Odessa adalah pelukis topeng yang melanjutkan karir dari leluhur ayahnya.
Keluarganya memiliki sebuah toko topeng kecil yang buka di sebuah gang sepi yang jarang didatangi oleh pengunjung, pada awalnya Odessa tidak mengerti sama sekali mengapa keluarganya harus berjualan dan membuka toko di tempat yang sepi orang lewat.
Namun setelah Odessa mengambil alih bisnis itu, ia mengerti alasannya.
'Mereka' tidak menyukai tempat yang ramai.
Ya, yang Odessa layani sama sekali bukan manusia, melainkan 'mereka' jiwa yang tersesat atau pun arwah yang terjerat oleh masalah di bumi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asha Krajan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
13. Masa lalu (1)
Angin bersiul mengantarkan sejuknya angin musim semi. Langkah Song Ru membawakan dirinya ke arah lapangan Universitas yang saat ini sedang merekrut murid baru, matanya melirik ke kiri dan ke kanan seolah mencari seseorang dalam keramaian. Senyum di wajahnya yang tampan dan hangat merekah begitu ia melihat temannya yang menjadi rekan panitia acara di tahun ini.
"Hei, Song Ru, kamu tiba juga." Song Ru tertawa, ia menepuk bahu temannya dengan senyuman, "Apakah aku terlambat?"
Seorang gadis dengan rambut terikat tinggi mencibir ketika bahunya ditepuk oleh Song Ru, "Terlambat lima menit." Gadis rambut panjang itu menyipitkan matanya dan menunjuk Song Ru sembari cemberut, "Ayo, aku tebak kamu pasti ke toko langganan mu itu lagi!"
Song Ru tertawa, ia mengangkat tangannya menunjukkan penyerahan, "Kamu benar, aku ke toko cat langgananku lagi. Stok cat minyak di studio rumahku sudah hampir habis lagi." Mendengar itu gadis berambut panjang memutar matanya bosan, "Tidak aneh, pelukis jenius."
"Hei, ayolah jangan seperti itu Chuchu, itu membuatku canggung." Song Ru menggaruk tengkuknya dengan senyuman, yang dibalas dengan cibiran lagi oleh gadis berambut panjang. Gadis berambut panjang—atau yang disebut sebagai Chuchu, menarik lengan Song Ru dengan tidak sabar, "Sudah, jangan berlama-lama di sini, kita sibuk tahu!"
Song Ru mengangguk dan pasrah ketika ia diseret oleh teman gadisnya yang tomboy itu. Tatapannya melihat-lihat ke arah mahasiswa atau siswi baru yang sepertinya tahun ini agak terlalu banyak, ia menjadi sedikit heran karena itu.
Apakah universitasnya ini membuka pendaftaran buka-bukaan atau bagaimana? Bukankah seharusnya sulit masuk ke sini…
"Hei, sepertinya aku baru sadar bahwa banyak sekali siswa-siswi yang masuk tahun ini…" ujar Song Ru dengan heran, Chuchu memutar matanya mendengar itu, "Ayolah, apakah kamu tidak tahu? Universitas kita ini meningkatkan kuota masuk, jadi lebih banyak siswa yang lolos beasiswa, atau ada juga yang … kamu harus tahu." Chuchu berbisik dengan sinis.
Song Ru terbatuk, "Baiklah, ayo, ayo, kita bekerja! Jika ketahuan guru bisa gawat jika mengobrol di sini."
Song Ru dan Chuchu segera berpisah mengurusi bidang mereka masing-masing. Song Ru ditugaskan di bagian pendaftaran asrama sehingga ia harus siap siaga di tempatnya, sedangkan Chuchu berada di bidang pendaftaran ekstrakurikuler sehingga keduanya menjadi sangat sibuk sepanjang hari. Ketika matahari akhirnya mulai berada di tepat di saat panas-panasnya, Song Ru mengelap keringatnya dengan sapu tangan, ia menghela nafas dan menunggu waktu istirahat makan siang yang akan tiba sepuluh menit lagi.
Sekarang sudah mulai sepi karena anak-anak baru itu mungkin mulai berkeliling area universitas untuk mencari kantin atau tukang dagang, kini Song Ru menjadi sedikit santai, baru saja ia akan kembali duduk ketika ia mendengar panggilan dari kejauhan.
"Senior! Tunggu sebentar!"
Song Ru menoleh, ia terkejut ketika melihat seorang gadis dengan perawakan cukup kecil dan memiliki penampilan yang manis dan cantik berlari dengan tergesa-gesa ke arah meja panitia. Pupil Song Ru melebar, ia tidak bisa berkata-kata ketika ia melihat bahwa gadis itu terengah-engah di depannya dan menopang lutut karena lelah.
Song Ru menelan ludahnya kasar, ia terbatuk dan mengalihkan pandangan dari wajah manis gadis itu, "Ya, ada apa?"
"Kakak Senior! Ini belum istirahat, kan? Maaf sedikit terlambat aku mengurus surat izin asrama yang salah ketik dulu tadi." Gadis itu menarik nafas dalam dan memberikan selembaran kertas yang diberikan oleh guru yang menjadi panitia juga, Song Ru menerimanya dengan senang hati, tatapannya tertuju pada jari gadis itu yang terlihat putih namun sedikit kasar, samar-samar ia bisa melihat kapalan di telapak tangan gadis cantik itu. Song Ru tanpa sadar mengangkat sebelah alisnya.
Kapalan di tangan? Gadis ini sedikit unik, pikir Song Ru.
Song Ru menatap data diri dan izin asrama yang diberikan oleh gadis itu kepadanya, ia melihat bahwa gadis itu bernama Ming Rui, yang secara tidak terduga sebenarnya gadis ini bukanlah orang asal kota tapi berasal dari desa yang sebenarnya ia belum pernah dengar juga. Sungguh hebat gadis bernama Ming Rui ini bisa sampai di sini, terlebih lagi berhasil lolos melalui beasiswa.
"Baiklah, tunggu sebentar, kunci asrama perempuan nomor 9a … nah, ini dia." Song Ru mencari kunci sebentar sebelum akhirnya memberikan kepada gadis yang bernama Ming Rui itu, Ming Rui membungkuk berterima kasih, "Terima kasih senior! Maaf mengganggu, tapi bolehkah aku bertanya dimana letak kantin?"
Song Ru tersenyum ramah, ia menunjuk ke suatu arah, "Ya, tidak apa-apa, kantin ada di sebelah sana, di belakang gedung jurusan sipil. Sama-sama."
Ming Rui kembali mengucapkan terima kasih sebelum izin pergi terlebih dahulu ke arah yang ditunjuk sebagai arah kantin berada. Song Ru menunduk menatap jam tangan, akhirnya waktu makan siang tiba. Song Ru menghela nafas lega dan tersenyum, ketika ia mengangkat kepalanya matanya seketika terbelalak dan ia hampir melompat kaget.
"Hehe, aku tebak~ apakah pelukis jenius kita telah jatuh cinta?" Chuchu yang tiba-tiba muncul di depan Song Ru tanpa diketahui kapan keberadaannya tersenyum dengan senyuman licik, gigi gingsulnya yang ke arah depan sedikit terlihat. Song Ru menepuk dadanya dengan jantungan, hampir saja ia terkena serangan jantung karena orang ini!
"Apa yang kamu bicarakan, aku tidak jatuh cinta." Song Ru menggelengkan kepalanya, ia membantah perasaan jantungnya yang berdegup dengan begitu cepat tadi ketika ia sedang mengobrol dengan gadis itu.
Ingat Song Ru, kamu sudah memiliki tunangan …
Song Ru menghela nafas, jantungnya yang berdegup terlalu cepat sebelumnya perlahan kembali pulih ketika ia mengingat bahwa sebenarnya ia telah bertunangan sebelumnya sejak bayi. Itu semua salah para tetua konyol itu, menuangkannya ketika ia baru lahir dan berusia beberapa bulan dengan bayi perempuan keluarga orang lain hanya untuk mempererat hubungan silaturahmi. Song Ru sejak awal tidak pernah menganggap serius pertunangan ini, namun tetap saja karena orang tuanya sangat percaya dan sangat memaksa mau tidak mau ia harus mengakui 'tunangan' yang tidak pernah ia temui selama ini.
Song Ru menghela nafas untuk kesekian kalinya hari ini dan menggelengkan kepalanya, "Apakah kamu mau makan siang?" Song Ru menatap kearah Chuchu, "Ya, aku ingin mencoba sandwich es krim."
Song Ru mengangkat alisnya bingung, "Memangnya ada?"
"Ada! Sudah kamu ikut saja." Chuchu segera menarik Song Ru pergi untuk membeli sandwich es krim, tentu saja mereka hanya berkeliling tanpa arti karena yang dimaksudkan sebagai penjual Sandwich es krim itu tutup hari ini karena penjualnya telah jatuh sakit menurut kabar dari pemilik penjual jajanan sebelahnya.
Waktu pendaftaran dengan cepat berlalu dan universitas mulai mengajar seperti biasanya, dan segala aktivitas seperti ekstrakurikuler juga sudah di mulai kembali dari liburan panjang musim dingin beberapa minggu yang lalu. Song Ru menjalankan kehidupannya dengan monoton, entah belajar melukis di universitas atau pun ketika ia pulang ia latihan melukis di studio belakang rumahnya.
Song Ru selalu menjalani kehidupannya seperti ini, tidak pernah ada waktu ia untuk berleha-leha, hampir sepanjang hari ia menghabiskan waktunya di studio universitas atau pun rumahnya untuk melukis. Bahkan karena terlalu sering melukis, kakek dari Song Ru membuatkan gudang khusus untuk kanvas-kanvas lukisan dari cucunya itu. Untungnya keluarga Song masih memiliki kenalan yang luas sehingga lukisan-lukisan berharga yang ditulis oleh Song Ru dapat dijual kepada mereka jika mereka tertarik.
Sebenarnya Song Ru tahun ini adalah tahun terakhir ia belajar di universitas, karena tahun depan ia kemungkinan telah lulus. Karena akhir-akhir tahun yang sibuk, bahkan Song Ru sendiri tidak dapat mengingat tanggal atau bulan, waktu bahkan berlalu cepat tanpa ia sadari.
Pada hari itu di pertengahan bulan pertama dari tahun baru, sungguh kebetulan sekali bahwa ide-ide melukis Song Ru benar-benar menjadi buntu, sungguh jarang ia terkena artblock, bahkan hampir tidak pernah. Tapi kali ini Song Ru benar-benar mengalaminya, bahkan otaknya terasa kosong ketika ia memegang kuas sehingga mau tidak mau kebiasaannya selama ini terganggu dan hal itu sungguh membuat stress Song Ru sendiri.
Chuchu berkata bahwa sebagai seorang pelukis mungkin ia harus suasana atau tempat-tempat baru untuk melukis, bukan selalu ada di studio, mungkin dia harus keluar untuk mencari referensi melukis, bahkan nasihat dari kakeknya pun yang seorang pelukis juga menyarankan hal yang sama. Mau tidak mau karena desakan dia orang itu yang menyuruhnya untuk keluar mencari hiburan, itu membuat Song yang selama ini selalu berdiam diri di dalam studio untuk pertama kalinya benar-benar menikmati jalan-jalan tanpa ada alasan seperti hanya ingin membeli makan atau membeli stok cat apapun.
Sungguh benar-benar hanya untuk berjalan-jalan!
Song Ru menghela nafas, ia melihat-lihat dengan bosan pemandangan pepohonan plum yang bermekaran dan dedaunan yang banyak kotor di jalanan dan di sapu oleh petugas kebersihan. Untung saja universitasnya ini sangat besar dan luas sehingga ia tidak perlu pergi kemanapun untuk hanya sekedar jalan-jalan, bahkan banyak pemandangan bagus yang bisa di lihat di sekitar universitas.
Langkah kaki Song Ru berbelok menuju ke arah danau yang terdapat di belakang universitas, ia bertujuan untuk mungkin mencari suasana angsa-angsa yang menari di danau, mungkin saja ia bisa menemukan referensi ide begitu melihat angsa-angsa putih yang berenang di tengah-tengah danau dan rimbunnya pepohonan di sekelilingnya?
Ketika Song Ru sedang santai berjalan menghampiri salah satu bangku di samping danau, ia secara tidak sengaja mendengar sebuah suara dari sekelilingnya yang sepertinya sedang berteriak dan menangis.
"Inilah aku! Sang angsa putih yang kamu cintai itu pangeran!"
Song Ru mengangkat alisnya, ia menoleh ke kanan dan kekiri mencoba mencari sumber suara itu berasal, ketika ia perlahan berjalan ke dekat rimbunnya pepohonan yang berada dekat sekali menjorok ke arah bawah danau, ia dapat melihat bahwa sepertinya itu adalah seorang gadis yang sedang menangis dengan menunjuk diri sendiri.
Apa yang gadis itu lakukan dengan menangis di pinggir danau? Jangan-jangan…
Mata Song Ru melebar, ia mengerutkan keningnya dan berteriak memanggil, "Hei! Apa yang kamu lakukan di sana!"
"Ah? Apa?"
Seorang gadis muda berambut sebahu menoleh ke belakang dengan bingung, matanya masih merah dan hidungnya juga merah seolah telah menangis, penampilan gadis itu membuat Song Ru tertegun.
Bukankah ini adalah gadis yang bernama Ming Rui itu? Yang saat itu terlambat datang kepadanya karena harus membenarkan surat izin asrama?
Mengapa ia bisa ada di sini?
"Apa yang kamu lakukan di sana? Jangan terlalu dekat dengan danau, awas danau terkadang suka banjir, bagaimana jika ada buaya yang tidak di temukan oleh petugas?!" Song Ru berteriak mewanti-wanti gadis itu. Sepertinya perkataannya membuat takut, dapat terlihat jelas dari wajah gadis itu yang langsung pucat dan ngeri, bahkan hingga langsung berlari terbirit-birit ke atas menghampirinya.
"Woah! Aku tidak mau di makan buaya!"
Sudut mata Song Ru sedikit berkedut mendengar teriakan ketakutan gadis itu, "Apa yang sebenarnya kamu lakukan di sana? Kamu tidak mungkin ingin bunuh diri, bukan?"
Ming Rui terengah-engah setelah menanjak naik dari bawah, ia menggelengkan kepalanya dengan keras, sedikit marah. "Tentu saja tidak! Kenapa harus bunuh diri? Aku tidak punya masalah apapun!"
"Oh … siapa tahu, lagipula mengapa kamu menangis disana? Kamu membuat salah paham siapapun yang melihat tahu." Song Ru mengerutkan keningnya, ia menatap gadis itu dengan serius. Ming Rui menunjuk dirinya sendiri, ia baru sadar bahwa di sudut matanya masih terdapat air mata sehingga ia langsung menghapusnya dengan senyum canggung.
"Uh … bukan apa-apa, aku hanya berlatih untuk latihan teater Minggu depan di ekstrakurikuler seni teater yang aku ikuti."
Song Ru tampak terkejut, "Oh? Kamu ikut teater? Jadi semua teriakan dan tangisan itu hanyalah akting ya…"
Ming Rui dengan malu mengangguk, "Ya, begitulah. Apakah senior salah paham bahwa aku ingin … uh, bunuh diri?"
Song Ru menjadi sedikit malu karena telah salah paham, ia terbatuk mencoba menjaga harga dirinya, "Oh … maafkan aku, aku salah paham ternyata." Ming Rui tertawa, ia melambaikan tangannya, "Tidak apa-apa, lagipula teriakanku tadi terlalu keras ya hingga mengganggu senior?"
"Uh … tidak, aku baru saja tiba, aku sedikit penasaran siapa yang berteriak dan menangis sendirian di sekitar danau." Song Ru menggaruk kepalanya dengan senyum canggung, "Oh ya, tapi tadi aktingmu bagus juga, apakah kamu memainkan semacam putri angsa dengan pangeran?"
"Ya, aku memainkan putri angsa yang sedang patah hati karena telah di kutuk." Ming Rui mengangguk, ia tersenyum manis. Song Ru sedikit terdiam ketika ia melihat senyuman manis gadis itu.
"Uh … aku, bolehkah aku meminta izin satu hal kepadamu?"
"Apa itu senior?" Ming Rui berkedip dengan polos.
"Bolehkah … aku melukis adeganmu tadi? Itu membuatku mendapatkan inspirasi. "