Menikah sekali seumur hidup adalah mimpi Adel. Namun, gadis berhijab yang memiliki nama lengkap Dandelion Az-Zahra itu harus menerima kenyataan bahwa pernikahannya dengan orang yang pernah ia sukai di masa putih abu itu bukanlah pernikahan impiannya. Karena, Sakha Rafardhan, menikahinya hanya sebatas rasa bakti kepada sang ayah di akhir hayatnya yang ingin melihat putra semata wayangnya menikah. Sementara sang kekasih yang akan ia nikahi justru hilang bak di telan bumi tanpa meninggalkan pesan apapun kepadanya.
" Jangan berharap lebih dari pernikahan ini. Aku terpaksa menikahimu karena Lisa tiba-tiba hilang tanpa kabar. Jika aku telah menemukannya kembali, maka di saat itu pula pernikahan ini berakhir". Sakha
" Sampai waktunya tiba, izinkan aku tetap melaksanakan tugasku sebagai istrimu. Karena apapun alasanmu menikahi ku, aku tetaplah istrimu." Adel
Bagaimana perjalanan mahligai rumah tangga mereka di saat akhirnya Sakha bisa menemukan Lisa?
Benarkah tidak ada cinta untuk Adel?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sasa Al Khansa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DBW 24 Pernyataannya Cinta
Di Batas Waktu (24)
" Selamat ya, semoga kamu selalu bahagia", Yudi menepuk pundak sahabatnya sambil berlalu pergi. Tinggallah Sakha seorang. Satria dan Fitri sudah pulang lebih dulu sementara Adel sedang ke kamarnya di lantai atas.
Setelah kepergian Yudi, Sakha pergi menyusul Adel ke kamar.
Greppp!!
💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞
" Biarkan seperti ini sebentar", pinta Sakha yang sekarang sedang memeluk Adel dari belakang. " Aku benar-benar merindukanmu", ucap Sakha.
Deg! Deg! Deg!
Adel berdebar-debar. Ia sangat terkejut. Untung saja ia tidak langsung berteriak tadi.
Sakha mengeratkan pelukannya. Meletakkan dagunya di bahu Adel. Akhirnya setelah bersabar, ia bisa kembali memeluk istrinya dengan rasa yang sudah berbeda. Perlahan satu tangannya turun mengusap pelan perut yang masih rata.
"Apa dia membuat bundanya repot?", tanya Sakha pelan.
" Tidak. Alhamdulillah dia sepertinya mengerti kalau Bundanya hanya seorang diri disini. Aku tidak merasakan morning sick seperti kebanyakan ibu hamil. Hanya saja aku ngidam dengan banyak makanan dan baru n4fsu makan kalau apa yang aku inginkan ada", jelas Adel tanpa ada yang di tutup-tutupi.
Adel berusaha untuk tidak terlihat gugup. Walaupun debaran jantungnya masih tidak bisa ia kondisikan.
" Maaf ", Ucap Sakha tanpa menghentikan usapan tangannya di perut Adel.
" Sudahlah. Kita berjanji untuk membuka lembaran baru. Lupakan yang terjadi di masa lalu". Diam sejenak. " Bisakah untuk melepaskan pelukanmu? Kakiku pegal bila terlalu lama berdiri", Adel berkata jujur. Ia memang mudah lelah.
" Maaf. Ayo duduk!", Sakha menuntun Adel duduk di atas ranjang yang hanya cukup untuk satu orang. Setelah Adel duduk, Sakha berjongkok di depan Adel dengan terus mengusap perut Adel, Sakha mulai mengajak janinnya berbicara.
" Assalamu'alaikum, anak ayah. Sehat-sehat ya di dalam. ", Ucap Sakha dan langsung mencium perut Adel.
" Wa'alaikumsalam, ayah. Asal ayah kasih aku makanan yang aku mau, aku akan selalu sehat disini", ucap Adel menirukan suara anak kecil.
Sakha hanya terkekeh sambil mengusap kepala Adel gemas. Lalu mendudukkan tubuhnya di samping Adel. " Ya, mintalah apapun. Selama aku bisa, insya Allah semua makanan yang kamu mau akan aku bawakan", jawabnya. Ia sudah tak sabar menemani Adel melewati masa ngidamnya.
Sakha mengambil tangan Adel dan terus menggenggamnya. Momen seperti ini mengingatkannya pada masa putih abu. Saat ia dan Adel sering menghabiskan waktu bersama. Bercerita banyak hal. Bebas bercengkrama. Sebelum akhirnya Adel membangun benteng yang tinggi. Membatasi interaksinya dengan semua pria termasuk dirinya. Bersyukur kini ijab qobul sudah menjadi pintu untuk menembus benteng yang Adel bangun. Sakha pun sangat bersyukur karena hanya dia yang bisa merasakan kedekatan ini.
" Apa semuanya sudah beres?", tanya Sakha kemudian.
" Iya", jawab Adel singkat.
" Ayo pulang sekarang! Mama pasti senang bisa bertemu menantu kesayangannya", Sakha berjalan ke arah lemari dimana Adel meletakkan kopernya yang berisi pakaian.
Mereka berjalan bersama sambil tetap berpegangan tangan. Sakha seolah tak ingin melepaskan tangan itu walau sejenak.
Sampai di dekat mobil, Sakha membuka pintu mobil dan menutupnya kembali setelah Adel duduk dengan nyaman. Memutari mobil dan segera duduk di balik kemudi setelah sebelumnya menyimpan koper Adel di bagasi.
Dengan mengucap basmalah, mereka pergi meninggalkannya toko dengan perasaan gembira
" Kapan-kapan kita jalan-jalan ke kota B sambil mendatangi tempat-tempat yang dulu pernah kita datangi ya?", tiba-tiba Adel ingin bernostalgia.
" Apa ini seperti ngidam juga?", tanyanya sambil tetap fokus melihat ke depan.
" Mungkin", jawab Adel tersenyum.
" Baiklah. Kita akan melakukan baby moon ke kota kelahiranmu. Tinggal di rumah ayah dan Bunda juga.", Sakha akan menuruti keingin Adel sekaligus tinggal di rumah mertuanya yang kini kosong." Tapi, kamu harus bersabar sampai kehamilanmu memasuki trimester kedua agar kehamilanmu kuat", jelas Sakha panjang lebar.
" Kamu tahu juga tentang baby moon?", Adel mengerutkan keningnya heran.
" hmm, aku kan harus bisa menjaganya sejak masih dalam kandungan. Jadi, aku membaca banyak artikel, salah satunya tentang baby moon.", Sakha ingin menjadi suami siaga yang bisa di andalkan. Jadi, ia harus banyak belajar.
" Seyakin itu kita akan kembali bersama sampai kamu berusaha menjadi suami siaga?" tanya Adel memicingkan matanya. Karena sebanyak apapun artikel yang di baca takkan bisa di praktekkan jika mereka tidak kembali bersama.
" Entahlah. Walau tidak bermaksud mendahului takdir. Tapi, aku benar-benar yakin kita akan kembali bersama, membesarkan anak-anak kita dan menua bersama ", Sakha mengutarakan harapannya.
Adel tersenyum. Ia pun memiliki harapan yang sama.
" Oh iya, panggil aku lagi seperti dulu saat awal-awal kita menikah", pinta Sakha yang sejujurnya merindukan panggilan yang entah terasa istimewa di pendengarannya.
" Mas?", tanya Adel ragu.
" Iya. Panggil aku dengan sebutan itu lagi", pintanya lagi. "Semenjak kamu keluar dari rumah, panggilanmu berubah. Aku merasa ada sesuatu yang hilang ", ucapnya sendu.
" Baiklah.", Adel mengangguk-anggukkan kepalanya.
" Coba katakan, aku ingin mendengarnya sekarang", pinta Sakha sambil menghentikan mobilnya karena lampu merah.
" Tadi kan sudah", jawab Adel.
" Aku ingin mendengarnya lagi", Sakha memaksa.
" Baiklah, sayang. Dengar ya, aku mau manggil kamu banyak - banyak. Mas, mas, mas, mas, mas,.....", Adel berulang kali memanggil Sakha dengan sebutan yang ia inginkan.
" Eh, tunggu, tunggu. Tapi, panggilan yang barusan lebih romantis. Panggilannya ganti sama yang itu aja!", pinta Sakha lagi. Ia merasa lebih spesial saat pertama kalinya mendengar Adel memanggil dengan sebutan "sayang".
" Lampunya sudah hijau", Adel mengingatkan karena Sakha masih saja diam dan melihat ke arahnya.
Sakha pun kembali melajukan mobilnya. Adel hanya tersenyum melihat Sakha. Sakha yang sekarang adalah Sakha yang ia kenal dulu.
" Apapun yang mas mau, aku akan melakukannya. Asalkan mas bahagia", ucap Adel seketika. " Termasuk memanggil dengan sebutan sayang", Adel sebenarnya malu. Ia merasa seperti anak remaja yang baru mengenal cinta.
" Terimakasih. Aku mencintaimu", ucap Sakha dengan sebelah tangannya yang mengusap lembut kepala Adel.
Tes!
Butiran bening mengalir di pipi Adel. Ia sangat bahagia. Ini pertama kalinya Sakha mengucapkan kata cinta. Perasaan Adel menghangat.
Melihat Adel ya meneteskan air matanya, Sakha segera menepi dan memberhentikan mobilnya. Mereka sudah memasuki perumahan tempat tinggal Sakha. Sehingga, jalannya mulai sepi.
" Jangan menangis. Nanti Mama kira aku sudah menyakitimu lagi", Sakha langsung memeluk Adel setelah membuka safety belt miliknya.
" Aku hanya terlalu bahagia.",
Sakha mengurai pelukannya. Dengan ibu jarinya ia menghapus sisa-sisa air mata Adel.
" Dengar!", Sakha diam sejenak. " Mulai detik ini, esok dan seterusnya, aku akan selalu mengatakan aku mencintaimu. Di hati ini hanya ada namamu, Dandelion Az-Zahra, istriku", Sakha menatap Adel.
Kata-kata yang terdengar gombal tapi, begitu manis menurut Adel.
" Jangan hanya di mulut, buktikanlah.", ucap Adel sambil mengecup bibir Sakha.
Sakha mematung mendapat serangan mendadak. Ia tak menyangka Adel seberani itu.
" Sudah, ayo jalan lagi ini sudah Maghrib", Adel membuyarkan lamunan Sakha.
Tanpa banyak bicara, Sakha melanjutkan perjalanannya yang tertunda dengan terus tersenyum.
Sesampainya di rumah, mereka masuk setelah mengucapkan salam.
" Wa'alaikumsalam", Mama Ria memeluk Adel. Menyalurkan rasa rindu terhadap menantunya. " Akhirnya kamu pulang juga. Terimakasih sudah mau kembali pada anak Mama yang b0d0h ini"ucap Mama Ria sambil mendelik ke arah Sakha.