Permintaan Rumi untuk mutasi ke daerah pelosok demi menepi karena ditinggal menikah dengan kekasihnya, dikabulkan. Mendapatkan tugas harus menemani Kaisar Sadhana salah satu petinggi dari kantor pusat. Mereka mendatangi tempat yang hanya boleh dikunjungi oleh pasangan halal, membuat Kaisar dan Rumi akhirnya harus menikah.
Kaisar yang ternyata manja, rewel dan selalu meributkan ini itu, sedangkan Rumi hatinya masih trauma untuk merajut tali percintaan. Bagaimana perjalanan kisah mereka.
“Drama di hidupmu sudah lewat, aku pastikan kamu akan dapatkan cinta luar biasa hanya dariku.” – Kaisar Sadhana.
Spin off : CINTA DIBAYAR TUNAI
===
follow IG : dtyas_dtyas
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CLB - Lebih Hebat
Perempuan bernama Rumi itu tidak hanya satu, pikir Ardi tidak yakin kalau Rumi yang menghubungi Kaisar adalah Rumi mantan kekasihnya. Hanya saja ia kembali teringat dengan masa lalunya.
Kalau saja tidak mengenal Mela mungkin ia masih bersama Rumi menjalani hubungan jarak jauh.
Berbeda dengan Ardi yang sibuk dengan pikirannya mengingat masa lalu, peserta rapat lainnya terkejut karena Kaisar tersenyum menerima panggilan telepon bahkan menyebut kata sayang.
“Iya, nanti aku jemput. Tidak usah dandan kamu udah cantik kok.”
Reni bahkan sampai menoleh mendengar ucapan Kaisar. Pria itu terkenal cuek pada perempuan bahkan beberapa tahun bekerja tidak pernah melihat Kaisar bersama perempuan yang diakui sebagai kekasih apalagi calon istri.
Sekretaris Ardi sampai menutup mulut dengan tangannya.
“Daebak, Mas Kaisar telponan sama siapa?” tanyanya berbisik dan yang lain hanya bisa mengedikan bahu.
“Iya, aku lanjut kerja lagi ya.”
Kaisar masih tersenyum saat mengakhiri panggilan lalu mengernyitkan dahi karena menjadi pusat perhatian.
“Kalian lihat apa?” tanyanya dengan wajah datar dan dijawab oleh hela nafas bahkan ada yang menunduk karena takut.
Kembali bicara, Kaisar terlihat berwibawa dengan aura pemimpinnya. Tidak ada satu orang pun yang tidak fokus semua tampak konsentrasi menyimak. Ardi bahkan menelan saliva mengakui ia memiliki pemimpin yang berbeda, kali ini ia tidak bisa main-main. Beda saat ia di Surabaya, masih berani untuk mangkir dari tugas.
“Kalau dilihat dari grafik ini, tidak ada perubahan. Masih stag dan belum ada target dan rencana ada di meja saya.”
Ardi mengangguk karena yang dimaksud oleh Kaisar adalah dirinya. Reni memberikan kesempatan untuk Ardi mewakili timnya menyampaikan rencana mereka. Saat presentasi ardi terlihat percaya diri meski rencana yang disampaikan belum memuat Kaisar yakin. Bahkan sempat tidak bisa menjawab cecaran pertanyaan Kaisar.
“Lain kali matangkan dulu dengan tim, jangan sampai sudah jalan malah tidak jelas. Konsep kalian bagus, tapi belum matang. Dua hari, aku tunggu konsep revisinya.”
Bukan hanya membahas konsep baru dari ketiga tim marketing, Kaisar juga mengevaluasi hasil kerja semua tim saat ia tugas ke cabang. Hampir pukul empat sore saat ia mengakhiri rapat dan meninggalkan ruangan.
“Saya langsung pulang, dua hari lagi jadwalkan Ardi untuk temui saya,” titah Kaisar pada Reni sekretarisnya.
Masih ada satu jam lagi waktu kerja berakhir, belum ada antrian lift dan suasana lobby masih lengang. Kaisar berdiri di depan meja informasi fokus dengan ponselnya. Mengecek dan membalas pesan yang masuk saat rapat tadi. Dasi sudah dilepas dan berada di saku jas yang juga sudah tidak dikenakan bahkan diletakan di meja informasi.
Dua petugas informasi saling berbisik. Meski Kaisar tidak mengajak mereka bicara, paling tidak mendapatkan berkah bisa memandang Kaisar dari dekat.
“Mas Kaisar, ya ampun apa kabar?”
Kaisar menoleh, ternyata Koko -- petugas cleaning service.”
“Baik. Kamu apa kabar?” tanya Kaisar balik tanya meski fokusnya masih tertuju pada ponsel.
“Sehat mas, nah buktinya area ini bersih karena saya masih sehat dan bisa bertugas,” seru Koko lagi.
“Hm, bagus. Pertahankan, mana tahu Pak Johan terkesima dengan hasil kerja kamu lalu diangkat jadi wakilnya.”
“Mas Kaisar ini suka bercanda, mana mungkin saya diangkat jadi wakil pak Johan.” Kaisar terkekeh dan momen yang sangat langka dia tertawa apalagi di depan bawahannya. “Oh iya, mas Kaisar kemana aja baru kelihatan?”
“Cari jodoh,” sahut Kaisar.
“Hah, serius mas?”
“Seriuslah dan sudah dapat. Saya sudah menikah, ini mau jemput istri saya. Duluan ya,” ucap Kaisar lalu meninggalkan lobby.
Pengakuan Kaisar tadi bukan hanya didengar oleh Koko, tapi dua perempuan bagian informasi. Sudah pasti akan menjadi berita heboh dan membuat para perempuan penasaran gadis yang dinikahi oleh Kaisar.
***
Bosan di rumah dan tidak bisa jalan-jalan apalagi berbelanja karena Ardi tidak memberikan uang, Mela sejak tadi terus menggerutu. Menonton tv tidak ada yang menarik dan remote dilempar ke atas meja.
“Sebelum nikah, mulutnya manis banget. Perut aku udah buncit malah berubah, dasar laki-laki buaya.”
Kembali teringat Rumi, Mela membuka ponselnya lalu menghubungi gadis itu. Dua kali panggilan tidak dijawab. Rumi malam mengirimkan pesan kalau dia sedang sibuk.
“Hah, sombong banget. Sibuk apaan kali, jadi kacung doang.”
Mela : Di mana kamu?
Pesan kembali dikirimkan oleh Mela. Satu menit dua menit, tidak ada balasan. Mela kembali kesal dan Rumi baru membalas setengah jam kemudian
Rumi : di rumah
“Ih dasar error maksud aku dia tinggal dan kerja di mana.” Mela kembali melakukan panggilan kali ini bukan hanya tidak dijawab, Rumi bahkan mereject panggilan darinya.
Padahal di tempat berbeda Rumi jujur mengatakan ia sedang sibuk. Sibuk mencoba dapur milik Kaisar dan membereskan perlengkapan dan barang miliknya.
“Kenapa juga Ardi larang aku ke kantor? Jangan-jangan di sana dia dekat dengan perempuan. Aku harus cari tahu.” Mela pun bersiap untuk menemui Ardi di kantor.
Menggunakan taksi, tidak sampai tiga puluh menit sudah tiba. Sempat terdiam menatap gedung yang berdiri megah di hadapannya. Tidak menduga kalau perusahaan di mana Ardi bekerja sekarang begitu besar.
“Ternyata kantor pusat lebih besar dari yang aku bayangkan. Hebat juga, suami aku manager di perusahaan ini. Pasti aku juga dihormati.” Mela terkekeh sendiri, ia memastikan penampilannya sudah pantas. Tentu saja pantas menurutnya beda dengan orang lain.
Perutnya sudah terlihat membuncit, ia memakai dress pendek yang sangat pas di tubuhnya. Lengkap dengan wajah full make up.
Ada beberapa undakan tangga menuju pintu lobby. Seorang pria berjalan turun.
“Gila itu cowok cakep banget. Ardi aja lewat,” gumam Mela menatap pria itu. “Apa dia kerja di sana juga, bagian apa ya?” Mela melihat pria itu memegang jas dan tangan satunya berada di saku celana.
“Maaf mas,” tegur Mela.
“Iya.”
“Hm. Mau tanya, mas kerja di perusahaan itu juga?” tanya Mela menunjuk gedung di hadapannya.
“Iya.”
“Oh. Kenal dengan Ardi. Ardi Mahesa, jabatannya manager.”
Pria itu menghela pelan lalu mengangguk.
Ya ampun cool banget sih, batin Mela.
“Ruangannya di mana ya, saya mau ketemu dia. Nama saya Mela, istrinya Ardi.”
“Ohh,” jawab pria itu.
“Kita menikah karena dijodohkan, saya juga nggak cinta-cinta amat sih. Mas bisa antar saya ke ruangannya Ardi? Dia manager.”
Bukannya menjawab pertanyaan Mela, pria tadi menggaruk pelipisnya.
“Di lobby ada bagian informasi, bisa tanya saja di sana. Nanti mbak akan diantar.”
Salah satu security yang berjaga di lobby menghampiri.
“Pak Kaisar, ada yang bisa dibantu?”
“Mbak ini, antar ke bagian informasi.”
“Eh, mas ….” Mela menatap pria bernama Kaisar yang lalu menuju mobil terparkir dengan plang VIP.
“Mbak mau ke bagian informasi?” tanya security pada Mela yang masih menatap Kaisar.
“Mas itu siapa?” tanya Mela.
“Itu Pak Kaisar, salah satu direktur di sini. Saya lupa direktur apa. Mari mbak saya antar ke lobby.”
“Di Direktur, lebih hebat dari Ardi dong.”