Elise, seorang gadis keturunan bangsawan kaya, hidupnya terikat pada aturan keluarga. Untuk mendapatkan harta warisan, ia diwajibkan menikah dan segera melahirkan keturunan. Namun Elise menolak. Baginya, pernikahan hanyalah belenggu, dan ia ingin memiliki seorang anak tanpa harus menyerahkan diri pada suami yang dipaksakan.
Keputusan nekat membawanya ke luar negeri, ke sebuah laboratorium ternama yang menawarkan program bayi tabung. Ia pikir segalanya akan berjalan sesuai rencana—hingga sebuah kesalahan fatal terjadi. Benih yang dimasukkan ke rahimnya ternyata bukan milik donor anonim, melainkan milik Diego Frederick, mafia paling berkuasa dan kejam di Italia.
Ketika Diego mengetahui benihnya dicuri dan kini tengah berkembang dalam tubuh seorang wanita misterius, murka pun meledak. Baginya, tak ada yang boleh menyentuh atau memiliki warisannya.
Sementara Elise berusaha melarikan diri, Diego justru bersumpah akan menemukan wanita itu, dengan segala cara.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 34
“Apa-apaan wanita itu tadi! Dasar kampungan! Tidak tahu sopan santun! Mentang-mentang dia seorang model dan artis ternama, dia bisa seenaknya memperlakukan orang?” gerutu Elise sambil menenteng banyak kantong belanja dari butik ternama.
Elise bahkan sengaja memilih semua dress dengan harga paling mahal, bukan karena suka, tapi karena ingin membuat Diego kesal.
Dalam hati, dia berharap pria itu marah dan membatalkan rencana untuk membawanya ke Indonesia.
Sayangnya, semakin banyak ia belanja, semakin heran ia dibuat oleh saldo card premium milik Diego yang tak kunjung habis.
“Sial!” rutuknya sambil menatap struk pembayaran yang panjangnya hampir sejengkal lengan. “Sebenarnya dia itu sekaya apa?”
Elise mendengus kesal lalu tertawa kecil. “Sudahlah, anggap saja ini liburan setelah enam tahun menahan diri tidak berfoya-foya karena harus hidup miskin.”
Berhenti di depan sebuah toko, Elise menatap pantulan dirinya di kaca.
“Kalau saja waktu itu aku tidak dijodohkan dengan pria misterius yang bahkan belum pernah kulihat wajahnya, mungkin sekarang aku sedang berendam di bathtub berisi susu, bukan berkeringat di jalan seperti ini,” gumam Elise.
“Nona Elise!”
Suara berat yang familiar itu membuat Elise spontan menoleh. Dan saat matanya menangkap sosok pria berjas hitam yang berlari ke arahnya, darahnya langsung berdesir dingin.
Elise membelalak. “Astaga, kenapa dia bisa di sini?”
“Akhirnya, saya menemukan anda, Nona. Saya sudah mencari anda selama enam tahun terakhir,” ucapnya seraya melangkah maju.
“Tidak,” geleng Elise, kepalanya seolah terasa ringan. “Aku harus kabur!”
Tanpa berpikir dua kali, Elise menarik kedua lengan sweater nya hingga ke siku. Ia tidak melirik lagi pada dress atau hells yang baru saja di belinya.
“Lari!!!!” teriak Elise sambil berlari kencang.
“Nona, jangan! Anda tidak boleh kabur lagi!” seru Theo. “Saya hanya ingin bicara sesuatu yang penting pada anda!”
Suara langkah kaki Theo yang berat dan cepat terdengar di belakangnya, memacu adrenalin Elise hingga ke puncaknya.
Elise melesat melewati pejalan kaki yang terkejut, menerobos kerumunan kecil di depan sebuah gelateria. Jantungnya berdebar liar seirama dengan hentakan sepatunya di atas jalanan berbatu.
“Jangan mengejar ku, Theo!” Elise memekik tanpa menoleh ke belakang dengan napas yang mulai tersengal. “Kubilang berhenti atau kau akan ku pecat! Aku bersumpah, aku akan memecat mu tanpa pesangon sedikitpun!”
“Saya tidak peduli, Nona!” balas Theo, suaranya tetap stabil meski ia juga berlari. “Tugas saya adalah membawa anda pulang! Jabatan saya dipertaruhkan di sini!”
“Persetan dengan jabatanmu!” umpat Elise.
Elise berbelok tajam ke sebuah gang sempit, berharap bisa menghilangkan jejaknya. Aroma roti panggang dan sampah basah menyambutnya.
Gang itu buntu.
Sial!
Elise berbalik, dan di sana, di mulut gang, Theo berdiri dengan napas yang sedikit terengah, menghalangi satu-satunya jalan keluar.
“Sudah cukup, Nona,” ujar Theo, nadanya memohon. “Mari kita selesaikan ini baik-baik.”
“Tidak akan pernah!” desis Elise. Ia melihat celah di antara Theo dan dinding. Dengan nekat, ia menerobos maju.
Theo terkejut, berusaha menangkap lengannya, tetapi Elise lebih gesit. Ia berhasil lolos dan kembali ke jalan utama, melanjutkan pelariannya.
Kakinya mulai terasa seperti pegal, paru-parunya terbakar. Sudah terlalu lama ia tidak berlari seperti ini. Hidupnya yang santai selama beberapa tahun terakhir tidak mempersiapkannya untuk maraton dadakan ini.
“Theodore, hentikan tingkah konyol mu ini!” teriaknya lagi.
“Saya tidak akan berhenti sampai anda ikut dengan saya, Nona!” kekeh Theo, seolah ini hanyalah permainan yang harus ia menangkan. Kegigihannya membuat Elise putus asa.
“Kenapa kau masih bisa mengenaliku?” tanya Elise di sela napasnya yang terputus-putus. “Lihat aku! Penampilanku seperti ini! Aku sengaja membuatnya jelek!”
Tawa kecil terdengar dari belakangnya. Mereka sudah bersama sejak kecil, jelas saja Theo sangat mengenali sahabatnya itu.
“Dandanan anda itu memang sangat kampungan sekali,” sahut Theo dengan tajam nan menusuk tajam. “Tapi untungnya, mata jeli saya bisa mengenali kecantikan yang tersembunyi di balik itu semua.”
Di mata Theo, ia tetaplah Nona Elise, sang pewaris yang harus diseret pulang.
Elise melirik ke belakang dan Theo semakin dekat. Lantas, Elise memejamkan mata sejenak sambil terus berlari.
“Oh Tuhan, tolong, selamatkan aku dari Theo! Jika yang menolongku adalah seorang wanita, akan aku jadikan dia saudara. Dan jika dia seorang pria aku berjanji, aku akan mengabdi padanya sepanjang hidupku!” doanya dalam hati, sebuah permohonan bisu yang lahir dari kepanikan.
BRUK!
Doa itu seolah dijawab seketika, tetapi tidak dengan cara yang ia harapkan. Tubuhnya menabrak sesuatu yang luar biasa keras dan kokoh, seperti menabrak dinding bata.
Dampaknya membuatnya terhuyung ke belakang, hampir jatuh, jika saja sepasang lengan yang kuat tidak sigap melingkari pinggangnya, menahannya dengan cengkeraman yang posesif.
Aroma parfum yang familier menyeruak ke indranya. Elise mendongak perlahan, matanya yang membelalak bertemu dengan sepasang mata biru yang menatapnya tajam.
Rahang pria itu mengeras, dan aura kekesalan yang pekat menguar darinya.
“T–tuan?” lirih Elise, meneguk ludah dengan susah payah.
Diego berdecak kesal. Tatapannya beralih dari wajah Elise yang pucat ke arah Theo yang kini berhenti beberapa meter di belakang mereka dengan wajah sama terkejutnya.
“Cih! Aku menunggumu di rumah dan kau malah asyik main kejar-kejaran dengan seekor anjing liar? Menyebalkan sekali,” ucap Diego dengan mata menyipit, seolah menilai Theo dari atas ke bawah dengan tatapan merendahkan.
“Mama!” Alex turun dari mobil, menghampiri Elise dan menepis pelan tangan Diego dari pinggang ibunya.
“Mama? Jadi nona Elise sudah menikah dan punya anak?” gumam Theo dalam hatinya.
lanjut thor💪💪semngt
Kamu akan diratukan oleh seorang mafia kejam kerana telah melahirkan benihnya yg premium langsung penerusnya..