Tak kusangka cinta berselimut dilema bisa datang padaku!
Rena Arista seorang dosen muda yang berusaha meraih mimpinya untuk bisa menikah dengan tunangannya yang sangat dicintainya.
Pada saat bersamaan datang seorang pria yang usianya lebih muda dan berstatus sebagai mahasiswanya, memberikan cintanya yang tulus. Dengan perhatian yang diberikan pria itu justru membuat Rena meragu atas cintanya pada tunangannya.
Sebuah kisah cinta segitiga yang penuh warna. Bagai rollercoaster yang memicu adrenalin menghadirkan kesenangan dan ketakutan sekaligus.
Akankah Rena mampu mempertahankan cintanya dan menikah dengan tunangannya?
Ataukah dia akan terjebak pada cinta baru yang mengguncang hatinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eren Naa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sindiran papa Yori
Di sisi lain di sebuah bangunan rumah mewah di jam yang sama. Yori melangkah gontai memasuki rumahnya, melewati ruang tengah hendak menuju kamarnya.
"Assalamu'alaikum, Yori!" Mama Syntia menyapanya dari meja makan.
Yori menghentikan langkahnya di dekat tangga, dan menoleh ke arah asal suara. Terlihat mamanya sedang mempersiapkan makanan bersama bibik Ani dan papah duduk di mini bar.
"Wa'alaikum salam" jawabnya datar.
"Yori !!! Kemana sopan santunmu? Sudah papa bilang kalau masuk rumah itu ucapkan salam!" Papanya berkata dengan nada tinggi mengisyaratkan kemarahannya yang mulai nampak dari sorot matanya yang tajam.
Yori menghela nafas.
"Maaf, Pah!" jawabnya pelan.
"Sudah, naiklah ke kamarmu, ganti pakaian dan kita makan bersama. Kamu belum makan malam kan?"
Mamanya berkata dengan lembut.
"Belum." Nadanya masih datar.
Dia melangkah menaiki tangga menuju kamarnya. Begitu sampai di kamar, dia membuka bajunya dan langsung menuju kamar mandi, sepertinya mandi bisa merefresh kembali tubuhnya yang lelah beraktifitas dan juga otaknya yang mulai traveling entah kemana.
Hanya butuh waktu sepuluh menit Yori pun selesai berganti pakaian dan bergegas turun ke ruang makan demi menghindari ceramah panjang sang kepala keluarga.
Di meja makan sudah menunggu mama, papa dan juga adiknya. Dia pun segera duduk di tempatnya.
"Gimana kuliahmu Yori? Apa ada masalah?" tanya papanya sambil memulai memakan makanannya.
"Lancar Pah!" Dia menjawab singkat, seolah-olah dia sedang sibuk berkonsentrasi pada hidangan di piringnya.
"Pah, Mah besok Bryan ikut Olimpiade Sains di sekolah, doain yah!" Adiknya ikut berbicara.
Bryan memberikan informasi pada kedua orangtuanya perihal keikutsertaannya dalam kompetisi bergensi dalam bidang sains itu. Adek tiri Yori ini diakui memiliki kecerdasan di atas rata-rata apalagi dalam bidang Matematika, berbagai piala dan penghargaan atas prestasinya berjejer rapi diruang baca.
"Wah good job boy, Papa bangga sama kamu!"
Papanya memberi pujian sambil menepuk punggungnya anak SMP itu
"Alhamdulillah, semoga berhasil yah Sayang! kita semua pasti doain kamu, betulkan Yori?"
Mamanya pun memberi semangat sambil meminta dukungan juga dari Yori.
"Ya, good luck!" Dia menanggapinya dengan senyum tipis.
"Begitu memang seharusnya yang kurang berprestasi harus lebih mendukung dan banyak belajar dari yang berprestasi." Papanya mulai menyinggung Yori. Sepertinya kuliah dari Papa malam ini akan berlanjut.
"Seharusnya kamu bisa lebih baik dari Bryan, coba lihat! Meskipun dia hobi bermain musik, nge-band, tapi dia tidak lupa kewajibannya belajar, dia selalu mendapat rangking di sekolahnya, tidak seperti kamu, hanya untuk masuk universitas favorite aja kamu tidak bisa, yang kamu bisa hanya bermain futsal saja. Papa tidak tahu apa kamu bisa melanjutkan perusahaan atau tidak jika kamu masih seperti itu dan tidak mau berkembang." Panjang kali lebar papahnya memaparkan ceramahnya untuk Yori.
Seperti biasa papanya akan membanding-bandingnya dirinya dengan orang lain, kali ini pun dengan adiknya.
Tapi dia hanya diam, mendengarkan tanpa ekspresi apapun. Mungkin pendengarannya sudah terlalu ditulikan oleh sindiran papanya yang bagaikan sayatan pisau. Atau mungkin hatinya telah berkabut hingga tak lagi peka akan pemicu yang siap meledakkannya.
Mama Syntia yang melihat itu mengelus-elus lengan suaminya berusaha menghentikan serangan suaminya terhadap Yori.
Hening...
Hanya dentingan sendok garpu yang beradu dengan piring terdengar diantara mereka. Hingga mereka pun selesai makan. Bibik Ani dengan sigap membersihkan meja makan di bantu mamanya.
Yori segera naik ke kamarnya, membuka pintu kaca dan berdiri di balkon kamarnya, menghirup sebanyak-banyaknya udara malam yang tak bersahabat dengan tubuhnya. Pikirannya teringat pada seseorang yang selalu ada dalam ingatannya.
Dia mengambil ponselnya yang sedari tadi dikantonginya. Menekan sebuah kontak dengan nama 'Breath' namun terdengar nada sibuk serta operator yang berbicara. Dia mengulangnya tapi masih sama seperti sebelumnya.
"Kenapa nomornya sibuk terus?" Dia bergumam sendiri.
Yori tak menyerah, dia menekan lagi, lagi dan lagi hingga tak terhitung lagi jumlahnya.
"Liar .. bulls***!!!" Dia memaki sambil melempar ponselnya ke atas sofa.
Lama dia terdiam menatap tajam ponselnya layaknya seorang musuh. Kemudian dia kembali mengambilnya dan mengirim beberapa pesan.
Ponselnya berbunyi.
"Hallo!" Dia segera mengangkatnya
"Wah mimpi apa gue ... lu nungguin telpon gue bro?"
"Hah.. si*l!" Dia mengumpat dan segera melihat layar ponselnya membaca nama si penelpon ternyata bukan nama yang diharapkannya. Dia adalah Kevin.
"Ada apa?" tanyanya dingin
"Besok jangan lupa bro!" Kevin mengingatkan Yori tentang jadwal pertandingan futsal besok.
"Dimana?"
"Seperti biasa!"
"Oke."
"Gak ngumpul lu bro?" Kevin bertanya lagi
"Malas," jawabnya singkat.
"Lu dicariin Nindi ni, gue ganti Video call ya!" Muncul permintaan video di layar Yori. Dia menggeser ikonnya.
"Hai Yori!" sapa seorang gadis cantik dengan rambut panjang kecoklatan.
"Hmm .. kapan datang?" tanyanya dengan nada datar khasnya.
"Last week.. how are you?" Nindi bertanya lagi.
"As always." jawabnya singkat lagi.
"Nggak gabung?" Nindi nampak berharap Yori mau datang di tempat mereka ngumpul seperti sebelumnya.
"Malas! Eh ... gue tutup dulu ya, sorry!" Tanpa menunggu jawaban Yori langsung mengakhiri panggilannya video dari Kevin yang sudah beralih ke Nindi.
Yori melihat kembali pesan yang dikirimnya tadi belum terbaca oleh penerimaannya. Dia mematikan polsennya dan beranjak ke tempat tidur. Dia mematikan lampu dan memutar musik rock hingga dia tertidur pulas.
...****************...
Di sebuah kampus...
"Bu Rena tungguuu!" Panggilan seorang gadis menghentikan langkah Rena yang sedang menyusuri koridor kampus.
"Yanti?" Rena menatap Yanti keheranan.
Yanti menunduk sambil memegang lututnya, mengatur napasnya yang masih saling memburu.
"Ayo duduk dulu disitu!" Ajak Rena sambil menunjuk bangku panjang yang ada di koridor itu.
Mereka duduk bersampingan. Yanti mengambil air minumnya di dalam tasnya dan segera membasahi kerongkongannya yang sedari tadi meronta karena kekeringan.
"Kenapa pake lari-lari segala sih, Yan?" tanya Rena kemudian.
"Abisnya Ibu jalannya cepet banget sih!"
"Oh itu ... tadi sengaja supaya gak di gangguin teman-temanmu biasa suka usil," Rena menjawab sambil tersenyum.
"Hehe .. ibu sih terlalu baik sama mereka sekali-kali di marahin aja Bu biar mereka takut!"
Lagi-lagi dosennya itu hanya tersenyum.
"Kamu ada perlu sama saya?" Rena mengulangi pertanyaannya.
"Iya Bu, saya mau ngundang Ibu acara dirumah saya besok sore." jawab Yanti.
"Acara apa?"
"Ultah saya Bu! Cuma acara makan-makan aja bareng temen-temen. Ibu mau datang kan?" tanya Yanti penuh harap.
"Insyaa Allah, saya pasti datang kok!"
"Ajak Kak Amanda juga ya Bu! Sama ...." Yanti ragu-ragu meneruskan perkataannya.
"Sama siapa?" Rena penasaran.
"Hmm ... itu Bu .. bisa gak Ibu ajak ... hmm ... ajak Yori " akhirnya Yanti menyampaikan maksudnya dengan terbata-bata.
"Oohh.. kirain siapa."
Rena tersenyum sambil memegang lengan Yanti.
"Kamu tenang aja kalau dia pasti diajak juga, kalau dia gak mau nanti saya tarik sama Amanda sampe rumahmu!" kata Rena sambil tertawa.
Yanti ikut tertawa. Hatinya pun ikut berbunga-bunga.
Secercah harapan muncul di hatinya seperti cahaya bulan yang menyinari gelapnya malam. Mungkin impiannya bisa jadi nyata.
"Ibu mau kemana sih buru-buru amat?"
"Oh iya sampe lupa! Saya harus ke suatu tempat"
"Tumben hari ini pakaiannya Ibu nyantai banget, memangnya mau kemana?"
Yanti memperhatikan penampilan dosennya itu yang berbeda dari biasanya ketika dia ke kampus. Atasan long shirt berwarna putih dengan rok denim dipadankan dengan sneaker putih juga jilbab navi.
"Kenapa? Aneh ya, Yan?" Rena merasa risih dipandangi Yanti seperti itu.
"Bukan aneh ... tapi Ibu keliatan kaya anak SMA, nggak cocok jadi dosen."
"Haha ... kamu ngadi-ngadi deh, Yan. Saya mau liat pertandingan futsal!"
Rena mengambil ponselnya memesan taxi online.
"Ibu suka nonton futsal ?" tanya Yanti lagi.
"Gak juga sih!Kenapa?"
"Yanti boleh ikut, Bu?"
"Boleh banget! Udah ayo kita berangkat ... taxinya udah nunggu di depan!"
Mereka berjalan menuju taxi online yang sudah menunggu di dekat lobi kampus.
"Atas nama Mbak Rena?" tanya supirnya pada Rena
"Iya Pak!" jawabnya.
Mereka pun masuk ke dalam mobil yang kemudian melaju meninggalkan kampus yang menuju alamat yang tertera di aplikasi.
Bersambung.
...****************...
bonus lumayan
Next lanjut