kisah ini bercerita tentang gadis muda berusia 21 tahun bernama Alya, Alya terpaksa menerima tawaran menikah dari dosen kampusnya yang usianya 37 tahun bernama Rafa, Rafa meminta Alya mengandung anaknya karena istrinya tidak bisa memberikan keturunan. lambat Laun benih cinta diantara mereka mulai tumbuh, dari sinilah timbul masalah baru, istri sang dosen tidak rela suaminya membagi cinta dengan alya. dapatkah Rafa mempertahankan dan membuat Alya di akui sebagai istrinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Daisha.Gw, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Naila hamil
Tidak ada satupun yang tau mengenai kehadiran Alaya sebagai istri kedua untuk Rafa di keluarganya, keluarga Rafa menerima seperti apapun keadaan menantunya, mereka tidak pernah mendesak Rafa untuk menikah lagi dengan alasan Naila yang tidak bisa memberikan mereka keturunan, orang tua Rafa begitu terpandang. mereka memiliki perusahaan yang maju pesat di bidang kecantikan. Rafa memiliki adik kembar yang seumuran dengan istri keduanya, bahkan mereka kuliah di tempat yang sama dengan Alya.
Rafa tidak pernah sekalipun ingin menjadi pengusaha seperti sang papah, ia lebih memilih menjadi dosen seperti ibunya, tapi karena adik kembarnya yang laki laki masih duduk di bangku perkuliahan, tak jarang Rafa terpaksa ikut mengurus perusahaan milik sang papah, karena usia yang tak lagi muda membuat Anton kesulitan mengurus perusahaan nya sendiri.
belum lagi jika ada masalah, Rafa yang cerdas bisa mengatasi itu semua.
....
"Mah, pah, Naila hamil" pengakuan dari Rafa berhasil membuat kedua orangtuanya menganga tidak percaya.
mereka sedang menikmati makan malam di rumah megah keluarga Anton, sudah menjadi tradisi untuk satu bulan sekali Rafa dan Naila menginap di rumah orang tua Rafa.
"Rafa kamu sungguh sungguh,nak"
"ka--kamu serius nak"
"iya mah, sebentar lagi mamah Sama papah akan nimang cucu dari kita" dengan senyum di wajah tampannya, Rafa berusaha membuat orang tuanya percaya Jika Naila Bena benar tengah mengandung, sedangkan wanita itu hanya menunduk dengan senyum yang sedikit ada rasa bersalah di hatinya.
sudah keputusan Rafa untuk tetap menjaga kebenaran Jika anaknya itu memang lah anak nya bersama Naila, dengan cara membuat Naila berpura-pura hamil, awalnya Naila menolak, itu sama saja menipu mertuanya yang sudah begitu baik telah menerima hadirnya apa adanya, yang menerima kelebihan dan keburukannya, Naila begitu menyayangi mereka, tapi karena Rafa kekeh dengan pendirian nya, Naila tidak bisa berbuat apa-apa, ia juga tidak ingin Rafa memberitahu kebenaran mengenai identitas anaknya nanti.
"Dewi beranjak dari duduknya dengan wajah haru ia mendekati Naila, di peluk nya dengan sayang wanita itu, Dewi mengusap pucuk kepala Naila dengan lembut"
"Selamat yaa, nak. sebentar lagi kalian akan jadi orang tua, mamah papah akan menimang cucu pertama dari kalian "
"ii--iya mah' Naila menatap wajah Rafa yang duduk di samping nya, Rafa mengangguk memberi isyarat semua akan baik-baik saja.
"berapa usianya, nak?"
"3 Minggu mah"
"makan yang banyak, yang sehat, jangan kecapean, dan kamu Rafa... jangan buat Naila marah"
"iyaa mah, Rafa akan menjadi suami dan orang tua yang siaga"
....
"mas"
"iya, kenapa sayang"
"aku takut"
"takut apa"
"kalo jika nanti semuanya terbongkar, mamah papah bisa marah besar, mas"
sesaat Rafa menghembuskan nafas berat, ia yang tadinya tidur terlentang berubah menjadi menghadap Naila
"coba hadap mas, dulu" Naila menurut, Rafa merapikan rambut Naila yang sedikit berantakan ke belakang telinga
"nggak akan ada yang tau, selama kamu, aku dan alya tutup mulut"
"ta--tapi mas---"
"husst, udah yaa, percaya sama mas, kamu akan aman" Naila ingin mengelak, tapi Rafa meyakinkan dirinya untuk tetap diam dan semua akan aman, Naila memeluk sang suami, menempelkan wajah di dada bidang Rafa, sedangkan di tempat yang berbeda
Alya merasakan keram di perutnya, nomor Rafa beberapa kali ia hubungi, tapi pria itu mengacuhkan panggilan nya
"Ya Allah mas, angkat. perut ku sakit mas" gumam Alya yang duduk di pinggir ranjang dengan tangan yang terus mengusap perutnya.
Bukan hanya kram biasa, sebelumnya Alya juga mengalami pendarahan.
"anak ibu, kamu kenapa nak, jangan Buat ibu kawatir sayang" sudut matanya sudah berair, ia takut janinnya kenapa kenapa, ia takut terjadi sesuatu pada anaknya.
"mass, angkat" sebenarnya ia takut keluar sendiri, tapi kram di perutnya tidak berkurang sedikit pun, Alya memberanikan diri, dengan sedikit tertatih, Alya yang memang sudah rapi , berharap Rafa datang dan membawanya kerumah sakit.
"pak, bi--bjsa anterin saya sebentar ke rumah sakit, perut saya sakit banget pak"
"oh, iyaa buk, naik motor ibu aja yah, takutnya ibu nggak bisa naik motor saya yang ketinggian"
"iyaa pak, maaf ya pak, ngerepotin"
"ayoo Bu"
....
Alya di minta untuk rawat inap satu sampai dua hari untuk pemulihan, keram, pendarahan dan di perparah dengan tekanan darah Alya yang menurun membuat kondisinya memburuk, wajah putihnya semakin terlihat pucat, tangan kurusnya kini terpasang jarum infus di sana. sebelum di bawa masuk untuk di tindak, Alya sudah meminta satpam rumahnya untuk pulang saja, pulang ke rumah nya sendiri, toh tidak ada siapapun di rumah miliknya.
"Selamat pagi Buk, kita suntikan antibiotik dulu yaa" ucap perawat wanita ramah, perawat wanita itu menyuntikkan sesuatu ke dalam selang infus Alya
"Mbak, hari ini saya boleh pulang nggak mbak"
"jika kondisi ibu membaik, dan tekanan darah ibu stabil, hari ini ibu Alya bisa pulang" Alya mengangguk mengerti.
Alya mengecek ponselnya, tidak ada panggilan balik dari Rafa, mungkin karena masih pagi, Alya Hanya menghubungi Jihan, takut sahabatnya itu kawatir jika ia tidak ada kabar lagi.
....
Sejak kepulangan nya dari kampus, Rafa terus saja mondar mandir layaknya setrika panas di atas helaian kain yang terbentang.
pria itu mengacak pinggang nya, ponsel di tangan ia putar putar, menunggu balasan atau panggilan masuk dari sang istri yang tidak ia temukan hadirnya.
Rafa baru sempat membuka ponselnya dan melihat begitu banyak panggilan masuk dari Alya tadi malam, tapi karena ia tidak ingin membuat Naila merasa cemburu dengan tetap menghadirkan Alya di saat mereka sedang menghabiskan waktu bersama, Rafa lebih mengabaikan panggilan itu
satpam rumahnya pun tidak dapat di hubungi, Rafa mengacak rambutnya prustasi, ia masuk ke dalam kamar berniat membersihkan diri sembari menunggu sang istri kembali, Rafa di buat terkejut dengan keadaan kamar mandi yang di penuhi dengan ceceran darah, di tambah air di bathtub sudah berubah menjadi kemerahan.
"Alyaa" lirih Rafa dengan rasa khawatirnya, kekwatiran tidak dapat lagi pria itu sembunyikan, Rafa lekas mengangkat panggilan masuk dari Alya.
"****..."
"dimana kamu Al " di sebrang sana Alya meneguk salivanya, merasa ada aura berbeda dari nada suara sang suami
"ma--mas.."
"JAWAB, DI MANA KAMU"
"aku di rumah sakit pelita jaya, mas. tapi ini sudah mau balik sebentar lagi"
"tunggu saya, jangan pulang dulu, saya jemput" Rafa mematikan ponselnya Secara sepihak, langkah besarnya mungkin bisa di dengar oleh tetangga, tapi untungnya mereka tidak memiliki tetangga terdekat di kediaman nya*
...
Brak..
Alya kaget bukan kepalang mendengar bantingan pintu ruang rawatnya
"ma--mas..."
"maaf, saya mengabaikan panggilan kamu" Rafa memeluk istrinya, sungguh Rafa kawatir terjadi sesuatu dengan Alya, entahlah. mungkin ia lebih kawatir dengan anak yang ada di kandungan Alya.
"kamu nggak papa, kenapa berdiri ayo kamu harus banyak istirahat" sebegitu khawatirnya Rafa, ia menuntun Alya untuk kembali tidur di atas ranjang.
"mas" tegur Alya melihat Rafa yang menurutnya berlebihan.
"dia nggak papa, mas, mas nggak usah kawatir gitu, semua sudah membaik"
"Al, kamu itu istri saya, kamu tanggung jawab saya, suami mana yang nggak kawatir dengan melihat darah di mana mana, melihat istrinya yang sedang hamil terbaring di atas ranjang, saya takut terjadi sesuatu sama kamu dan anak kita Al" Alya terharu mendengar ucapan suaminya, ia merasa Rafa peduli dengan dirinya, Alya menggenggam tangan besar Rafa, menatap Suaminya begitu dalam
"mas... tenang yah, aku sama anak kita sekarang, sudah baik baik aja"
Alya meletakkan tangan Rafa di atas perutnya yang masih rata, Rafa refleks memeluk istrinya.
"maafkan saya Al, maaf karena mengabaikan panggilan kamu, maaf karena lalai menjaga kamu, kamu lagi hamil seharusnya aku lebih banyak waktu untuk kamu "
"nggak papa mas, aku ngerti keadaan kamu "
tapi Kenapa ya like' nya dikit ya