NovelToon NovelToon
Jejak Metamorfosa

Jejak Metamorfosa

Status: sedang berlangsung
Genre:Menyembunyikan Identitas / Trauma masa lalu / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:276
Nilai: 5
Nama Author: Garni Bee

Di balik nama Alysa Kirana Putri, tersembunyi tiga kepribadian yang mencerminkan luka dan pencariannya akan kebebasan. Siapakah "Putri," anak ceria yang selalu tersenyum, namun menyembunyikan ribuan cerita tak terucapkan? Apa yang disembunyikan "Kirana," sosok pemberontak yang melawan bukan untuk menang, tetapi untuk bertahan dari tekanan? Dan bagaimana "Alysa," jiwa yang diam, berjalan dalam bayang-bayang dan bisu menghadapi dunia yang tak pernah memberinya ruang?

Ketika tuntutan orang tua, perundungan, dan trauma menguasai hidupnya, Alysa menghadapi teka-teki terbesar: apakah ia mampu keluar dari kepompong harapan dan luka menjadi kupu-kupu yang bebas? Atau akankah ia tetap terjebak dalam tekanan yang terus menjeratnya? Semua jawabannya tersembunyi dalam jejak langkah hidupnya, di antara tiga kepribadian yang saling bertaut namun tak pernah menyatu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Garni Bee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Runtuh dalam diam

Aku duduk di bangku ku, mencatat sesuatu di buku catatan harian. Buku itu adalah pemberian Salsa, sahabatku di Jakarta sebelum aku pindah ke Yogyakarta.

Aku masih ingat kata-kata terakhirnya saat memberikannya padaku:

"Kalau kamu sedih, tulis aja di sini, ya. Jangan dipendam sendirian."

Aku meraih buku itu, lalu membukanya. Halaman-halaman yang sudah kutulis penuh dengan keluhan, ketakutan, dan rasa sakit yang kutanggung selama ini. Setiap kata yang kutulis terasa seperti pengakuan diam-diam yang hanya bisa kubagikan pada kertas ini.

Aku menggenggam pena, berniat menulis sesuatu, tapi aku menulis tanpa sadar akan sekelilingku, tenggelam dalam pikiranku sendiri. Sampai tiba-tiba-

"Apa sih ini?" suara Rindu menginterupsi.

Aku mendongak, melihat Rindu yang sudah mengambil buku ku. Dia menyeringai sambil membuka-bukanya.

"Kata-kata apaan sih ini? Alay banget!" ejeknya.

Aku langsung mencoba merebutnya kembali. "Rindu, balikin!"

Tapi sebelum tanganku sempat menyentuhnya, Wilona datang, meraih buku itu dari tangan Rindu. Dia melihat beberapa halaman sebelum tertawa kecil.

"Ini tuh kayak tulisan anak kecil yang sok puitis," katanya dengan nada mengejek.

Rindi, yang berdiri di samping hanya terdiam melihat ku. Aku bingung dengan nya, tumben sekali dia hanya diam seperti ini. Apa dia mulai ada rasa kasihan padaku?

"Eh, eh, baca dong bagian yang paling lebay." Kata Rindu.

Wilona berpura-pura membaca dengan dramatis, meniru suaraku dengan nada berlebihan. Beberapa anak yang melihat ikut tertawa.

Aku menahan napas, dadaku terasa sesak. "BALIKIN!" seruku lagi, kali ini lebih keras.

Tapi Rindu hanya melirikku malas. "Hah? Balikin?"

SRAK

Dan tanpa peringatan, dia merobek buku itu di hadapanku.

Aku membeku.

Suara kertas yang tercabik terdengar begitu menyakitkan.

"Yah," katanya pura-pura menyesal, "Nih aku balikin"

Aku menatap sisa-sisa kertas yang jatuh ke lantai, dunia seakan berhenti berputar. Itu bukan sekadar buku. Itu adalah tempatku menumpahkan segalanya. Kenangan, perasaan, semuanya.

Wilona mendekat, menepuk bahuku dengan ekspresi simpatik yang palsu.

"Jangan sedih dong, buku doang kan? Tinggal beli lagi. Lagian buku itu udah keliatan buluk,"

________________________________

"Buku ini memang tampak usang, setiap halamannya memudar oleh waktu, seolah membawa jejak cerita yang perlahan terlupakan. Meski aku bisa menggantinya dengan yang baru, tak ada yang bisa mengembalikan apa yang hilang." Batinku.

________________________________

Aku bisa mendengar orang-orang menertawakan situasi ini, seolah ini hanya lelucon. Seolah yang mereka lakukan tidak masalah.

Aku mengatupkan bibir erat-erat. Aku tidak boleh menangis. Aku tidak boleh menunjukkan kelemahan.

Dengan tangan gemetar, aku berjongkok dan mengambil sisa kertas yang bisa kuselamatkan.

"Alysa," bisik Rindi, tapi cukup keras untuk kudengar.

Rindu dan Wilona yang hendak pergi, begitu melihat Rindi si kembarannya masih ada di dekat ku langsung menarik Rindi,

"Udah ayo pergi, Ndi! Ngapain kamu masih mau deket Alysa hah?" Ucap Rindu penuh penekanan.

Aku menelan ludah, berusaha mengabaikan semuanya.

Aku harus bertahan.

Bel pulang berbunyi. Aku berjalan pelan menuju gerbang sekolah, membawa sisa-sisa catatan harian yang sudah hancur.

Di luar, papah sudah menunggu di atas motornya.

"Putri, ayo naik," katanya dengan suara lembut seperti biasa.

Aku mengangguk, cepat-cepat naik ke motor tanpa banyak bicara.

Sejujurnya, aku bisa saja pergi sendiri ke sekolah kalau mau. Tapi aku tidak berani.

Aku selalu mengatakan pada papah kalau aku belum terlalu mahir mengendarai motor. Padahal kenyataannya, aku takut. Aku takut kalau harus ke sekolah sendirian, harus menghadapi semuanya sendirian.

Setidaknya, saat papah menjemputku, aku merasa punya tempat yang aman, meskipun hanya sebentar.

Motor mulai melaju, meninggalkan gerbang sekolah yang terasa begitu menyesakkan. Aku menatap lurus ke depan, berusaha menahan air mata yang ingin jatuh.

Aku ingin menceritakan semuanya pada papah dan mamah. Tentang Rindi, Rindu, Wilona. Tentang betapa aku merasa tidak berdaya.

Tapi aku tahu, aku tidak bisa.

Papah pasti akan marah, mungkin akan datang ke sekolah dan membuat semuanya semakin buruk. Aku tidak ingin membuat masalah baru.

Jadi aku tetap diam.

Seperti biasa.

...

Begitu sampai di rumah, aku langsung masuk ke kamar, meletakkan tasku, dan menjatuhkan diri ke kasur.

Tanganku gemetar. Dadaku terasa sesak.

Aku menatap sisa-sisa kertas robekan buku catatan harian yang berhasil kubawa pulang.

Buku itu hancur.

Sama seperti perasaanku saat ini.

"Maaf Salsa, aku gak bisa jaga buku dari kamu,"

Aku mencoba menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. Tapi rasanya ada sesuatu yang menghimpit dadaku. Seperti ada tangan tak kasat mata yang menekan tubuhku dari segala arah.

Napas yang tadinya panjang mulai berubah pendek dan cepat.

Aku menggenggam sprei kasur erat-erat. Kenapa aku nggak bisa bernapas?

Dunia terasa berputar. Aku berusaha menarik napas lebih dalam, tapi semakin kucoba, semakin terasa sesak.

Tanganku mulai berkeringat. Jantungku berdetak terlalu cepat.

Aku menekan dadaku dengan tangan gemetar. Kenapa ini, kenapa aku jadi kayak gini?

Aku panik.

Aku tidak tahu apa yang terjadi. Yang kutahu hanya satu hal-aku takut.

Aku merasa seperti dikepung oleh sesuatu yang tak terlihat. Seperti ada suara di kepalaku yang terus berbisik,

"Kamu sendirian. Kamu akan seperti terus."

Aku tidak ingin merasa seperti ini.

Tapi aku bahkan tidak tahu perasaan macam apa ini.

Aku menarik lutut ke dada, memeluk tubuhku sendiri, berusaha menenangkan diri.

Aku tidak sadar bahwa ini sudah sering terjadi. Aku tidak sadar bahwa tubuhku sudah lama memberi tanda-tanda bahwa ada yang salah.

Yang kutahu, aku hanya ingin semuanya berhenti.

Tapi, aku bahkan tidak tahu bagaimana cara menghentikannya.

Aku berbaring di tempat tidur, menatap langit-langit kamar yang redup. Seharusnya aku bisa tidur dengan tenang setelah hari yang melelahkan, tapi tubuhku berkata lain. 

Aku memejamkan mata, mencoba menenangkan diri. Mungkin ini hanya kelelahan? Atau mungkin aku terlalu banyak berpikir? 

Aku menghela napas panjang dan membenamkan wajah ke bantal. Yang jelas, aku harus tidur. Besok masih ada hari lain untuk kujalani.

Tapi… sampai kapan?

Aku tidak bisa terus seperti ini. Aku tidak bisa terus menjadi sasaran tanpa bisa membela diri.

Aku menggigit bibir, lalu menoleh ke meja kecil di samping tempat tidur. Di sana, ponselku tergeletak begitu saja. Aku menatapnya cukup lama, hingga sebuah ide terlintas di kepalaku.

Bukti.

Kalau aku bisa mendapatkan bukti yang jelas, mereka tidak akan bisa lagi mengelak. Aku bisa menunjukkan kepada semua orang seperti apa perlakuan mereka yang sebenarnya.

Tanganku meraih ponsel itu perlahan. Aku menatap layar yang gelap, lalu menyalakannya. Aku harus melakukannya dengan hati-hati, karena membawa ponsel ke sekolah adalah pelanggaran.

Tapi… jika ini bisa membuatku berhenti dibully, aku tidak peduli.

Besok, aku akan merekam semuanya.

1
Black Jack
wah, jalan ceritanya bikin gue deg-degan 😱
Mulyani: wahh makasih dukungan nya, jangan ragu buat kasih masukan atau sarannya ya..
total 1 replies
Kakashi Hatake
Aku selalu menantikan update dari cerita ini. Jangan sampai berhenti menulis, thor!
Mulyani: Waaaah makasih dukungan nya! Ikutin terus update nya ya..Jangan lupa juga masukan nya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!