Mempunyai paras cantik, harta berlimpah dan otak yang cerdas tidak membuat Alsava Mabella atau gadis yang kerap di sapa Alsa itu hidup dengan bahagia.
Banyak yang tidak tahu kehidupan Alsa yang sesungguhnya. Mereka hanya tahu Alsa dari luarnya saja.
Sampai akhirnya kehidupannya perlahan berubah. Setelah kedua orang tuanya memutuskan untuk menikahkannya di usianya yang terbilang masih sangat muda itu dengan lelaki yang sangat di kenalinya di sekolah.
Lelaki tampan dan juga memiliki otak yang cerdas seperti Alsa. Bahkan Dia juga menjadi idola di kalangan siswi di sekolahnya.
Mau menolak? Jelas Alsa tidak akan bisa. Bukan karena dia memiliki rasa, tetapi keputusan kedua orang tuanya adalah mutlak.
Follow ig riria_raffasya ✌️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Riria Raffasya Alfharizqi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sepupu?
Alsa bersama kedua sahabatnya sedang duduk di kantin. Sedari tadi dia tidak nafsu makan, Alsa lebih sering memainkan sendoknya yang berada di mangkok baksonya.
Icha dan Mila saling pandang menatap Alsa yang tidak seperti biasanya. Makan dengan lahap meskipun sedang ada masalah dengan orang tuanya.
"Kenapa lo?" tanya Icha seraya menyeruput jus mangganya.
Alsa menggeleng pelan. Dia sendiri tidak tahu kenapa jadi bad mood seperti gara-gara kata Gerald tadi.
"Ortu lo nggak bisa dateng?" tanya Kia menyimpulkan kenapa Alsa seperti sekarang ini.
Alsa menatap Kia. Lalu mengangguk. "Kalian berdua pasti sudah tahulah jawabannya. Bisnis mereka lebih penting dari pada gue," jelas Alsava.
Padahal sebenarnya pikirannya terus tertuju dengan ucapan Gerald diakhir tadi sebelum pergi. Jika masalah kedua orang tuanya yang akan melanggar janjinya untuk pergi ke sekolah. Alsa sudah bisa menebak itu sebelumnya. Bisnis kedua orang tuanya lebih penting dibanding dengan dirinya.
Tiba-tiba kantin menjadi gaduh karena datangnya Gerald bersama dengan gengnya. Abim dan si ketua basket Verrel. Para siswi langsung bergerak singkat untuk merapihkan tatanan rambut mereka. Begitu juga dengan Icha sahabat Alsa sendiri.
"Lo kenapa?" tanya Alsava kepada Icha yang tiba-tiba langsung mengeluarkan kaca yang selalu di bawa olehnya.
Kia menjawab pertanyaan Alsa dengan menunjukan dagunya ke arah Gerald dan kedua sahabatnya.
"Itu tuh ketos tamvan yang bikin Icha kayak cacing kepanasan," jawab Kia membuat Icha melotot kesal.
Icha memang mengidolakan Gerald sejak menginjikan sekolahnya. Menurutnya Gerald sosok laki-laki yang patut untuk dijadikan idola.
Alsa menoleh ke arah belakangnya. Dimana Gerald dan kedua sahabatnya sedang menjadi pusat perhatian para siswi-siswi centil di sekolahnya.
Untuk seperkian detik manik mata Alsa dan Gerald bertemu. Sebelum akhirnya keduanya saling mengalihkan pandangan mata mereka.
"Ih alay gitu," gumam Alsa membuat Icha melotot kesal ke arah Alsava.
"Jangan bilang Kak Gerald alay, yang alay itu cuma si Abim," jawab Icha tidak terima dengan cibiran Alsa untuk idolanya.
"Serah lo deh Cha, heran gue sama mata lo," jelas Alsa membuat Icha memanyunkan bibirnya. Tetapi tidak lagi menjawab cibiran Alsava.
Gerald dan kedua sahabatnya duduk bersama. Abim melihat ke arah Alsa yang duduk dengan jarak yang lumayan jauh dari mereka.
"Lihat tuh si Al, heran gue ma tuh anak nggak ada kapoknya cari masalah di sekolah," ucap Abim membuat Verrel menatap ke arah pandangan mata Abim.
"Dia?" tanya Verrel menunjuk Alsa dengan pandangan matanya. Membuat Abim mengangguk.
"Nggak papa lagi, dia kan cantik," jawab Verrel membuat Abim tidak percaya dengan jawaban Verrel yang menurutnya sangat aneh.
Begitu juga dengan Gerald. Jarang sekali seorang Verrel memuji lawan jenisnya. Apa lagi dengan kata cantik. Menurut Gerald Verrel memang tidak mengenal seperti apa Alsava yang menurut dia cantik itu.
"Wehh... Bro lu parah deh, dia tuh cewek yang bikin semua anggota osis naik darah tau nggak?" jawab Abim yang hanya mendapat anggukan kepala dari Verrel. Tanpa berniat untuk menanggapi lagi.
"Eh Ral, lo tadi ngapain si Alsa pas nyuruh kita pergi dari ruangan osis?" tanya Abim membuat Gerald menghentingkan aktifitasnya. Begitu juga dengan Verrel yang menatap ke arah Gerald.
Belum sempat Gerald menjawab. Ponsel yang berada di sakunya sudah berbunyi. Membuat Gerald langsung mengangkat sambungan telepon yang ternyata dari Bundanya.
Hallo Bund
(...)
Oke Gerald ke situ
Sambungan telepon terputus. Gerald menghela napasnya dalam.
"Nyokap lo Ral?" tanya Abim. Geral mengangguk lalu dia beranjak dari duduknya.
"Gue temuin nyokap dulu ya?" pamit Gerald seraya membenarkan almamaternya.
Sebelum benar-benar keluar dari kantin. Gerald menoleh ke arah Alsa yang sedang tertawa bersama dengan kedua sahabatnya. Lalu setelah itu benar-benar pergi untuk menemui Bundanya.
Abim dan Verrel saling pandang. Gerald mau menemui Bundanya. Apa Bunda Gerald datang ke sekolah? pikir mereka berdua.
"Ayo cepetan susul Gerald," ajak Abim seraya menyeruput es jeruknya untuk dihabiskan.
Verrel menurut tanpa menajwab. Dia menyusul Gerald bersama dengan Abim.
Gerald masuk ke ruangan osisinya. Di sana terlihat Bundanya yang sudah duduk bersama dengan Ninda. Gerald masuk kedalam membuat kedua wanita di depannya yang tadi sedang bercerita menoleh karena kedatangannya.
"Gerald, bantuin Bunda untuk menemui wali kelas Alsa Nak," ucap Bunda Nimas membuat Gerald mengangguk.
Sedangkan Ninda tampak terkejut mendengar penuturan Bundanya Gerald. Ninda belum mengerti apa maksudnya.
"Tante ada hubungan apa sama wali kelas Alsa?" tanya Ninda penasaran.
Bunda Nimas tersenyum. Dia akan menjawab pertanyaan Ninda. Tetapi sebelum itu terjadi Alsa sudah lebih dulu masuk ke ruangan osis. Maminya memberitahukan jika Bundanya Gerald yang datang menggantikannya.
Melihat adaya Ninda di ruangan itu membuat Alsa memiliki ide untuk membuat gadis yang menjadi revalnya itu kesal.
"Bunda, maaf Alsa baru saja dari kantin," ucap Alsava seraya menghampiri Bunda Nimas.
Bunda Nimas mengangguk dan tersenyum. Dia senang karena Alsa sudah mau memanggilnya dengan sebutan Bunda.
Sedangkan Gerald tampak terkejut dengan perubahan sikap Alsava yang shok kenal dengn Bundanya. Bahkan tadi malam saja mereka bertemu Alsa masih banyak diam. Tetapi sikap dia sekarang seperti sudah mengenal lama Bundanya saja.
Gerald baru paham kenapa Alsa melakukan itu semua. Dia yakin karena adanya Ninda yang kini sedang menatap Alsa dengan tatapan tidak sukanya.
"Tante kenal dia?" tanya Ninda lagi kepada Bunda Nimas.
"Iya gue sama Gerald sepupunan, kenapa? ayo Bund," ajak Alsa keluar dari ruangan osis itu.
Bunda Nimas tersenyum seraya menggeleng. "Tante pergi duli ya Ninda," pamitnya membuat Ninda mengangguk. Tetapi rasanya dia masih belum percaya dengan ucapan Alsava.
Ninda menatap Gerald yang masih berdiri tanpa ekspresi di wajahnya.
"Kalian beneran saudara sepupu?" tanya Ninda masih tidak percaya.
Yang benar saja mereka saudara sepupu? Sedangkan keduanya saja sering terlibat perang dingin karena masalah yang selalu Alsa lakukan. Dan apa ada seorang keponakan memanggil Tantenya dengan sebutan Bunda? Sangat membingungkan bukan?
"Ral," ucap Ninda lagi yang sudah begitu penasaran.
"Nggak usah dipikirkan itu nggak penting," jawab Gerald lalu pergi dari ruangannya.
Ninda masih berdiam diri di tempatnya. Memikirkan kata-kata Gerald barusan. Sampai akhirnya senyum manisnya terbit di wajahnya.
"Berati semua tentang Alsa menurutnya nggak penting dong?" gumamnya sendiri seraya tersenyum.
Tetapi senyuman itu luntur karena datangnya Abim dan juga Verrel.
"Woy Nin ngapain senyum-senyum nggak jelas gitu?" tanya Abim membuat Ninda menatapnya kesal.
"Bukan urusan lo," jawab Ninda masih dengan rasa kesalnya karena dua pengganggu lamunannya datang.
"Lihat Gerald nggak?" tanya Abim lagi.
Ninda menatap Abim, lalu melewatinya begitu saja keluar dari ruangan osis.
Verrel tertawa melihat Abim yang dicueki oleh seorang gadis. "Ayo ke kelas, Gerald pasti di sana," ajak Verrel menepuk pundak Abim.
"Huhh... Ninda nggak ada bedanya sama si Alsa," gumam Abim tanpa menjawab penuturan Verrel.
Sebenarnya kasian si Naya tapi karena kenekatannya dan jadi cewek yg Lemah,Aku gak suka..