Godaan Sang Mantan

"Tapi apa, Dokter? Shafura baik-baik saja, kan?"

Suara Anneliese sedikit bergetar menahan tangis. Dia takut mendengar penjelasan dokter mengenai kemungkinan terburuk yang menimpa Shafura. Apalagi dokter yang menangani Shafura tidak juga membuka suaranya membuat Anneliese tidak kuasa lagi menahan air matanya.

"Katakan, Dokter! Jangan membuat kami takut."

Vernon yang memiliki kesabaran setipis tisu nyaris kehilangan pertahanannya. Dia sangat geram karena sang dokter tak juga angkat bicara. Ditambah lagi Anneliese yang sudah terisak di pelukannya, membuat Vernon nyaris frustasi.

Sebelum menjelaskannya, dokter terlihat menghela napasnya berat. Ada keraguan yang tergambar disorot mata sang dokter, dia sedikit takut dengan reaksi Vernon jika mengatakan kondisi Shafura saat ini.

Namun, mau tidak mau dokter harus mengatakan yang sebenarnya. Walaupun Jujur mungkin terasa sedikit lebih menyakitkan, namun jauh lebih baik daripada memberikan sebuah harapan, namun palsu.

"Tuan bisa ikut ke ruangan saya, saya akan menjelaskannya."

Tanpa berlama-lama, Vernon langsung mengikuti langkah sang dokter menuju ruangannya. Anneliese tidak ikut bersama Vernon, karena Vernon meminta istrinya itu untuk melihat cucu-cucunya yang sudah dipindahkan ke ruang perawatan bayi.

Sebenarnya Vernon sengaja tidak ingin istrinya itu ikut ke ruangan dokter bersamanya. Entah kenapa Vernon memiliki firasat jika keadaan putrinya saat ini tidak baik-baik saja. Vernon hanya tidak ingin Anneliese mengetahui keadaan putrinya, karena istrinya itu akan semakin sedih nantinya.

"Nona Shafura mengalami atonia uteri atau bisa disebut pendarahan pascapersalinan yang berlebihan. Kondisi ini terjadi karena rahim tidak berkontraksi dengan cukup kuat untuk menutup pembuluh darah yang terbuka setelah plasenta keluar, sehingga pembuluh darah di tempat plasenta menempel terus dan berdarah."

Vernon mencoba mencerna setiap kata yang dokter coba jelaskan padanya. Namun tetap saja dunia kedokteran terlalu asing untuknya, ia sama sekali tidak memahami sedikitpun ucapan sang dokter, apalagi dengan istilah-istilah kedokteran yang baru saja dokter jelaskan padanya.

"Maaf, Dokter. Bisakah Anda menjelaskan lebih spesifik lagi? Misalnya dengan kata-kata yang mudah saya pahami."

Vernon tidak peduli walau dianggap bodoh sekalipun, karena pada kenyataannya ia memang benar-benar awam dengan dunia kedokteran.

Jika di dunia bisnis, maka kemampuannya tidak perlu diragukan lagi. Vernon yang sudah malang melintang di dunia bisnis selama puluhan tahun, masuk ke dalam jajaran pengusaha sukses terbaik di dunia.

Wajar saja jika ia tidak mengerti ilmu kedokteran. Karena bisnis dan kedokteran adalah dua hal yang sangat berbeda.

"Nona Shafura mengalami syok hipovolemik. Tubuhnya kehilangan terlalu banyak darah sehingga tidak mampu mempertahankan fungsi normalnya." Dokter mencoba menyederhanakan penjelasannya supaya Vernon bisa memahami nya. "Kami sudah berusaha yang terbaik untuk menyelamatkan Nona Shafura. Hanya saja sampai sekarang Nona masih belum sadarkan diri."

"Dokter, apa yang harus kami lakukan? Tolong selamatkan putriku, saya mohon!"

Vernon tidak peduli lagi dengan harga dirinya, jika dia harus bersujud sekalipun akan Vernon lakukan asal putrinya baik-baik saja.

"Kami sudah berusaha semaksimal mungkin, untuk saat ini yang harus kita lakukan hanyalah berdoa. Jika sampai 2 jam ke depan Nona belum sadar juga, maka Nona Shafura akan dinyatakan koma. Dan kami tidak bisa memastikan sampai kapan Nona akan kembali sadar," ucap dokter penuh penyesalan.

Air mata Vernon sudah menggenang di pelupuk matanya, ia tidak sanggup membayangkan jika harus kehilangan putri satu-satunya yang sangat ia cintai.

"𝘚𝘩𝘢𝘧𝘶𝘳𝘢... 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘱𝘶𝘵𝘳𝘪 𝘥𝘢𝘥𝘥𝘺 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘶𝘢𝘵. 𝘒𝘢𝘮𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘯𝘪𝘯𝘨𝘨𝘢𝘭𝘪𝘯 𝘥𝘢𝘥𝘥𝘺."

Vernon merasa dunianya runtuh seketika, apa yang akan ia katakan pada Anneliese, pasti istrinya akan lebih hancur darinya.

Vernon mengusap air matanya sebelum keluar dari ruangan dokter. Ia tidak ingin melihat istrinya khawatir. Untuk sementara, Vernon tidak akan memberitahu Anneliese tentang keadaan Shafura, sampai istrinya itu benar-benar siap mengetahui kenyataannya yang sebenarnya.

Namun, saat Vernon hendak membuka pintu, Anneliese sudah lebih dulu berdiri di hadapannya. Matanya terlihat berkaca-kaca dan tubuhnya nyaris saja limbung andai Vernon tidak menahannya.

Anneliese ternyata mendengar semua penjelasan dokter dari celah pintu yang tidak sepenuhnya tertutup.

"Mom!"

Vernon membawa Anneliese ke dalam pelukannya, dan benar saja, istrinya meraung dalam pelukannya.

"Dad, Shafura Dad," Anneliese tidak sanggup membayangkan jika putrinya tidak membuka matanya. "Aku gak mau kehilangan Shafura, Dad."

Vernon ikut menangis sambil mendekap tubuh istrinya yang semakin meraung. Tangisan pilunya begitu menyayat hati, membuat Vernon ikut merasakan perih di hatinya, bak disayat ribuan sembilu.

"Kita tidak akan kehilangan Shafura. Daddy tidak akan membiarkannya pergi meninggalkan kita."

Shafura hanya tertidur saat ini, Vernon yakin setelah dua jam putrinya akan bangun. Shafura akan melihat anak-anaknya telah lahir dengan selamat.

"𝘈𝘯𝘢𝘬-𝘢𝘯𝘢𝘬..."

"Mom, daddy punya ide."

Anneliese yang tengah terisak dalam pelukan Vernon, langsung merenggangkan pelukannya. Anneliese menatap wajah Vernon yang terlihat berbinar.

"Apa?"

Vernon tidak menjawab pertanyaan Anneliese, pria itu dengan cepat membawa istrinya ke ruangan bayi Shafura.

Sampai di ruangan bayi Shafura, Vernon kembali berkaca-kaca. Ia tidak kuasa menahan rasa bahagianya saat melihat cucu-cucunya yang begitu lucu terlelap di dalam box tidur nya.

Tangannya terulur menyentuh pipi kemerahan cucunya yang sangat menggemaskan. Vernon mengadzani kedua cucunya dengan penuh haru. Setelah itu, Vernon membisikkan sesuatu ke telinga kedua cucu kesayangannya.

"𝘒𝘢𝘭𝘪𝘢𝘯 𝘩𝘢𝘳𝘶𝘴 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘢𝘯𝘨𝘶𝘯𝘬𝘢𝘯 𝘔𝘰𝘮𝘮𝘺, 𝘨𝘳𝘢𝘯𝘥𝘱𝘢 𝘺𝘢𝘬𝘪𝘯 𝘬𝘢𝘭𝘪𝘢𝘯 𝘱𝘢𝘴𝘵𝘪 𝘣𝘪𝘴𝘢."

Baru saja dua malaikat kecil itu lahir ke dunia, usianya bahkan belum sampai 24 jam, tapi Vernon sudah memberinya tugas untuk membangunkan Shafura.

Setelah mendapatkan ijin untuk membawa kedua cucunya menemui Shafura, Vernon dan Anneliese kini berdiri di hadapan Shafura yang terbaring lemah di atas tempat tidur. Keduanya sama-sama menggedong cucunya masing-masing.

"Sayang... Kamu tidak ingin bangun? Lihatlah putrimu sangat cantik, dia butuh Kamu, Nak!"

Anneliese mencoba menahan tangisnya, sungguh hatinya sangat sakit melihat putrinya terbaring lemah tak berdaya.

"Putramu juga sangat tampan, Sayang. Tapi..."

"Tapi apa, Dad?"

Anneliese terlihat mengernyitkan keningnya karena sang suami tidak juga melanjutkan ucapannya.

"Mirip dengan Keygan," ucap Vernon sedikit tidak rela. Namun Vernon tidak mengelak ketampanan sang cucu begitu menawan.

Anneliese terkekeh melihat wajah masam suaminya. Vernon memang belum sepenuhnya memaafkan Keygan, karena itu setiap membahas mantan suami putrinya itu masih membuatnya urung-uringan.

"Tentu saja, kan Keygan daddy mereka," ucap Anneliese di sela-sela kekehan nya.

Oekkkkk.... oekkkk...

Tiba-tiba saja kedua bayi Shafura menangis, padahal sejak tadi dua bayi itu terlihat terlelap. Anneliese dan Vernon bahkan sampai kewalahan menenangkannya.

Tanpa mereka sadari, di atas tempat tidurnya tangan Shafura mulai bergerak, dan perlahan membuka matanya. Air matanya menetes saat pemandangan pertama yang Shafura lihat adalah kedua orang tuanya yang tengah menggendong kedua anaknya.

"𝘔𝘢𝘴, 𝘢𝘯𝘢𝘬-𝘢𝘯𝘢𝘬 𝘬𝘪𝘵𝘢 𝘴𝘶𝘥𝘢𝘩 𝘭𝘢𝘩𝘪𝘳. 𝘈𝘱𝘢 𝘒𝘢𝘮𝘶 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘦𝘳𝘪𝘮𝘢 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢?"

...----------------...

Sementara itu di tempat yang berbeda, Keygan merasa hatinya tiba-tiba sangat sakit. Rasa sesak menusuk tepat di ulu hatinya, menciptakan rasa perih yang begitu menyayat.

Namun di tengah-tengah rasa pilunya, air mata Keygan tiba-tiba mengalir deras, bersama perasaan asing yang perlahan menyeruak di hatinya, perasaan yang sebelumnya tidak pernah Keygan rasakan.

"Shafura..."

𝘛𝘰 𝘣𝘦 𝘤𝘰𝘯𝘵𝘪𝘯𝘶𝘦𝘥