Desya yang terlahir dari keluarga sederhana ia dijodohkan oleh kedua orang tuanya dengan seorang lelaki yang dimana lelaki itu inti dari permasalahannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon veli2004, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pria dengan luka dibibir
Diperjalanan pulang, kami singgah terlebih dahulu ke restoran sambil mentraktir Riri.
Restoran yang sangat ramai akan pengunjung, dan juga restoran yang sudah sangat terkenal sekali di kota tempat tinggal ku sekarang.
"Kita mau kemana Nyonya? " Tanya Riri, karena melihat mobil menuju bukan kejalan pulang.
"Singgah sebentar aku ingin makan" jawabku.
Tak butuh waktu lama, mobil kami telah sampai tepatnya didepan restoran mewah itu, dengan segera aku turun begitupun dengan Riri.
Riri celingak-celinguk diarea sekeliling restoran itu, tak lupa matanya selalu tertuju pada bagian-bagian restoran tersebut.
”Dia sepertinya takjub” batinku.
Akupun masuk dengan Riri yang mengekor dibelakangku, kami duduk ditempat yang masih kosong.
Didalam restoran sangatlah ramai sekali para pengunjung yang sedang berbincang-bincang, ada juga yang sedang melahap makanannya.
Namun, mataku menangkap pemandangan yang membuatku terkejut saat melihat tempat duduk paling ujung ditempati oleh seorang lelaki dan satu wanita berambut pendek memakai pakaian sexi sedang bercanda tawa.
Mataku tak mengeluarkan air mata namun, hati ini rasanya seperti di iris-iris dengan pisau saat aku melihat Evan tengah bercanda tawa dengan seorang wanita yang tak lain dia adalah kekasihnya.
”Aku nggak salah lihat kan? ” .
Aku terus bertanya-tanya dalam hatiku, hatiku sangat sakit bila melihat Evan selalu ceria saat bersama dengan wanita itu tidak saat bersama diriku.
Namun aku mencoba untuk menahan air mata ini yang sudah tak bisa ku bendung, dan tak mungkin bila aku menangis didepan Riri.
Pandanganku seketika ku alihkan dengan melihat ke tempat lain agar Riri tidak melihat Evan dan wanita sialan itu.
Aku melihat Riri yang datang membawa menu.
“Nyonya ingin pesan apa?” tanyanya dengan sopan.
“Sebentar ya, aku ingin ke toilet" jawabku.
Riri hanya tersenyum lalu menyingkir, sementara aku melangkah dengan tenang menuju toilet.
Kepala ini seperti akan meledak karena fikiran yang terus menerus datang.
Tapi tepat saat aku ingin masuk toilet tiba-tiba saja aku berpapasan dengan sosok pria disebelah toilet wanita, saat itu aku sempat melihatnya dengan jelas. Pria tampan dengan kulit pucat kebiruan, tinggi dan berotot dengan tatapan dingin.
Wajahnya tampan namun, ada bekas luka lebar dibagian bibirnya. Aku hanya melihatnya dengan tatapan heran.
Saat aku menatapnya, pria itu langsung menatapku balik yang membuat diriku terkejut dan takut.
Aku segera masuk kedalam toilet dengan terburu-buru karena ketakutan.
"Siapa pria itu, dan apa yang dia lakukan di bagian toilet wanita? " gumam ku bertanya-tanya.
Pertanyaan-pertanyaan itu seolah-olah mengelilingi otakku yang lemah ini, apalagi ditambah dengan pemandangan direstoran yang membuatku sangat sedih.
Tok Tok Tok....
Aku kemudian tersentak dari lamunanku sendiri, aku melihat kearah pintu toilet yang sudah ku kunci.
"Buka" ucap seorang pria yang berada didepan pintu itu.
Seketika tubuhku bergetar hebat, aku takut sekali terjadi sesuatu kepadaku. Walaupun pria itu tampan namun ketampanan itu terlihat menyeramkan karena adanya luka dibagian bibirnya.
"Apa yang kau mau hah?! " teriakku sekencang mungkin.
Tak ada respon apapun, hanya hening. Aku yang ketakutan terus menatap kearah pintu itu dengan wajah yang serius.
"Sial, handphone ku ternyata ada diatas meja itu" ucapku.
Rasanya kepala ini sudah tak karuan dengan semua fikiran yang terus menjadi-jadi. Aku menangis sejadi-jadinya didalam toilet itu.
Hikss hikss hikss....
Air mata yang tadinya aku bisa bendung kini terjatuh membasahi kedua pipiku, aku memegang tanganku yang gemetar dengan perlahan-lahan aku berjalan kearah pintu tersebut.
Aku mengintip diantara celah-celah pintu itu, namun didepan pintu tak ada seorang pun disana.
Dengan tangan yang gemetar aku langsung membuka pintu itu, dan perlahan keluar dengan langkah kaki yang masih gemetar.
Untunglah pria itu sudah tak ada ditoilet itu, aku segera berjalan meninggalkan toilet tersebut dengan langkah cepat.
Sebelum aku sampai, aku terlebih dahulu mengelap semua air mataku yang telah jatuh.
"Nyonya, anda kenapa? " Tanya Riri saat aku sudah sampai.
Aku menggelengkan kepalaku.
"Nyonya seperti terburu-buru, apa ada orang yang ingin apa-apakan Nyonya? " Tanya Riri lagi.
"Nggak Riri, aku hanya lapar makanya aku jalan dengan terburu-buru" jawabku dengan tenang.
Mataku tertuju lagi pada kursi bagian ujung yang masih ditempati oleh Evan dengan wanita itu.
"Jadi anda mau pesan apa Nyonya? " Tanya Riri dengan memberikanku buku menu.
"Steak medium rare, kentang panggang,dan jus alpukat" jawabku.
Sementara Riri mengangguk, dia terlihat bingung akan memesan makanan apa karena banyaknya makanan yang ada didalam buku menu itu.
"Kau boleh memesan apapun itu Riri" ucapku dengan mengulas senyum.
Dia mengangguk, tak lama dia kembali pergi untuk memberikan menu tersebut kepada Koki restoran.
Mataku tertuju pada pintu restoran yang terbuka, membawa masuk satu pria berambut gelap dengan mata biru yang tajam. Ia mengenakan jas hitam dengan dasi merah, memberikannya kesan elegan.
Aku mengamati pria tersebut saat ia berjalan kearah kami, mata birunya memandangiku tajam.
Pria itu berjalan kearah tempat ujung yang dimana Evan dan wanita itu berada, dia kemudian duduk diantara mereka berdua.
Pria itu terlihat berbincang dengan serius pada Evan, sementara Isabel hanya diam sambil mengamati setiap obrolan mereka.
Setelah beberapa menit menunggu akhirnya pesanan kami datang, semua disajikan diatas meja.
Makanan yang sangat lezat itu aku lahap, dengan mengunyah dengan pelan agar bisa merasakan rasa khas makanan itu.
"Bagaimana, enak? " Tanyaku kepada Riri yang serius sekali melahap semua pesanannya.
"I-iyah Nyonya" jawabnya sambil cengar-cengir.
Aku tahu jelas dia sangat senang sekali diajak kesini, apalagi ini baru pertama kalinya dia merasakan makanan di restoran.
Dagingnya sangat lembut, begitupun dengan jusnya yang sangat segar , wangi, dan juga enak.
"Kalau masih kurang, kamu bisa pesan lagi" Ucapku.
"Iya Nyonya" jawab Riri terkekeh.
Pria itu masih berada diantara keduanya, entah apa yang sedang mereka bicarakan. Ingin sekali rasanya aku menguping pembicaraan mereka bertiga.
Setelah selesai membayar dan kamipun kenyang, akhirnya kami memutuskan untuk segera pulang kerumah.
Aku dan Riri berjalan menuju parkiran, dan bergegas masuk kedalam mobil.
"Makasih Nyonya untuk makanannya" ucap Riri senang.
Aku nanya mengangguk saja untuk. mengiyakan perkataannya itu, rasanya bagiku itu biasa saja dan hal yang biasa.
Namun bagi Riri itu sangat luar biasa.
Beberapa menit di perjalanan, fikiran ku selalu mengingat pemandangan itu yang seolah-olah itu sudah direncanakan untuk ku.
Dan pria yang ditoilet itu aku melihat dengan jelas wajahnya, dan dia seolah-olah sedang mengawasi setiap pergerakan ku.
Aku sangat ketakutan saat melihat wajahnya, wajah pria itu tampan namun mengerikan.