat perselingkuhan Harsa dan Citra setiap bertemu dengan mereka. Kini, Dara harus berurusan dengan Pandu Aji, putra kedua keluarga Mahendra.
Perjuangan Dara karena bukan hanya kehidupannya yang direnggut oleh Citra, bahkan cintanya pun harus rela ia lepas. Namun, untuk yang satu ini ia tidak akan menyerah.
“Cinta tak harus kamu.” Dara Larasati
“Pernyataan itu hanya untuk Harsa. Bagiku cinta itu ya … kamu.” Pandu Aji Mahendra.
=====
Follow Ig : dtyas_dtyas
Saran : jangan menempuk bab untuk baca y 😘😘
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CTHK 13 ~ Balas Dendam
“Halo, Mas. Malam ini juga, kamu harus sampaikan rencana kita,” ujar Citra melalui sambungan telepon.
Harsa berdecak pelan, selain ia sedang sibuk dan malas menanggapi perempuan itu. Harsa juga masih belum yakin akan hubungannya dengan Citra. Awalnya hanya bermain api, nyatanya Dara malah menangkap basah ia sedang enak-enak bersama Citra dan yang lebih parah ternyata kedua perempuan itu ada hubungan.
“Mas.”
“Citra, aku sedang sibuk dan orang tua kita baru saja menikah. Apa menurutmu hubungan kita akan baik-baik saja kalau kita sampaikan ide konyol ini.”
“Konyol? Hubungan kita memang belum lama, tapi sudah jauh dan aku sedang hamil.”
“Ck, kamu yakin atau hanya alasan saja?”
“Mas Harsa,” pekik Citra lagi di ujung sana.
“Kita bicara nanti, aku sedang sibuk.”
Harsa mengakhiri komunikasi lalu fokus pada layar laptop, bahkan sampai mengendurkan ikatan dasi. Niat main-main malah jadi serius, padahal ia masih ada hati dengan Dara. Ada rasa sesal karena menanggapi Citra dan terbesit tanya mengenai awal pertemuan mereka. Apa karena kebetulan atau memang rekayasa Citra.
“Hah, memang benar perempuan sumber masalah,” gumam Harsa.
Sedangkan di tempat berbeda, Citra uring-uringan karena Harsa belum memberikan kepastian hubungan mereka. Meski ada perasaan senang karena akan pindah untuk tinggal di kediaman Surya, Papa barunya.
Dua koper sudah disiapkan untuk kepindahannya, apalagi malam ini Jaya Mahendra mengundang makan malam.
“Lihat aja nanti, kalau Mas Harsa nggak dapat masih ada Pandu. Kalau dilihat-lihat Pandu lebih ganteng dan … tajir juga.” Khayalan Citra terganggu karena kepulangan Dara.
“Masih ingat pulang lo?”
“Aku capek dan malas berdebat,” ujar Dara melewati Citra menuju kamarnya.
“Ingat ya, lo udah putus dengan Mas Harsa. Jadi, jangan coba-coba rayu dia untuk kembali.”
Dara hendak abai, tapi mulut Citra akan terus-terusan membahas hal itu. mau tidak mau, ia pun berbalik dan melakukan sesuatu agar tidak lagi disudutkan seolah ia yang bersalah.
“Kamu dengar ya, walaupun Mas Harsa sujud-sujud di kaki aku minta aku kembali dengannya. Jawabannya Big No.”
“Halah, itu dimulut aja. Kalau sudah bertemu muka, pasti beda cerita. Bunda desak kamu untuk menikah dan harapan kamu Cuma Mas Harsa. Dia benar kalau kamu munafik, hati-hati jadi perawan tua.”
Dara sudah mengangkat tangannya untuk menjambak rambut Citra, alih-alih berdebat seperti berkelahi lebih asyik. Namun, ia tidak ingin menyandang predikat ahli menjambak.
“Kalau bertemu muka, aku pengen banget meludahi wajah kalian. Boro-boro mikir CLBK, lagi pula ya Cit. Nggak masalah jadi perawan tua, yang penting aku masih pe-ra-wan. Daripada situ, masih muda status perawan rasa … jand4.” Dara tergelak, tidak percaya dengan mulutnya yang bisa berkata julid.
“Heh, apa kamu bilang?”
Melihat Citra yang akan merangsek ke arahnya, Dara bergegas lari menuju kamar tidak lupa mengunci pintu. Terdengar teriakan Citra dan terus menggebrak pintu agar dibuka.
“Cit, daripada habis emosi untuk marah-marah. Lebih baik kamu belajar akting yang lebih natural deh, nanti malam kita bertemu dengan Opa Jaya dan Papa Surya. Jangan bikin malu dengan sikap lebay dan murahan kamu.”
“DARA!!!!”
"Dan berhenti memutarbalikan fakta. Aku tidak akan cerita pada Bunda, tapi waktu akan mengungkap semuanya."
***
Mobil yang dikendarai Dara memasuki area pemukiman elite, kiri dan kanan tampak tempat tinggal mewah dan tidak tepat disebut rumah. Mungkin lebih tepat dikatakan istana atau mansion. Bahkan jarak dari satu tempat tinggal ke tempat tinggal lainnya sangat jauh dan pekarangan setiap rumah sangat luas.
Berbeda dengan pemukiman orang tuanya, meskipun bukan komplek umum, tapi yang ini luar biasa. Sepertinya tidak ada cerita tetangga yang kehabisan garam atau bumbu masak, mengetuk pintu rumah.
GPS yang diaktifkan di ponselnya menunjukan kalau lokasi yang dia tuju berada di depan.
“Ah, itu rumahnya.”
Ada petugas keamanan yang memastikan kedatangan Dara. Mungkin akan lain ceritanya kalau yang datang anggota keluarga, tapi Dara baru pertama kali bahkan ia harus memastikan identitasnya dengan menunjukan kartu penduduk.
“Silahkan Mbak Dara, berikutnya tinggal klakson saja pintu gerbang akan otomatis dibuka,” ujar salah satu petugas.
“Terima kasih, Mas.” Dara menutup kembali kaca mobil dan melewati gerbang.
Sesuai dengan arahan Bunda, kalau tempat tinggal Jaya dan Surya berada dalam satu wilayah. Hanya saya, kediaman Jaya di bagian depan dan Surya bagian belakang.
“Ck, ini kalau ngepel seharian baru kelar kali,” gumam Dara.
Ada lagi petugas yang mengarahkannya untuk parkir, sudah ada beberapa mobil mewah terparkir di sana. Termasuk milik bunda Kemala. Dara diantar ke dalam rumah, terdengar suara berbincang.
“Selamat malam, maaf saya terlambat,” ujar Dara.
“Oh, Dara. Kemari sayang, kamu tidak terlambat. Mereka saja yang datang lebih awal,” ujar Jaya ditujukan untuk yang lain.
Dara terkekeh lalu menghampiri pria tua itu, mencium tangannya dan menanyakan kabar. Melakukan hal yang sama pada Surya dan Kemala lalu duduk di sofa tunggal. Citra sudah hadir dan melirik sinis, sepertinya masih emosi karena perseteruan sore tadi belum selesai.
Tidak melihat Pandu dan Harsa di sana, dalam hati Dara bersorak. Paling tidak hatinya akan tetap damai, nyatanya kenyataan tidak sesuai harapan. Terdengar salam, Harsa yang tiba berbarengan dengan … Pandu.
“Nah ini dia, mereka ini yang terlambat,” ujar Jaya pada Dara.
Pandu menatap Dara yang melayangkan pandangan ke arah lain. Selama bukan di hotel, ia merasa sah-sah saja tidak menghormati pria itu.
“Berarti Dara dan Citra akan tinggal disini?” tanya Jaya.
“Iya Opa, aku sudah bawa pakaian dan perlengkapan aku. Jadi, aku akan temani opa,” ujar Citra dan Dara rasanya ingin muntah mendengar ucapan itu, ia tahu betul karakter Citra. Sepertinya bukan dari hati, hanya kamuflase.
“Wah, rumah jadi ramai. Opa tidak akan kesepian lagi. Pandu, kapan kamu mau tinggal di sini dan fokus bergabung di perusahaan?” tanya Jaya lagi dan kali ini ditujukan pada putra kedua keluarga Mahendra.
Pandu bergeming dan menjadi pusat perhatian. Pria itu lalu menoleh ke arah Dara, “Secepatnya Pi. Aku akan tinggal di sini dan bergabung di perusahaan,” jawab Pandu dengan senyum smirk pada Dara.
Lihat saja nanti, aku balas pukulan dan jambakan darimu.
\=\=\=\=
Pembaca : Balas pake apa Bang Pandu?
Pandu : pake Cinta, ea ea 🤣🤣🤣