Hangga menatap gadis kecil di hadapannya,
" bunda sedang tidak ada dirumah om.. ada pesan? nanti Tiara sampaikan.." ujar gadis kecil itu polos,
Hangga menatapnya tidak seperti biasanya, perasaan sedih dan bersalah menyeruak begitu saja, mendesak desak di dalam dadanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pak putra
Rani sedang berbincang dengan Ruri di pinggir jalan, kebetulan Ruri sedang beristirahat dari membantu orang tuanya di kebun.
" Sudah ke bu diah?"
" Sudah.."
" baguslah.. kapan bu rani menjemput Tiara?" tanya Ruri sambil memakan pisang gorengnya.
" Akhir minggu ini.."
" boleh saya antar bu, biar ndak repot.. Saya pinjamkan mobil bapak.."
" ah, tidak usah.. Saya sudah pesan tiket kereta..",
mendengar penolakan itu Ruri hanya tersenyum, namun baginya masih bisa berteman dengan Rani saja sudah baik, karena itu dia akan terus menjaga hubungan baik mereka.
Saat Rani dan Ruri sibuk mengobrol, sebuah mobil hitam berhenti di pinggir jalan, tak jauh dari tempat keduanya duduk.
" Lho? pak Putra?" Ruri buru buru bangkit dan menyalami laki laki yang baru saja keluar dari mobilnya.
Rani melihat sosok laki laki yang di panggil putra itu, betapa kagetnya Rani.
Inikah laki laki yang di panggil putra oleh orang orang selama ini?
pemilik villa dan perkebunan yang besar itu,
juga orang yang baru saja membeli kebun tebu dekat rumahnya?.
Rani mencoba mengingat lagi nama panjang Hangga dengan cepat,
Hanggayu adi putra Hermawan.
Oh Tuhan.. jadi selama ini mereka begitu dekat..
Rani tertunduk, mengalihkan wajahnya, tidak ingin melihat wajah laki laki yang sudah pasti sengaja berhenti karena melihatnya di pinggir jalan.
" Wah.. Bu guru ya, beruntung sekali saya bertemu lagi.." Suara Hangga di belakangnya.
" Lho, pak putra mengenal bu Rani?" tanya Ruri heran, karena selama disini Hangga yang di panggil putra itu jarang keluar, keluar keluar pun hanya melihat kebunnya.
" Kenal baik, kami sama sama orang surabaya.. bukan begitu bu Kirani?" Hangga tersenyum melihat Kirani yang masih duduk di atas rumput dan membelakanginya itu.
Dengan terpaksa Rani menoleh, memandang Hangga dan memaksa senyumnya.
Melihat senyum terpaksa dari Rani Hangga semakin gemas saja, malah semakin ingin membuat perempuan itu kesal.
" Ya sudah, saya mau ke tempat pak Suroto dulu.." ujar Hangga,
" pak Suroto kepala sekolah kami?"
" iya, kebetulan ada urusan.." jawab Hangga sembari melirik Rani yang wajahnya tiba tiba tegang saat mendengar nama kepala sekolahnya di sebut.
" Oh, silahkan kalau begitu.. Hati hati dijalan pak.."
" kalau begitu mari pak Ruri.. mari bu guru.." Hangga tersenyum lalu berjalan kembali ke mobilnya.
Setelah Hangga pergi, Ruri memandangi Rani lekat, seperti penasaran akan sesuatu.
" Ibu benar mengenal pak Putra?" tanya Ruri,
mau tidak mau Rani mengangguk.
" Kok saya baru tau? Padahal dia orang yang cukup terkenal di kampung ini.. saya tidak menyangka bu Rani mengenalnya cukup dekat..?"
" Itu karena nama panggilannya berbeda dengan saat saya mengenalnya dulu,
saya tidak menyangka pemilik villa dan kebun di atas sana adalah orang yang pernah saya kenal," jawab Rani dengan masuk akal.
" kenal baik, tapi kenapa raut wajah ibu tidak begitu baik saat menyapanya?"
" bapak melihatnya?" Rani menatap Ruri,
" Saya sudah bekerja dengan bu Rani bertahun tahun, tentu saya hafal mana ekspresi nyaman dan tidak nyaman di wajah bu Rani.." Ruri tersenyum tipis.
Rani diam sejenak,
Ia berpikir apakah perlu memberitahu pada Ruri bahwa ia dan Hangga adalah mantan suami istri.
" Mantan pacar?" celetuk Ruri tiba tiba,
" semacam itulah.." jawab Rani mencoba tersenyum.
" Wahh.. Sayang sekali..."
" apanya yang sayang sekali pak?" tanya Rani mengerutkan dahinya.
" Dia orang yang sukses.. Banyak perempuan yang mau berada disamping laki laki semacam itu bu, pasti terjamin.."
Rani tersenyum kecut,
" harta tidak menjamin sikap seseorang pak, jadi.. Lebih baik kita hentikan pembicaraan kita ini..
saya pulang dulu.." Pamit rani tiba tiba,
" Lho? Mau kemana? Disini saja, toh tidak ada tiara dirumah?"
" Saya mau tidur saja.. Pak Ruri lanjut saja.." ujar Rani langsung berdiri.
Yudi dan tiara sedang bermain sepak bola di halaman,
meski baru saja pulang kerja, laki laki itu seakan tidak punya lelah.
Tak lama Danu datang, ia duduk di kursi teras sembari menyapa tiara.
" Halo cantik..! Ayo beli es cream sama om?!" suara Danu membuat Tiara menoleh ke arahnya.
" Wes ojok ganggu Dan?!" Yudi kesal, baru saja bermain dengan tiara, Danu malah ingin merebutnya.
" mas ini ketemu setiap hari lho mas.. Ya masa tak ajak beli es cream saja tidak boleh..?" protes danu.
" Aku ini baru pulang kerja?!"
" yo sama mas..!"
saat Danu dan Yudi ribut sendiri, sebuah motor berhenti di depan rumah.
" Permisi?" suara seorang perempuan,
Yudi dan Danu menoleh bersamaan,
Rupanya Hanum.
" Masuk dek Hanum.." Yudi melempar bola yang ia mainkan pada danu,
" gantikan aku main, aku ada tamu!" ujar Yudi.
Danu mengangguk, dan segera berdiri di atas rerumputan yang ukurannya tiga kali lima meter itu.
Yudi mengajak hanum masuk,
" Ada apa?" tanya Yudi ketika keduanya sudah sama sama duduk.
" Anu mas.. Saya mau tanya nomor HP mbak Rani.." hanum hati hati,
" untuk apa?"
" saya ingin menjalin silahturahmi dengan mbak Hanum lagi.. tolonglah mas.."
" Tidak dek.. Saya sudah berjanji pada Rani untuk tidak memberi nomornya pada siapapun.. Itu demi ketenangannya,"
" saya berjanji hanya akan bertanya kabar.."
" Tolonglah dek Hanum.. Diantara keluarga kita sudah tidak ada lagi yang perlu di bangun..
kedua kakak sampean sudah menghancurkan nya." suara Yudi tegas.
Hanum tertunduk,
" Mas Genta memang sudah menyakitinya dengan sengaja,
tapi mas hangga tidak..
bahkan sampai detik ini mas Hangga tidak mencari pengganti mbak Rani.."
ujar Hanum memohon.
" Sudahlah dek Hanum.. Jangan memaksa saya.. Janji saya pada adik saya lebih penting,
dan jika, suatu saat keduanya akan bertemu, biarkan tangan Tuhan yang mengatur,
jangan manusia yang ikut campur." Yudi sungguh sungguh tidak mau memberi Hanum jalan.
Setelah Hanum pergi, Yudi duduk di teras dengan ekspresi lelah.
" Pak dhe? Ayo main lagi?" Tiara berlari ke pangkuan Yudi.
Melihat Tiara Yudi entah kenapa tiba tiba sedih,
" Main dengan om Danu sebentar ya, pak Dhe capek.." Yudi membelai rambut Tiara.
" Siapa mas, kok wajahmu begitu setelah menerimanya masuk?" tanya Danu,
" mantan adik ipar Rani,"
" oh.. iya, aku dan Rani sepertinya pernah bertemu dengannya di luar.."
" dia ingin dekat kembali dengan Rani.."
" Biar Rani yang memutuskan sendiri mas.."
" karena itu aku tidak memberi jalan, biar mereka berusaha sendiri kalau memang menginginkan Rani,
tapi hatiku tidak rela kalau itu sampai itu terjadi,
melihat lukanya yang begitu dalam,
kakak mana yang tega.."
" Apa mantan suami Rani sudah menikah lagi?" tanya Danu penasaran,
" katanya belum, tapi itu bukan urusanku.." Yudi terlihat benar benar terbebani.
" Tiara.. Ayo beli es cream yuk, mumpung belum magrib..?!" melihat wajah Yudi yang seperti itu danu memutuskan untuk mengajak Tiara yang sedang bergelayutan di pangkuan Yudi.
.....