NovelToon NovelToon
THE BROTHER'S SECRET DESIRE

THE BROTHER'S SECRET DESIRE

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Terlarang / Obsesi / Keluarga / Romansa / Pembantu / Bercocok tanam
Popularitas:293.1k
Nilai: 5
Nama Author: Mae_jer

Area khusus Dewasa

Di mansion kediaman keluarga Corris terdapat peraturan yang melarang para pelayan bertatapan mata dengan anak majikan, tiga kakak beradik berwajah tampan.

Ansel adalah anak sulung yang mengelola perusahaan fashion terbesar di Paris, terkenal paling menakutkan di antara kedua saudaranya. Basten, putra kedua yang merupakan jaksa terkenal. Memiliki sifat pendiam dan susah di tebak. Dan Pierre, putra bungsu yang sekarang masih berstatus sebagai mahasiswa tingkat akhir. Sifatnya sombong dan suka main perempuan.

Edelleanor yang tahun ini akan memasuki usia dua puluh tahun memasuki mansion itu sebagai pelayan. Sebenarnya Edel adalah seorang gadis keturunan Indonesia yang diculik dan di jual menjadi wanita penghibur.

Beruntung Edel berhasil kabur namun ia malah kecelakaan dan hilang ingatan, lalu berakhir sebagai pembantu di rumah keluarga Corris.

Saat Edell bertatapan dengan ketiga kakak beradik tersebut, permainan terlarang pun di mulai.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tubuhmu mengingatku

Edel melangkah masuk. Pintu tertutup di belakangnya dengan bunyi klik halus, seakan menjebaknya di dalam dunia milik Basten. Lelaki itu akhirnya menoleh. Tatapan matanya menelusuri tubuh Edel dengan tajam, namun tidak buru-buru. Ia seperti pemburu yang menikmati ketegangan sebelum menerkam mangsa.

"Kau datang." gumamnya.

"Tepat waktu pula."

Edel menggigit bibir. Ia berdiri kaku di dekat pintu, tak tahu harus berkata apa. Setiap nalurinya berteriak agar ia pergi, tapi kakinya seperti tertanam di lantai.

Basten melangkah mendekat, pelan, terukur.

"Masih takut?" tanyanya sembari menyentuh dagu Edel dengan ujung jarinya, memaksanya mendongak.

"Atau justru penasaran?"

Edel memalingkan wajah, tapi Basten tak menyerah. Ia menyentuh sisi leher gadis itu, lembut tapi cukup membuat kulit Edel merinding.

"Tubuhmu mengingatku," bisiknya,

"Meski kepalamu mencoba menyangkal."

"Tuan muda ... tolong ... jangan ..."  suara Edel nyaris tak terdengar, setengah tercekik oleh rasa takut dan malu, setengah lagi oleh pergolakan yang tak ingin ia akui.

"Jangan apa?" Basten bersikap tenang, tapi tatapannya menyala. Ia bisa melihat bahwa gadis itu berada di ujung jurang antara ketakutan dan rasa penasaran akan apa yang telah ia lakukan semalam.

Perempuan yang benar-benar menolak keras di sentuh, biasanya akan kabur dengan cara apapun. Tapi gadis ini, kepolosannya, wajah bingungnya, dan ekspresi malu-malunya meyakinkan pikiran Basten kalau ada rasa ketertarikan dari gadis itu kepadanya. Atau bahkan pada sentuhannya.

Gadis ini mungkin belum sadar, tapi Basten akan membuatnya sadar. Membuat gadis ini benar-benar menyukai setiap sentuhan yang dia berikan. Menyukai kehadirannya.

Edel mencoba mundur, tapi Basten menahan pinggangnya. Sentuhannya bukan sekadar fisik, ia menyerang dari dalam, membuat batas Edel semakin kabur.

"Kau tidak bisa pergi, setelah memilih muncul di hadapanku." ucap Basten pelan.

Kalimat itu membekas seperti racun manis di telinga Edel.

Ia harus pergi. Sekarang juga.

Tapi tubuhnya tidak mendengarkan.

Dan Basten, seperti biasa, tahu cara membaca sinyal itu lebih dulu daripada Edel sendiri. Lelaki itu menarik Edel perlahan ke arahnya. Wajah mereka begitu dekat, napas mereka menyatu di udara.

Bibir Basten hanya tinggal beberapa inci dari wajah Edel ketika gadis itu akhirnya berhasil mengeluarkan bisikan lirih,

"Aku takut di cari madam Sin ..."

"Tidak akan. Aku akan bicara dengannya nanti." balas Basten, suaranya seperti beludru yang dibungkus baja.

Ia menyentuh garis rahang Edel dengan punggung jarinya, perlahan menelusurinya hingga ke belakang telinga.

"Kau keliatan takut padaku, dan selalu berkata jangan ..." ujar Basten, nadanya nyaris menggoda, nyaris menantang.

"Tapi tubuhmu, Edel … tubuhmu menyampaikan bahasa yang jauh lebih jujur dari mulutmu."

Ia mendorong gadis itu perlahan ke dinding, tetapi dengan kelembutan yang justru membuat jantung Edel berdentam tak beraturan. Dingin tembok menyentuh punggungnya, sementara kehangatan tubuh Basten memagari bagian depannya. Tak ada ruang untuk lari, tak ada ruang untuk menyangkal.

"Tatap aku," perintah Basten, namun nadanya tetap rendah.

"Kau yakin ingin pergi?"

Edel tidak menjawab. Ia bingung, kenapa pikirannya justru kosong? Kenapa degup jantungnya malah menantikan sesuatu yang ia tak berani ucapkan?

Ia mengangkat wajah perlahan. Mata mereka bertemu, dan di dalamnya, Basten menemukan semua jawaban yang ia cari.

Perlahan, bibir lelaki itu menyentuh kening Edel. Bukan ciuman penuh nafsu, melainkan gerakan yang penuh ketenangan, seolah ingin menghapus ketakutannya. Lalu turun ke pelipis, ke pipi, hingga ke sudut bibir, dan berhenti.

Ia menatap Edel lama, sebelum akhirnya menyerang gadis itu dengan ciuman yang menuntut, tidak lembut lagi seperti tadi. Bibir Basten melumat, menggigiti bibir bawah Edel kecil-kecil berulang kali.

Tubuh Edel menegang sesaat, refleks ingin mendorong, tapi tak jadi. Sentuhan itu… terlalu kuat.Ia bisa merasakan kegetaran dari dalam dirinya sendiri.

Tangan Basten berpindah, menelusuri sisi tubuh Edel dengan sabar namun pasti, hingga berhenti di sisi leher dan bahu. Ia menggigit halus cuping telinga Edel, membuat gadis itu mengerjap dan menarik napas pendek, seolah tubuhnya tidak tahu harus bereaksi seperti apa.

"Masih ingin bilang jangan?" bisik Basten di dekat telinganya, suaranya berat, serak, seperti bara yang diseret angin malam.

Edel tak menjawab. Ia bahkan tak tahu apakah ia masih sanggup bicara. Di dalam dirinya terjadi peperangan diam-diam, antara kewarasan dan sesuatu yang lebih liar, lebih gelap, dan lebih jujur dari sekadar kata-kata.

Kali ini ciuman Basten berpindah ke lehernya yang jenjang. Menggigit kecil-kecil di sana.

Edel mengejang saat gigi Basten menyentuh kulit lehernya. Sensasi itu menyebar cepat, seperti aliran listrik halus yang menelusuri tulangnya. Tangannya otomatis mencengkeram lengan Basten, mencari pegangan, tapi juga tak benar-benar mendorong.

"Tuan muda ..." gumamnya, akhirnya keluar juga suara dari bibir yang mulai bergetar.

Namun Basten tidak menghentikan aksinya. Ia justru menarik tubuh Edel lebih dekat, satu tangannya kini sudah menyusup ke balik punggung gadis itu, menempel erat di sana, membatasi ruang antara mereka menjadi nol.

"Nadimu berlari," ucapnya, lidahnya menyapu bekas gigitan lembut itu.

"Dan jantungmu berdetak kencang."

Edel menggigit bibirnya sendiri, mencoba mengendalikan napas. Tapi semakin ia berusaha tegar, semakin kabur garis antara logika dan hasrat. Edel tidak mengerti kenapa begini. Jelas-jelas laki-laki di depannya ini sangat berbahaya, tetapi kenapa dia tidak melawan?

Gadis itu masih terpaku, sementara Basten sudah mulai membuka satu persatu kancing seragam pelayannya, seperti yang di lakukan semalam. Edel masih malu, ia segera mendorong laki-laki itu tapi lagi-lagi gagal.

Edel sudah setengah telanjang. Atasan dan bra-nya sudah di buang sembarangan oleh Basten. Dan ...

"Mmph ..." tanpa aba-aba mulut Basten langsung menyusu padanya. Seperti bayi kehausan.

Basten menjilati ujung puting Edel berulang kali. Rasanya geli, geli sekali. Lalu menyesapnya dan menggigit kecil-kecil. Edel menggigit bibirnya kuat-kuat, berusaha keras agar suara desahannya tidak keluar. Tetapi Basten pintar sekali mempermainkan dirinya hingga ia tak bisa menahan suaranya.

"Ah ..." lelaki itu benar-benar berhasil membuatnya tidak berdaya di bawah kungkungannya. Sesekali mata Basten mendongak ke atas, sementara mulutnya terus bermain sesuka hatinya.

Lelaki itu memang belum pernah ada pengalaman bercinta dengan satu pun wanita. Hanya sekadar menyentuh bahkan berciuman saja tidak, tetapi ... Dia tiba-tiba menjadi laki-laki yang sangat pintar ketika menghadapi Edel. Seolah sudah berpengalaman puluhan tahun. Edel mungkin tidak akan percaya kalau dia bilang gadis itu adalah perempuan pertama yang dia sentuh.

Naluri laki-laki memang beda walau belum berpengalaman. Mereka tiba-tiba bisa menjadi begitu pintar saat berhadapan dengan wanita yang mereka inginkan.

Jilatan Basten makin turun dari belahan dada Edel menuju perut, tangannya mencoba menurunkan rok gadis itu serta dalamannya.

Perlahan jilatannya pun makin turun bersamaan dengan dalamannya yang diturunkan perlahan, hingga mulutnya berhenti tepat di ...

"Tuan muda!"

Edel membuka matanya, tersentak karena merasakan sesuatu yang panas menyentuh inti tubuhnya.

Basten sudah berlutut di depannya, dengan kepala yang menempel di antara pahanya bahkan lidahnya ...

Astaga ... Bukankah itu kotor?

1
aroem
bagus
Ita rahmawati
ayolah edek,,jgn diem aja,,lebih baik kamu cerita ke basten dn dianpasti akn membantumu
Setetes Embun💝
Jangan samakan edel sama ruby ya kak othor gak sat set menyimpan ketakutan sendirian😉
Sani Srimulyani
harusnya kamu jujur tentang wanita itu, siapa tau dia bisa memecahkan kasusmu. dia kan jaksa yang cerdas
phity
edel cerita sj ke basten klo wanita itu mau membunuhmu biar basten selidiki untukmu ya...spy kmu aman
nyaks 💜
-----
Sleepyhead
Memang Pak Jaksa ini kuar biasa yah, auranya memancarkan aura singin
Sleepyhead
Dan Basten kucing garongnya wkwkkk
Syavira Vira
lanjuy
Syavira Vira
lanjut
Mutia
Ayo Edel ngaku siapa yg ingin membunuhmu
Anonim
Edel percaya tidak percaya kamu mesti cerita sama Basten kalau mau di bunuh sama si penculik Lucinda apa ya namanya
Rita
maju kena mundur kena
Rita
good Basten jgn ksh cela tegas
Rita
😅😅😅😅😅
lestari saja💕
jujur donk....jgn suudzon sulu
lestari saja💕
tikus kone....ragane kucing garong...
nonoyy
kalian cocok tau ansel dan edel
Rina Triningtyas
sangat sangat bagus thor, lanjut
Miss Typo
berharap Edel jujur dgn Basten knpa dia sembunyi, apa blm waktunya semua terbongkar ya, apa msh lama? kasian Edel
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!