"Putuskan anak saya sekarang juga! Saya sudah menyiapkan sosok laki-laki yang lebih pantas buat dia daripada kamu yang hanya seorang montir."
"Maaf Pak, tapi anak anda cintanya cuma saya."
Satya Biantara, seorang pria yang hanya bekerja sebagai montir tiba-tiba malah di buat jatuh cinta oleh seorang gadis dari keluarga kaya, dia lah Adhara Nayanika.
"Mas Bian, kita kawin lari aja yuk!"
"Nggak ah capek, enak sambil tiduran."
"Mas Biaaaaannn!!"
Follow IG : Atha_Jenn22
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Atha Jenn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12
Baru saja Bu Sri beserta Bian dan Pak Raharja menikmati makan siangnya di gubuk. Tiba-tiba seseorang berlarian memanggil mereka.
"Bude Sri...Bude Sri..." panggil seorang anak muda dengan nafas yang terengah-engah.
"Ngopo tho Le kok mlayu-mlayu ngono?" (Kenapa sih Nak lari-lari begitu)
"Itu lho Bude, di rumah Bude ada tamu."
"Tamu? Siapa? Pak Kades apa Pak Rt?" tanya Bu Sri lagi.
"Bukan Bude, cewek-cewek nyari Mas Satya."
"Hah.." Bu Sri langsung menoleh ke arah putranya.
"Kenapa Ibu lihat Satya begitu?"
"Kamu nggak hamilin anak orang kan Sat?" tuduh sang Ibu.
"Ya Allah Ibu, tega-tega nya nuduh anak sendiri begitu. Se nakal-nakalnya Satya, Satya nggak pernah merusak anak orang Bu."
"Ya sudah, daripada saling menduga-duga yang nggak jelas mending kita pulang dulu" ajak Pak Raharja.
Bian masih menatap sang Ibu dengan raut wajah kecewa, begitu pula Bu Sri. Wanita paruh baya itu masih mencurigai putranya sendiri. Sebab baru kali ini ada perempuan sampai datang ke rumah hanya untuk mencari Bian.
Dan benar saja baru sampai halaman depan, Bu Sri sudah melihat dua perempuan dengan penampilan begitu modis dan satu laki-laki yang hanya memakai celana sebatas lutut dengan kaos oversize, tak lupa topi yang bertengger di kepalanya.
Bian menyipitkan matanya, "Bhumi? Dhara..Dhara??" Bian sampai mengucek matanya untuk meyakinkan bahwa penglihatannya tak salah.
"Temen mu Le?" tanya Pak Raharja.
"Enggih Pak..." jawab Bian, pandangannya terus tertuju pada gadis yang terus meng kipas-kipas wajahnya kepanasan.
"Ibuuukk" teriak Bhumi saat melihat Bu Sri berjalan ke arah mereka.
"Woalah, rupanya si Bhumi yang kesini. Astaga, tanganmu iku lho kok Ibu makin ngeri lihatnya" Bu Sri bergidik ngeri melihat tangan Bhumi yang full tato itu.
"Seni lho ini Buk, si Satya aku ajakin ya Bu" Bhumi menggoda Bu Sri.
"Ooh tidak bisa, Nggak Ibu ijinin pokoke kalau sampai tato-tato segalanya."
"Keren lho Bu" Bhumi menunjukkan berbagai gambar di tangannya itu.
"Nggak ada keren-kerennya itu."
"Bu, tamunya kenapa nggak di ajak masuk sih?" tanya Pak Raharja.
"Ya Allah, Ibu lupa Pak. Gara-gara si Bhumi ini" Bu Sri mencubit gemas lengan Bhumi, sedangkan Bhumi hanya bisa terkekeh.
"Ayo, cantik-cantik sekali ya ampun" puji Bu Sri menatap kagum ke arah Dhara dan Aletta.
Pandangan Dhara sendiri langsung tertuju ke arah Bian, Dhara meneguk salivanya susah payah. Bagaimana tidak, kulit yang semakin terlihat tan, dengan keringat yang masih belum kering menambah kesal manly seorang Bian.
Dhara langsung menggelengkan kepalanya, dia berusaha mengembalikan otaknya yang mulai tercemar itu.
"Mikir jorok ya lu" bisik Aletta yang sejak tadi terus memperhatikan Dhara.
"Apaan? Nggak ada ya!" elak Dhara.
"Halah, gue tahu ya isi otak lu" ucap Dhara terkekeh.
"Silahkan duduk dulu ya, Ibu mandi sebentar ya. Habis dari sawah, gerah kalau nggak mandi" pamit Bu Sri pada dua gadis di depannya.
"Iya Bu, silahkan. Maaf kami malah mengganggu aktifitas Ibu, Bapak dan Mas Bian" ucap Dhara.
"Bian..Oh Biantara. Ibu sampai lupa nama anak Ibu sendiri" sahut Bu Sri sambil tertawa.
Sementara itu Bhumi mengikuti Bian lewat samping rumah.
"Gimana ceritanya lu bawa Dhara kesini?" tanya Bian mengambil handuknya.
"Bukan gue yang bawa dia, tapi gue yang di bawa dia. Asal lu tahu Sat, ya ampun gara-gara lu gue bisa merasakan naik privat jet, astaga Sat berasa orang kaya yang duitnya tak berseri. Gue baru sadar ternyata Dhara emang se kaya itu."
Bian menghentikan langkahnya saat mendengar perkataan Bhumi. Bian seolah di sadarkan kalau dirinya sangat jauh di banding Dhara.
Tanpa menyahuti perkataan Bhumi, Bian langsung masuk ke kamar mandi. Pria itu mengguyur kepalanya yang terasa begitu berisik.
"Apa bisa gue sama dia? Apa bisa gue membahagiakan dia?" pertanyaan-pertanyaan itu seolah berputar di kepala Bian.
Dhara sendiri sedang berjalan-jalan di halaman rumah Bian yang luas.
"Ta..lu kan ada darah monkey yang mengalir di tubuh lu kan, petikin jambu itu dong" pinta Dhara.
"Udah nyuruh malah ngatain pula, nggak ada akhlak emang lu ya" omel Aletta, meskipun begitu Aletta tetap memanjat pohon yang lumayan tinggi itu.
"Waaahh, Ta...nggak perlu di ragukan lagi kalau lu dulu suka banget bolos."
"Diem atau nggak gue bagi nih jambu" ancam Aletta yang sudah makan jambu di atas.
"Ih nggak di cuci dulu."
"Halah, nggak usah. Lap-lap gini aja udah bersih" Aletta mengusapkan jambu ke kaos yang ia pakai.
Dhara menggelengkan kepalanya melihat tingkah sahabatnya itu.
Tiba-tiba Bhumi menyusul, "Wahh rujakan enak nih, ada jambu, ada belimbing, itu mangga nya juga udah berbuah."
"Emang ada?" tanya Dhara dengan air liur yang rasanya ingin menetes itu, membayangkan rasa pedas manis asam jadi satu.
"Ada, rujakan yuk."
"Ayo lah, udah ngiler rasanya" sahut Dhara.
"Ta, lu bagian petik buah ya" teriak Dhara dari bawah.
"Iye-Iye.."
"Mas Bhumi ini kamar mandinya dimana ya, aku kebelet banget nih?" tanya Dhara menahan rasa ingin buang air kecilnya.
"Lewat samping sana bisa, ada kamar mandi dan sumur juga."
"Sumur?" tanya Dhara yang tak tahu.
"Astaga..dah ayo-ayo gue anter!" ajak Bhumi.
"Kalau dia ngintip tonjok aja matanya Ra" teriak Aletta dari atas.
Bhumi langsung mendongak menatap tajam ke arah Aletta, Aletta sendiri mengacungkan jari tengahnya.
"Kalian saling kenal ya?" tanya Dhara.
"NGGAK!" jawab keduanya serentak.
"Fix. Kalian udah kenal duluan" ucap Dhara mengangguk-anggukkan kepalanya, menatap Aletta dan Bhumi curiga.
"Apaan sih, nggak ya!" elak Aletta.
"Semakin lu mengelak, semakin gue curiga" sahut Dhara memicingkan mata.
"Lu jadi ke kamar mandi nggak sih, gue nggak mau nganter kalau gitu" Bhumi mencebik kan bibirnya.
"Dih, apaan Mas Bhumi ngambekan banget" ledek Dharua.
Bhumi pun berjalan lebih dulu tanpa menghiraukan perkataan Dhara.
"Tuh di sana, si Bian juga kayaknya belum selesai."
"Oke Mas Bhumi makasih ya, udah ih ngambeknya. Nggak cocok tuh sama tatonya yang serem."
"Gue cipok juga lu Ra" ucap Bhumi asal.
"EHEEEMM!" Bian berdeham dengan kerasnya dari dalam kamar mandi.
"Bercanda Sat bercanda!!" teriak Bhumi, sedangkan Dhara menunduk menyembunyikan senyumnya.
"Ge er an banget sih lu Dhara," batin Dhara.
"Gue nyari mangga di sana dulu Ra, gue takut di gibeng sama Satya" Bhumi bergegas pergi.
Sedangkan Dhara sendiri berjalan pelan mendekat ke arah kamar mandi.
"Mas Bian, udah selesai?"
"Udah, ini mau keluar."
Tak lama Bian keluar hanya dengan melilitkan handuk sampai pinggang, Dhara yang mendengar pintu terbuka langsung menoleh, matanya membulat sempurna saat melihat pemandangan perut kotak-kotak milik Bian.
Dhara langsung mengalihkan pandangannya.
"Ehem..ehem.." Dhara berdeham untuk mengurangi rasa gugupnya.
"Mas Bian udah kan, permisi ya..."
Baru dua langkah Dhara berjalan tiba-tiba kakinya terpeleset.
"Aaarghhhh ..." Dhara berteriak memejamkan matanya.
"Gue nggak jatuh kah? Ini keras-keras empuk apaan ya" batin Dhara, tangan Dhara sungguh ramah meraba hal yang tak semestinya ia raba.
"Kamu suka sama perut aku?"
Dhara langsung membuka matanya, ternyata Bian dengan cepat menangkapnya, Dhara langsung melihat dimana letak tangannya, matanya kembali melebar saat melihat tangannya sudah berada di perut Bian.
"Dasar tangan nakal!!" batin Dhara ingin menenggelamkan dirinya ke dalam sumur.
/Sob//Sob/