Eliza yang belum move on dari mantan tunangannya-Aizel- menikah karena dijebak oleh Raiyan yang merupakan ipar tiri Aizel , sedangkan Raiyan yang awalnya memiliki kesepakatan dengan adik tirinya yaitu Ardini, sengaja melanggar kesepakatan itu demi membalas dendam pada Ardini.
"Kesepakatan Kita hanya sebatas kau membuat nya jatuh cinta, lalu meninggalkannya setelah Aku dan Aizel menikah, Kau melanggar kesepakatan Kita Raiyan. " ~Ardini
"Tapi di surat perjanjian itu juga tidak ada larangan kalau Aku mau menikahinya."
~ Raiyan
akankah kisahnya berakhir indah? akankah Eliza kembali pada Aizel setelah mengetahui semua fakta yang selama ini Raiyan sembunyikan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon erulia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12 kesepakatan Raiyan dan Aizel
Raiyan dan Aizel sepakat mengobrol di taman belakang, mereka berdiri berhadap-hadapan dengan gayanya Masing-masing. Raiyan melipat tangan di dada sedangkan Aizel menyimpan kedua tangannya di dalam saku celana
"Jadi kesepakatan apa yang Kau tawarkan padaku?" tanya Aizel tak suka berbasa-basi.
"Kau boleh kembali mendekati Eliza."Raiyan menyulut rokoknya.
"What? Aku tidak salah dengar? Suami macam apa yang mengizinkan mantan dari istinya untuk mendekati istrinya sendiri?" Aizel mengulas senyum getirnya.
"Aku memberi kesempatan padamu bersaing secara fair untuk mendapatkan hati Eliza."
"Tapi kenapa?" tanya Aizel masih tak paham.
"Eliza masih bingung dengan perasaannya sendiri, jadi Aku memberimu kesempatan untuk mendekatinya, Kalau memang benar dia masih mencintaimu, mungkin pernikahan Kami tidak akan lama, tapi jika sebaliknya, Aku minta Kau berhenti mengejarnya." ucap Raiyan tegas.
"Lalu dimana untung yang akan Kudapatkan dari kesepakatan yang kau sebutkan ini?" tanya Aizel lagi.
"Aku tidak serta Merta akan berbaik hati menyerahkan Eliza padamu Bung. Ada harga yang harus Kau bayar jika ingin memiliki Eliza seutuhnya." ucap Raiyan penuh kehati-hatian.
"Jangan bertele-tele, cepat katakan apa maumu yang sebenarnya." seru Aizel tak sabar.
"Wah ternyata Kau selalu tak sabar ya jika menyangkut Eliza. Baiklah, maksudku begini, jika Eliza mencintaimu, Aku akan melepaskannya untukmu, tapi dengan syarat Kau harus membuat Ardini patah hati, lebih sakit daripada perlakuanmu ke Eliza dulu, tapi jika Eliza mencintaiku, Kau harus berhenti mengejarnya. Bagaimana? Aizel mengerutkan keningnya.
"Kenapa Kau ingin Ardini patah hati? Bukankah Kalian kakak adik?" tanya Aizel lagi.
"Aku ingin Kau membuatnya patah hati agar dia membencimu dan cepat melupakanmu, lebih cepat dia membencimu maka dia tak akan lagi mengganggu kehidupan Eliza." Aizel berpikir beberapa saat, ia takut kali ini akan terjebak lagi, tapi jika dipikirkan dengan seksama sepertinya cukup masuk akal.
"Baiklah, Aku setuju!" Mereka bersalaman dan berpisah di situ untuk kembali ke kamar masing-masing.
Raiyan tersenyum smirk, ini adalah awal dari segalanya. Meskipun caranya licik tapi Raiyan harus melakukannya demi mendapatkan apa yang menjadi milik ibunya, Yaitu perusahaan Rings.
Raiyan tak akan membiarkan Ardini hidup tenang menikmati semuanya sedangkan pemilik aslinya sedang berjuang untuk sembuh dari gangguan mental.
Setelah selesai mengelabui Aizel, Raiyan kembali ke kamar, tampak Eliza sudah berbaring sejak tadi tapi matanya enggan tertidur .
"Kamu dari mana?" tanya Eliza seperti ia sedang menunggu Raiyan dari tadi.
"Dari taman belakang, ada telepon dari bengkel cabang Surabaya." Jawab Raiyan singkat, Memang benar tadi sebelum bertemu Aizel ia baru selesai menerima telepon. Kemudian ia pun masuk ke kamar mandi untuk membasuh wajah.
"Apa sedang ada masalah dengan bengkel cabang Surabaya?" tanya Eliza lagi.
"Hanya masalah kecil." Raiyan berbaring di tepi Eliza dengan posisinya membelakangi Eliza.
"Em...kalau boleh tahu masalah apa?" tanya Eliza lagi, seperti mencari bahan obrolan dengan Raiyan.
"Salah satu pekerja ada yang tidak jujur, ia mencuri alat-alat di bengkelku."
"Oh begitu... Apa Kau ak-"
"Aku tidur duluan ya, selamat malam." potong Raiyan, membuat Eliza bertanya-tanya atas tingkahnya yang tak biasa ini.
...****************...
Eliza meraba kasur di sebelahnya, mata ya terbuka lebar menyapu seluruh ruangan karena tak menemukan Raiyan di sebelahnya.
Eliza segera memeriksa balkon kamar, ia juga tak menemukan Raiyan di sana. Baru saja akan meraih gagang pintu kamar mandi, Raiyan muncul dari dalam sana membuat keduanya saling terlonjak kaget.
"Astaga!" pekik Eliza terperanjat, ia mengusap-usap dadanya.
"Pagi-pagi bikin kaget saja, kenapa tidak mengetuk pintu dulu?" ujar Raiyan sedikit sewot.
"Mana Aku tahu Kau di dalam, Kau juga mengagetkanku." jawab Eliza tak terima dirinya disalahkan.
"Ya sudah, Aku sudah selesai di kamar mandi, pergilah.."
"Kemana?" tanya Eliza
"Tentu saja ke kamar mandi, bukan kah tadi Kau ingin ke kamar mandi? Atau sebenarnya tadi Kau ingin mengintip ku?" tanya Raiyan dengan nada penuh selidik.
"Sembarangan saja kalau bicara."Eliza bangkit dari duduknya dan langsung membasuh wajahnya di wastafel.
'Apa tadi reaksiku berlebihan ya? Sepertinya sikap Raiyan agak berbeda, apa mungkin masalah di bengkelnya separah itu sampai-sampai Aku yang kena imbasnya? Ya... Pasti begitu, baiklah, Aku akan lebih baik padanya.' batin Eliza,ia langsung membersihkan diri dan keluar menggunakan jubah mandi.
Dilihatnya Raiyan sedang duduk di tepi ranjang memainkan ponselnya.
'Apa Aku minta dia keluar dulu atau membelakangi ku saja agar Aku bisa memakai pakaian? Ah jangan! Sebaiknya Aku mengganti baju di kamar mandi saja, moodnya pasti sedang jelek pagi ini ' batin Eliza lagi.
Setelah selesai, Raiyan masih dengan posisinya yang tadi, kini Eliza duduk di depan meja rias.
"Em...Raiy, apa Kau jadi mendaftarkan ku mengikuti kelas renang?" Eliza menatap Raiyan lewat cermin di depannya, pria itu masih sibuk dengan ponselnya.
"Kalau tidak jadi juga tidak apa-apa, Aku akan ke rumah paman hari ini karena mbak Lona sedang ada job merias pengantin."
"Baiklah." jawab Raiyan singkat.
Meskipun sikapnya dingin pada Eliza, Raiyan tetap menunggu Eliza selesai berdandan lalu mereka sama-sama turun ke bawah.
Hari ini Oma ikut sarapan bersama karena ia merasa tubuhnya sudah enakan, mereka makan dalam diam dan Eliza kini sudah mulai terbiasa dengan menu sarapan orang kaya
"Bi, Sup ayam yang tadi malam tidak kamu buatkan?" tanya Oma pada pembantu yang tadi malam membawakan sup ayam padanya.
"Tolong buatkan itu, Aku hanya ingin makan sup ayam sekarang." Sang pembantu menatap Eliza yang juga tengah menatapnya, Eliza memberi kode agar pembantu itu kembali ke dapur.
Eliza menuju dapur dengan alasan mengambil air hangat, padahal ia ke dapur untuk memberikan resep sup ayamnya tadi malam.
Meskipun ia sudah memberi resep sup ayam tadi malam, rasanya tetap tak sama karena dibuat oleh tangan yang berbeda, Oma yang kembali kehilangan selera makan kembali hanya mengaduk-aduk Sup ayam itu setelah menyicipi sedikit.
"Kenapa rasanya tak sama dengan yang tadi malam ya?" tanya Oma pada ART nya.
"Sebenarnya ... tadi malam bukan saya yang membuatkannya nyonya, tapi nona Eliza." Oma mengerjapkan matanya, tak menyangka sup ayam pembangkit selera makannya ternyata buatan cucu menantu yang tak diharapkannya, ingin menyangkal lagi kalau sup itu tak enak juga tak mungkin karena dirinya sendiri yang minta dibuatkan sup itu lagi di depan semua orang.
"Kau membuatkan makanan untuk Oma?" potong Ardini
"I,iya." jawab Eliza sedikit gugup.
"Atas perintah siapa, hah? Seenaknya saja memberikan makanan sembarangan untuk Oma, Bisa saja Kau berniat jahat dan meletakkan racun." Eliza membulatkan bola matanya, ingin rasanya membela diri, tapi pasti akan percuma saja, Ardini adalah Ratu di rumah ini, dia anak kesayangan juga cucu kesayangan, berbeda dengannya yang merupakan warga baru di rumah ini.
"Sudahlah Ar, tak perlu memarahinya ya, niatnya juga baik, lagipula tak terjadi hal buruk pada Oma seperti praduga mu itu." bela Aizel membuat Ardini semakin tak terima, ia meletakkan sendok dan garpu dengan kasar, lalu berangkat seorang diri tanpa berpamitan dengan semuanya, tak dihiraukannya Aizel dan Mama yang memanggil-manggil namanya.
"Eliza, boleh tolong buatkan sup itu lagi?" tanya Oma sedikit melunak.
"Tentu saja boleh, Oma." Eliza langsung berdiri, ia tak ingin membuat mood nenek tua itu ikut-ikutan rusak.
"Eliza, kali ini Kau yang harus mengantarkan supnya sendiri, jangan menyuruh pembantu. Aku tunggu di atas." Eliza hanya mengangguk dan buru-buru membuat sup ayam.
Ia juga mengajari seorang ART bagaimana teknik memasak sup yang enak.
Begitu selesai, Eliza menarik napas panjang sebelum mengetik pintu kamar nyonya besar itu.
"Masuk." perintah Oma dari dalam, Eliza pun membuka pintu dan memberikan sup itu kepada Oma.
"Saya permisi dulu, Oma." ucap Eliza tak ingin lama-lama se-ruangan dengan nenek tua itu.
"Tunggu lah di situ, setidaknya Kau harus membawakan piring kotor ini ke bawah."
Eliza menurut, awalnya dia hanya berdiri, begitu mendapat perintah agar duduk di sisi ranjang, Aliza pun duduk dengan gerakan pelan.
Eliza tak berani memperhatikan Oma yang sedang menghirup kuah sup, ia mengedarkan pandangan ke sebagian ruangan demi mengalihkan perhatian nya.
"Sudah berapa lama Kau kenal Raiyan?" tanya Oma setelah suapan terakhir masuk ke mulutnya.
"Mungkin hampir setengah tahun, Oma."
"Apa alasanmu ingin menikah dengannya?" Eliza dapat merasakan ada nada selidik dari pertanyaan itu, sebenarnya tak ada alasan yang rumit bagi Eliza, ia hanya takut kalau beberapa bulan setelah kejadian memalukan itu ia malah hamil, selagi Raiyan berdalih akan bertanggungjawab, ia pun menurutinya.
Tapi Eliza tak mungkin mengatakan hal yang sebenarnya, oleh karena itu ia harus mencari alasan yang paling masuk akal.
"Karena... Aku merasa nyaman dengan sikapnya, perhatiannya, sifatnya, dan yang penting kami bisa saling melengkapi, Oma." Eliza menyelipkan rambut di telinganya sambil tersipu, ia tanpa sadar sedang menunjukkan gestur orang yang sedang jatuh cinta, dan Oma percaya itu adalah jawaban jujur dari seorang wanita yang sedang jatuh hati.
"Raiyan itu cucu kandungku, meskipun begitu Aku tak memilihnya menjadi pemimpin di perusahaan karena suatu hal,artinya dia tidak memiliki kekayaan keluarga Wiradana seperti yang Ardini miliki, kekayaan yang ia dapatkan itu murni karena usahanya, apa Kau tidak kecewa jika suamimu hanya seorang pengusaha kecil?" Eliza mencerna ucapan Oma yang mengatakan Raiyan hanya pengusaha kecil.
Kalau Raiyan yang memiliki usaha dengan cabang di berbagai kota masih disebut kecil, lalu bagaimana dengan usaha rumah makan paman Udi? Apa baginya hanya seukuran semut? Lalu Eliza yang belum memiliki usaha apapun mungkin baginya hanyalah sebuah kuman.
"Tapi Saya bangga dengan Raiyan Oma, Dia tak berlindung di bawah kekayaan keluarga Wiradana, dan memilih mewujudkan mimpinya sendiri, bukan begitu Oma?" ucap Eliza tanpa sadar seperti sedang membela suami sesungguhnya.
Oma tertawa kecil, kini ia tahu betapa polosnya Eliza, ternyata tak semua orang miskin yang menikahi orang kaya punya tujuan ingin mengeruk kekayaan pasangannya, tapi ada juga yang berpikir sederhana seperti Eliza, dan Oma menyesal sudah mencurigai Eliza sejak pertama kedatangannya di rumah ini.
"Iya, Kau benar, ngomong-ngomong terima kasih atas sup nya, ternyata Kamu pintar masak juga." puji Oma membuat Eliza mengulas senyum secerah mentari.
"Sama-sama Oma, Kapanpun Oma minta dibuatkan sesuatu, tinggal bilang saja, Aku akan membuatkannya."
"Ya, ya. Tentu saja, apalgi kalian tinggal di rumah ini, ke depannya Aku pasti akan sering merepotkan mu, apa Kau tidak keberatan?"
"Sama sekali tidak Oma, Aku akan melakukannya dengan senang hati." jawab Eliza sambil menggenggam tangan Oma, ia segera pamit keluar, ini merupakan kemajuan yang baik baginya, setidaknya kini Oma yang dulunya selalu ketus sudah mulai mengulas senyum dan tertawa kecil padanya.
Eliza lupa kalau tadi Raiyan menunggunya, terlalu lama di atas membuat Raiyan berangkat lebih dulu, sedangkan Aizel sengaja belum berangkat demi ingin mengantarkan Eliza, ia tak main-main untuk mendapatkan hati Eliza kembali, kali ini ia tak peduli dengan statusnya meski harus membuat Ardini darah tinggi sekalipun