Cerita ini berputar di kehidupan sekitar Beatrice, seorang anggota keluarga kerajaan Kerajaan Alvion yang terlindung, yang telah diisolasi dari dunia luar sejak lahir. Sepanjang hidupnya yang terasing, ia tinggal di sebuah mansion, dibesarkan oleh seorang maid, dan tumbuh besar hanya dengan dua pelayan kembar yang setia, tanpa mengetahui apa pun tentang dunia di luar kehidupannya yang tersembunyi. Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Beatrice akan melangkah ke dunia publik sebagai murid baru di Akademi bergengsi Kerajaan — pengalaman yang akan memperkenalkannya pada dunia yang belum pernah ia kenal sebelumnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Renten, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
【Crouching Maids, Hidden Butler】 1
Bridget menenggak pelan botol whiskey di tangannya, cairan kuning keemasan itu beriak lembut setiap kali ia memutarnya.
Ia terkekeh lebar.
"Heh, kenapa mukamu cemberut begitu?" tanyanya, nadanya menyiratkan kesenangan dari seseorang yang gemar mengusik orang lain.
Edward sekilas saja melirik Bridget, ekspresinya tajam dan mendekati jijik.
"Soalnya aku baru saja melihat pemandangan menjijikkan," balasnya singkat, nadanya seakan menantang.
Namun tatapannya tak pernah benar-benar tertuju pada Bridget.
Bukannya memandang sang maid bertubuh kekar, ia justru menatap pintu di belakangnya—pintu yang sedari tadi ia cari.
Maid mungil yang duduk di jalur tanah dengan satu kaki lurus dan kaki satunya tertekuk, menghentikan gerakan menyesap flask di tangannya.
Rambut pendeknya bergeser sedikit kala ia mendongak, wajahnya memancarkan rasa ingin tahu.
"Hei, Bridget, siapa tuh orang kasar?" tanyanya santai, sambil menunjuk Edward dengan flask-nya.
Bridget terkekeh, tawa dalam yang terkesan mengejek.
Ia menepuk sisi botol whiskey-nya seperti menandaskan pendapatnya.
"Oh, ingat Amelia yang kuceritakan?
Dia ini kerja di mansion yang sama dengannya," ujarnya dengan seringai lebar, menenggak isi botolnya lagi sebelum menghela napas puas.
"Ngomong-ngomong," Bridget menambahkan dengan senyuman licik, miringkan kepala untuk memperhatikan si butler berpenampilan feminin,
"si mani yang bersamamu itu siapa?"
Nadanya terdengar seperti bercanda, tapi sinar tajam di matanya menunjukkan ketertarikan.
Edward tetap fokus.
Tatapannya terpancang pada pintu, raut wajahnya tak berubah, seakan sedang memetakan langkah selanjutnya.
Tanggapannya tegas tapi asal saja.
"Oh, si manis ini? Dia sahabatku, dan dia laki-laki," ujarnya, menunjuk ke butler feminin di sampingnya tanpa menoleh.
Bridget menaikkan alis, menyeringai lebih lebar saat ia mengalihkan pandangan ke Ren.
"Jadi si manis ini sahabatmu?" ulangnya, nadanya penuh cemoohan geli.
"Wah, wah, tak kusangka kau bisa punya teman semenarik ini, Ed-boy... atau mungkin, punya teman sama sekali."
Ren berkedip, ekspresi tenang dan elegannya sedikit retak ketika mendengar pernyataan Edward.
Mata tajamnya beralih pada Edward, memperlihatkan campuran kebingungan dan ketidakpercayaan.
Tubuhnya menegang, bibirnya sempat terbuka seolah hendak memprotes, tapi ia segera menahan diri.
Walau diam, sorot matanya seakan bertanya apa yang tengah dipikirkan Edward.
Dari posisi setengah tangga, Cecilia mengangkat gelas whiskey-nya dengan gerakan yang sangat halus.
Setiap gerakannya terukur, menegaskan kendali diri yang tinggi.
Ia menyesap perlahan whiskey di gelasnya, bibirnya mengulas senyum menggoda ketika mengamati Edward dan Ren.
"Oh, wow," gumamnya dengan nada manja yang mengandung kesenangan terpendam.
"Pria kekar dan pemuda cantik. Ini menarik."
Ia menjilati pinggiran gelasnya perlahan, sengaja menekankan aura goda yang mengiringi ucapannya.
Ren maju selangkah, sikap tenangnya kembali seolah pedang yang disarungkan.
Ia menebar senyum sopan, memancarkan kewibawaan.
"Maafkan saya, Nona-Nona," ujarnya perlahan, suaranya stabil dan penuh tata krama.
Tangan kanannya mengepal, telapak kirinya menekan di atas kepalan itu di depan dada, lalu ia menunduk halus.
"Saya bermarga Jianyu, yang berarti ‘kemurnian’. Nama saya Ren, ‘teratai’, lambang ketangguhan dan keanggunan.
Saya pelayan setia Lady You Mei Xuan dari Huaxia. Silakan panggil saya Ren."
Edward mendengus, bibirnya mencibir.
"Sampai dibilang 'Nona-Nona' begitu," gumamnya setengah mengejek, seolah tersinggung hanya oleh pemilihan kata.
Cecilia tersenyum makin lebar, menatap Ren dengan tatapan penuh ketertarikan.
"Oh, perkenalan yang menawan," ujarnya, mengangkat gelasnya seolah bersulang.
"Saya Cecilia Vaughn," tambahnya dengan nada genit.
Pandangan matanya sedikit terlalu lama tertuju pada Ren, membuat atmosfer jadi agak canggung.
"Dan si maid dengan ukuran fun-size di bawah sana adalah Felicity Wade."
"Bilang aja 'pendek' kalau malas bilang 'mungil'!" Felicity menyela, pipinya mengembung kesal saat menatap Cecilia.
Cecilia tetap tak bergeser dari posisi santainya, satu tangan masih malas memutar whiskey ke dalam flask.
Tawa halus Cecilia terdengar, ringan tapi menyiratkan keisengan, puas dengan reaksi Felicity yang dia harapkan.
"Dan aku, Bridget Helvig," sahut Bridget, suaranya menggelegar bangga.
Ia sedikit menegakkan tubuhnya, mengangkat botol whiskey laksana trofi.
"Pelayan dari Yang Mulia Tuan Putri Dorothea Alexandra Evangeline Caerwysg, Ketua Dewan Siswa di Akademi Saint Aelric."
Nada bicaranya dipenuhi kebanggan, menantang siapa pun untuk membantahnya.
Raut wajah Edward menegang sesaat ketika mendengar nama Dorothea, rahangnya mengeras, tapi ia tak mengatakan apa-apa.
Sorot matanya tetap melirik pintu yang ingin ia selidiki, terpecah antara fokus pada para maid dan pintu tersebut.
Cecilia mengubah posisi bersandarnya, memegang gelas whiskey dengan santai di tangan lain.
Senyum nakalnya semakin kentara saat ia mengarahkan pandangannya pada Edward.
"Kalau kau, tampan, siapa namamu?" tanyanya, nadanya terdengar menggoda namun memiliki tepi tajam yang disengaja untuk mengguncang.
Edward menjawab tanpa jeda, ekspresinya tak berubah.
"Excalibur Explosion Ke Tigabelas." ucapnya setenang mungkin.
Senyum Cecilia goyah sedetik, ekspresi elegannya retak di bawah beban kebingungan.
Keningnya berkerut, bibirnya berkedut mencoba memahami apakah Edward serius atau bergurau.
"Excalibur Explosion...?" ulangnya pelan, lidahnya terbata melafalkan nama itu.
Bridget terbahak keras, suaranya menggema memecah keheningan.
Tubuh kekarnya berguncang saking kerasnya tawa, botol whiskey di tangannya dihentakkan pelan ke tanah agar tetap seimbang.
Ekspresi Ren yang baru saja kembali tenang, menampakkan secercah kelelahan.
Wajahnya rapi seperti biasa, tapi bahunya tampak menurun sedikit, seolah menekan napas pasrah.
Sorot matanya menuju Edward, seakan berteriak tanpa suara, Kenapa kau seperti ini?
Felicity, di sisi lain, justru menegakkan tubuh dengan ekspresi gembira tulus.
"Itu namamu?!" serunya, mata berbinar penuh kekaguman polos.
Rambut pendeknya bergoyang goyang saat ia condong ke depan, tangannya bertepuk riang.
"Keren banget!" serunya.