"Tak harus ada alasan untuk berselingkuh!"
Rumah tangga yang tenang tanpa badai, ternyata menyembunyikan satu pengkhianatan. Suami yang sempurna belum tentu setia dan tidak ada perempuan yang rela di duakan, apalagi itu di lakukan oleh lelaki yang di cintainya.
Anin membalas perselingkuhan suami dan sahabatnya dengan manis sampai keduanya bertekuk lutut dalam derita dan penyesalan. Istri sah, tak harus merendahkan dirinya dengan mengamuk dan menangis untuk sebuah ketidak setiaan.
Anin hanya membuktikan siapa yang memanggil Topan dialah yang harus menuai badai.
Seperti apa kisahnya, ikuti cerita ini ya☺️🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Suesant SW, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 12. Ular Belud@k
Hujan deras turun dari langit menjelang tengah malam. Anin, Ratna dan Galih duduk di ruang keluarga dengan gelas teh panas dan kue bolu yang sengaja di buat Anin tadi sore.
Anin duduk di sofa, bergelayut manja di bahu Galih. Di sofa lain Ratna duduk meringkuk dengan piyama tidur milik Anin dan mantel tebal. Dia sudah mandi dan berganti pakaian, tetapi dia merasa tubuhnya meriang. Yah, efek daun kemangi di nasi bakar tadi memberikan reaksi alergi, meskipun tak parah.
Akhirnya, di putuskan Ratna menginap di rumah Anin dan Galih, mengingat kondisi Anin tak mungkin menyetir apalagi hujan deras sekali. Galih menawarkan untuk mengantar tetapi Anin bersikeras Ratna menginap saja, dia berdalih mencemaskan keadaan Ratna, apa lagi dia merasa bersalah telah membuat Ratna sedikit tersiksa malam ini gara-gara ketumpahan semangkok sambal terasi pedas yang sebenatnya di sengaja itu.
"Aduh, Rat...aku tak enak sudah mengacaukan makan malam kita..." Ucap Anin, dengan mimik menyesal
"Tak apa-apa, namanya juga tak sengaja." Sahut Ratna, meskipun dia kesal tetap saja dia tak bisa komplain.
Anin menciftakan obrolan sesantai mungkin, sementara Galih terlihat banyak diam mendengarkan, pura-pura sibuk melihat ke layar televisi. Padahal film yang sedang tayang itu sama sekali tak menarik, Anin tahu selera suaminya itu tak tertarik dengan film dokumenter.
Beberapa kali dia berusaha meninggalkan ruang keluarga itu tetapi tangan Anin memeluk erat lengannya sambil terus mengoceh.
Berkali-kali pula Anin bisa menangkap lirikan suaminya itu, dia melirik pada Ratna. Yang di lirik berpura-pura tak menyadarinya.
Sekarang, Anin mulai berfikir, selama ini apakah karena rasa percayanya pada suami dan sahabatnya sampai tak menyadari semua hal ini, termasuk gerak gerik mereka saat bersamanya. Seberapa lama mereka bermain di belakangnya?
Hampir satu jam situasi itu berlangsung canggung sampai Anin kemudian menyudahi obrolan mereka.
"Rat, kamu sudah mengantuk?" Tanya Anin sambil menggeliat dan menguap.
"Akh, tidak juga." Ratna terlihat salah tingkah.
"Mungkin reaksi obat anti alergi tadi. Nanti aku segera masuk kamar." Ratna terlihat sibuk menuangkan teh ke gelasnya.
"Baiklah kalau begitu, aku sudah mengantuk, kayaknya masak memasak tadi membuatku sedikit capek. Besok kita lanjut ngobrol lagi. Aku masih kangen ngobrol denganmu, Rat." Ujar Anin seraya berdiri.
"Oh, ya...Yang, bisa antarkan Ratna ke kamar tamu, kan? Ratna belum pernah menginap di rumah kita setelah renovasi tahun kemarin. Takutnya dia belum tahu kamarnya. Aku mau menjenguk Gigi sebentar di kamarnya terus langsung tidur saja." Anin beranjak dan berpura-pura menguap, seakan sangat mengantuk.
Mata Galih sekelebat berbinar, Anin bisa menebak, suaminya itu sedang mencari kesempatan untuk berduaan dengan Ratna tetapi tak menemukan celah.
Mendengar permintaan Anin tentu saja Galih senang, seperti halnya lirikan Ratna sambil menyeruput teh di gelasnya seakan berpura-pura tak mendengar permintaan Anin.
Anin berjalan menuju tangga dan segera naik, kamar tamu ada di lantai satu.
"Iya, sayang ..."
Galih bersikap acuh tak acuh langsung meneguk teh di gelasnyq sampai tandas. Keliatan sekali jika dia ingin Anin segera pergi.
Sepeninggal Anin, ruang keluarga itu senyap.
"Tunjukkan aku kamarnya..." Ucap Ratna tiba-tiba sambil menoleh ke arah puncak tangga lantai dua di mana Anin menghilang beberapa saat sebelumnya. Sedikit waspada.
Galih berdiri dengan sikap biasa saja, berjalan mendahului menuju belakang tangga, ke arah belakang di sana ada dua kamar berhadapan, kamar untuk tamu atau keluarga yang kebetulan datang menginap saja.
"Ini kamarnya..." Galih membukakan pintu kamar dengan menekan gagang pintu itu ke bawah, sebuah ruangan tak seberapa besar tapi di tata rapi.
Ada satu tempat tidur ukuran nomor dua, sebuah meja dan kursi sofa untuk satu orang dan meja sudut di mana vas bunga di letakkan. Di sebelahnya sebuah lemari pakaian dari kayu ringan.
Baru saja pintu itu terbuka, Ratna masuk dan tanpa dinyana menarik pergelangan tangan Galih untuk masuk juga. Dengan kakinya Ratna mendorong pintu itu supaya tertutup
"Krek!" Kamar itu di kunci.
"Sayang, aku cemburu..." Ratna tiba-tiba memeluk Galih. Dia bergelayut di leher laki-laki yang hanya mengenakan celana pendek itu.
"Stttt!" Galih sejenak panik, dia terlihat gugup dan terkejut.
"Kamu sengaja ya, mempertontonkan kemesraanmu dengan istrimu di depanku?" Bibir merah Ratna manyun sebegitu rupa, matanya berkedip seperti orang kesal.
"Eh...aduh, lepaskan aku sayang, ini bukan waktu yang tepat..." Galih menoleh dengan gelisah ke arah pintu. Suaranya di turunkannya serendah mungkin.
"Sayang, lihatlah...seharusnya malam ini kita menginap di hotel luar kota. Ini malam ulang tahunku, kamu telah berjanji padaku, kan?" Ratna berbisik manja di telinga Galih tak perduli penolakan Galih.
"Astaga, sayang. Ini rumahku, kenapa kamu seberani ini. Bagaimana kalau Anin tahu? kita bisa..."
"Anin tak akan tahu. Dia percaya aku temannya."
Galih memang agak panik dengan sikap tiba-tiba Ratna, tapi dia tak menolak saat bibir seksi Ratna itu menyasar bibirnya dan dengan gemas mengu lum bibirnya.
"Anin sudah tidur...tidak usah terlalu takut begitu, aku cuma minta ciuman saja. Rencana di puncak kita gagal, cuma bisa satu malam saja. Makan malam kita berantakan, hotel yang kamu booking jauh-jauh hari jadi cancel gara-gara urusan istrimu ini. Pokoknya kamu harus minta maaf padaku..." Ratna merengut, hilang sudah wajah manis bersahaja saat berada di depan Anin. Kini sisi liarnya itu menampakkan diri seolah Ratna adalah orang yang berbeda.
"Sttt...aku kan sudah bilang, Anin akan curiga jika kamu menolaknya, mungkin tak curiga padamu tapi dia bisa saja menyusulku ke kantor, lalu bagaimana aku menjelaskannya andai itu terjadi?"
"Anin tak pernah curiga padaku...buktinya, hampir dua tahun hubungan kita berdua, semua baik-baik saja." Ratna bergelayut di leher Galih sambil tersenyum. Sementara tangan Galih melingkari pinggang Anin dengan mesra. Dengan penuh gairah mulai menciumi leher jenjang Ratna.
"Dan jangan lupa, kita pernah sekali bercinta di kamarmu saat istrimu sedang menjemput anakmu dulu...tak akan ada yang tahu..." Bisik Ratna sambil mengecup telinga Galih yang seketika merona wajahnya.
Degh!!
Ponsel di tangan Anin nyaris jatuh, menyaksikan adegan itu. Jantungnya nyaris keluar dari rongganya. Di kamar itu telah di pasangnya cctv mini yang di letakkan di belakang Vas bunga dan kameranya terhubung dengan ponselnya. Tak sia-sia, dia meminta bantuan anak pemilik toko ponsel di sebelah untuk memasangnya.
Kaki Anin gemetar seolah tulangnya melunak, dia memalingkan wajah dari layar ponselnya. Sejuta sumpah serapah begitu ingin di semburkannya tapi mulutnya kelu membisu. Sakitnya sampai ke ulu hati tapi Anin seakan mati rasa.
"Dasar ular belud@k!" Pekiknya dalam hati.
Dengan langkah nyaris jatuh dia berjalan mencapai pintu. Bertahan di dinding sejenak mengatur nafas dan air mata yang nyaris berlompatan dari matanya.
Lalu setelah dia bisa berdiri tegak, dia membuka pintu kamarnya, mungkin Sahabat set@nnya berharap Galih akan menghabiskan malam dengannya. Atau mungkin bercumbu sampai puas dalam rumahnya sendiri, Anin tak akan membiarkannya!
andai d alam nyata, tak bejek2 tu suami .bikin dendam aja
sukses dalam berkarya.
ku suport dngan kirim setangkai mawar.