Wanita adalah makhluk paling rumit di dunia. Sangking rumitnya, pikiran, bahkan perkataannya bisa berubah seiring waktu.
Pada ulang tahun pernikahan pertama, Sandra melontarkan candaan ringan, mengatakan bila tak kunjung memiliki anak akan meminta Bastian menikah lagi.
Bastian tak menanggapi candaan Sandra sama sekali, hingga pada akhirnya di tahun ke sepuluh pernikahan. Hal yang tak diinginkan Sandra lantas terjadi. Ternyata, secara diam-diam Bastian menikah siri dengan sekretaris pribadinya bernama Laura dan sekarang tengah berbadan dua.
Apa yang akan dilakukan Sandra? Apa dia akan pergi atau memilih bertahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ocean Na Vinli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
4. Tidak Bisa
Tiga kalimat pendek tersebut berhasil membuat pupil mata Bastian melebar sempurna. Lelaki berwajah tampan itu tampak syok dengan perkataan Sandra barusan.
"Apa kau sudah kehilangan akal sehatmu? Apa kau tidak mencintaiku lagi? Aku mencintaimu San, aku minta maaf jika aku menikah tanpa izin darimu, ayolah jangan seperti ini, sikapmu sangat kekanak-kanakkan," kata Bastian.
Sandra justru tertawa getir. Tawanya terdengar begitu pilu. Wanita itu tengah meratapi biduk rumah tangganya sekarang.
"Sandra, kenapa kau tertawa? Aku tidak bercanda. Bukankah dulu kau memperbolehkan aku menikah lagi jika kita tidak kunjung memiliki anak," tambah Bastian kembali dengan mimik muka keheranan.
Sandra perlahan menghentikan tawanya. Ucapan Bastian membuat jantung Sandra diremas oleh benda tak kasat mata sekarang. Memang benar, dahulu Sandra pernah berceletuk sambil tertawa pelan, memberi izin pada Bastian untuk menikah lagi bila mereka tak juga mempunyai anak. Namun, semua itu hanyalah sebuah lelucon dan Bastian sama sekali tak memberi komentar dulu.
"Jadi ini tentang anak?" tanya Sandra. Sorot matanya yang semula nampak datar. Kini berubah menyala-nyala.
Sebelum menjawab, Bastian menghela napas berat sejenak. "Bukan begitu San, dengar, aku juga tahu bagaimana perjuanganmu selama ini, tapi tidak salahnya aku menikah lagi dan—"
"Hubungan kau dan Laura disengaja, 'kan? Bukan karena mabuk berat seperti yang kau katakan tadi," potong Sandra cepat.
Mendengar hal itu, Bastian tampak salah tingkah sekarang.
"Tentu saja tidak Sayang, hanya kebetulan saja aku dan Laura mabuk berat. Lalu ternyata Laura hamil, mungkin inilah jawaban atas doa-doa kita selama ini," ujar Bastian dengan mata berbinar-binar.
Lelaki itu tampak senang karena akan memiliki anak sebentar lagi. Berbeda sekali dengan wanita di hadapannya.
Darah Sandra semakin mendidih. Sebab Bastian selalu saja menyangkal.
"Aku mau tetap bercerai! Aku akan memanggil pengacara untuk datang kemari!" sahut Sandra cepat lalu memutar tumit ke belakang hendak mengambil ponsel di dalam tas, yang tadi dia lempar ke atas kasur.
"Tidak bisa!" teriak Bastian sangat nyaring hingga Sandra terpaksa menghentikan gerakan kaki karena untuk pertama kalinya mendengar Bastian berteriak.
Sandra menoleh kembali ke arah Bastian. Kali ini sorot mata Bastian terlihat sangat tajam.
"Kenapa tidak bisa?" tanya Sandra sedikit ketus.
Bastian menghampiri Sandra sambil menyeringai tipis. "Apa kau ingat kalau pernikahan kita hanyalah pernikahan bisnis. Jika kau mengugatku, akan ada banyak dampak negatif yang terjadi pada perusahaanmu. Apa kau mau melihat 3000 ribu karyawan menderita karena ulahmu?"
Menyadari hal itu Sandra langsung membeku. Benar, mereka menikah karena perjodohan. Saat di sekolah menengah atas keduanya memang berteman dulu. Namun, siapa sangka Sandra dan Bastian diam-diam saling jatuh cinta pada pandangan pertama.
Ketika perjodohan terjadi. Perusahaan milik papa Sandra di ambang kehancuran dan keluarga Dominiq berusaha menolong bisnis papa Sandra agar tetap berjalan. Sandra yang baru saja menyelesaikan pendidikan strata dua di London, tidak tahu sama sekali akan hal itu. Sandra mengetahui hal tersebut setelah dua tahun pernikahan.
Saat kembali ke tanah air, Sandra diharuskan untuk segera menikah dengan Bastian. Sandra tak menaruh curiga sedikit pun, terlebih dia memang sudah lama menyukai Bastian.
"Tidak hanya itu, apa kau tahu jika selama ini papamu meminjam uang pada keluargaku dengan nominal yang sangat banyak, dia ingin membayar hutang-hutangnya yang menumpuk," tambah Bastian kembali. Dengan mata melotot sedikit.
Sandra melebarkan mata. "Hutang apa maksudmu?"
"Lihat, kau saja tidak tahu kalau papamu memiliki banyak hutang, jangan-jangan kau juga tidak tahu kalau papamu tahun lalu meminjam uang lagi padaku untuk dia membeli pesawat dan jaminannya kau tidak boleh pergi dariku sebelum hutang-hutang papamu lunas,"jawab Bastian. Seringai tajam masih mengukir di bibirnya.
Sandra langsung terperangah. Detik itu pula Sandra mengepalkan kedua tangan. Menahan amarah karena papanya secara tidak langsung sudah menjualnya.
Sandra enggan menanggapi, menatap ke arah lain dengan sorot mata dingin. Dia tak mau memandang wajah Bastian. Kebenaran hari ini membuat Sandra sangat terpukul. Sekarang, ruangan itu seketika sunyi.
Bastian menghela napas berat lalu perlahan mendekat. Dia ambil pelan tangan Sandra yang saat ini masih tertegun di tempat.
"Pikirkan dengan matang San, jangan bertindak gegabah, aku janji akan berbagi waktu denganmu dan Laura, sekarang kau bersantai saja di rumah, kau mau apa? Apa mau kubelikan tas? Atau pakaian? Atau kau mau pergi ke luar negeri bersama Aldo?" kata Bastian, suaranya terdengar lembut dan wajahnya sudah tampak normal sekarang.
Sandra tak menjawab, justru menurunkan tangan Bastian dan melangkah cepat menuju tempat tidur. Bastian tampak terkesiap dengan pergerakkan Sandra.
"Pergilah Bas, Laura pasti membutuhkanmu," ucap Sandra tanpa menatap lawan bicara.
Sandra memilih merebahkan diri di atas kasur dan menutup tubuhnya dengan selimut hingga sebatas dada kemudian memunggungi Bastian.
Bastian terpaku sejenak kemudian mengulum senyum sejenak. Mengira Sandra sudah menerima keputusannya. Lelaki itu dekati Sandra.
"Baiklah, aku tidak akan lama, jam delapan malam aku akan pulang, baik-baiklah di sini, katakan pada Aldo bahwa papanya akan pulang membawa makanan kesukaannya nanti," ujar Bastian lalu mengelus pelan kepala Sandra. Aldo adalah anak angkat Sandra dan Bastian.
"Hm." Sandra membalas dengan berdeham rendah dan tak sedikit pun melirik Bastian.
Ketidakpekaan Bastian, membuat hati Sandra semakin terasa perih. Setelah izin pamit, Bastian pun melenggang keluar dari kamar.
Detik itu pula, punggung Sandra bergetar pelan. Di bawah selimut, tangis Sandra langsung tumpah. Dadanya terasa sangat sesak sekarang. Sandra elus pelan perutnya sejenak, berharap ada makhluk mungil bersemayam di sana. Namun, sepertinya harapannya tidak akan pernah terwujud. Pada sore itu, Sandra meluapkan semua kesedihannya dan menangis sepuasnya selama hampir satu jam.
Kini, bola mata Sandra dan hidung mancungnya terlihat mulai memerah. Terlalu lama menangis membuat kepala Sandra mulai sakit. Sandra pun memutuskan untuk mandi berharap rasa sakit di kepalanya dapat segera menghilang.
Tepat pukul sembilan malam. Bastian tak juga pulang ke rumah. Sandra baru saja mendapat pesan bila Laura meminta ditemani untuk tidur. Sandra tertawa meringis karena untuk kedua kalinya Bastian mengingkari janji.
"Ternyata kau lebih memilih wanita itu Bas, baiklah aku akan mengikuti permainanmu sekarang," gumam Sandra dengan senyum aneh terpatri di wajah.
Keesokan harinya.
Pagi ini, perusahaan Kertanegara gempar dengan kedatangan Sandra. Perempuan itu sudah lama tidak berkunjung ke perusahaan dan saat ini gedung lima puluh lantai itu diambil alih oleh Bastian.
Begitu Sandra turun dari mobil. Para karyawan tampak lari kocar-kacir. Sandra adalah orang yang paling dihindari oleh hampir seluruh karyawan. Raut wajah ketakutan terlihat amat jelas di wajah mereka sekarang. Bagaimana tidak, wanita perfeksionis dan dikenal dingin ini tiba-tiba menyambangi perusahaan. Ada apakah gerangan? Setelah sekian lama, tidak ada badai tidak ada hujan Sandra tiba-tiba datang kemari tanpa pemberitahuan.
"Eh anjir, itu kan Bu Sandra, loh kok dia di sini? Aduh, mati aku, mana aku pakai sepatu kets lagi," celetuk salah seorang pria yang baru saja turun dari taksi. Sedari tadi dia melirik ke arah Sandra sambil merapikan kemejanya yang belum dimasukkan ke celana.
"Gawat, aduh gimana nih laporanku belum selesai," gumam karyawan wanita berambut pendek di sudut pintu utama. Dia baru saja menginjakkan kaki di tempat kerja.
Berbeda dengan pak satpam, menyambut kedatangan Sandra dengan senyuman manis, semanis gula.
"Selamat pagi Bu Sandra, makin cantik saja. Aldo apa kabar?" tanya Pak Karto, sekadar basa-basi.
"Baik," sahut Sandra singkat dan padat. Dia tak membalas senyuman Pak Karto atau pun bertanya balik. Justru sibuk merapikan kacamata hitam yang bertengker di hidungnya sejenak.
Hari ini penampilan Sandra terlihat menarik perhatian. Blazer hitam, kemeja putih dan rok span sebatas lutut, membalut indah tubuh ramping Sandra. Tidak hanya itu heels louboutin berwarna hitam dengan sol merah membuat kedua kaki jenjang Sandra terlihat sangat elegan. Sandra membuat beberapa karyawan yang masuk ke gedung, terpukau dengan penampilannya.
"Kalau Nana sudah datang, suruh dia langsung ke atas," perintah Sandra seketika.
"Baik Bu."
Usai itu Sandra mulai menggerakkan kaki. Detik itu pula, karyawan yang berpapasan dengannya mengucapkan salam sambil melempar senyum palsu.
"Selamat pagi Bu Sandra!"
"Sudah lama tidak berjumpa, senang sekali rasanya berjumpa lagi!"
"Pagi Bu Sandra."
Sandra tak menggubris sapaan para karyawan, melainkan melangkah cepat, menuju pintu utama. Saat Sandra menghilang dari pandangan. Karyawan yang menyapanya tadi langsung menyumpah serapah Sandra.
"Aish, kenapa Nenek lampir itu datang sih? Kok nggak ada kabar dia ke sini," sahut seorang perempuan berkacamata bulat.
"Entahlah, semoga saja tidak ada badai hari ini," kata karyawan yang lain.
Sesampainya di lantai dua puluh. Sandra langsung melangkah cepat menuju kantor pribadi Bastian.
"Kenapa kau menghalangi jalanku? Di mana Bastian?" tanya Sandra seketika pada salah seorang perempuan tengah berdiri di depan pintu sekarang.
Wanita bernama Bunga itu tampak panik dan ketakutan. "Pak Bas—tian sed—ang sibuk, Bu," jawabnya sedikit tergagap-gagap.
"Minggir!" Sandra tak peduli jika Bastian tengah sibuk. Dia senggol cepat pundak wanita tersebut hingga Bunga terhuyung ke samping sejenak. Setelah itu, Sandra mendorong kuat pintu berganda tersebut.
Begitu pintu terbuka. Rahang Sandra seketika mengetat kala melihat pemandangan di dalam sana.
madu yg km hadirkn itu pilihanmu bastian....
terima aja klo sandra mundur dri pda brtahan dgnmu.... laki2 g ada otak... hobi selingkuh...
wlopun kau kaya raya..... tpi bukan segalanya....
jgan nyesel y bastian dgn kpergian sandra dri hidupmu.... krna ketidaksetianmu dan jga keegoisanmu.....
mna ada km cinta dgn sandra tpi mmpu mnyakitinya trlalu dlm.... yg ada km itu suami kejam sprti pph sandra.... sama biadabnya sperti binatang.....
selamat bastian sbntar lgi yg km katakn mncintai laura akn trbukti.... mmpukah laura yg km cintai mngisi posisi sandra saat sandra mnjadi mantanmu...
haruskah mnunggu puluhan tahun lgi sandra untuk lepas dri smua pndritaannya??