Apa yang terlintas di pikiranmu ketika mendengar kata keluarga? Rumah untuk berteduh? Tempat meminta perlindungan? Tempat memberi kehangatan? Itu semua benar. Tetapi tidak semua orang menganggap keluarga seperti itu. Ada yang menganggap Keluarga adalah tempat dimana ada rasa sakit, benci, luka dan kekangan.
"Aku capek di kekang terus."
"Lebih capek gak di urus."
"Masih mending kamu punya keluarga."
"Jangan bilang kata itu aku gak suka."
"Kalian harusnya bersyukur masih punya keluarga."
"Hidup kamu enak karena keluarga kamu cemara. Sedangkan aku gak tau siapa keluarga aku."
"Kamu mau keluarga? Sini aku kasih orang tua aku ada empat."
"Kasih aku aja, Mamah dan Papah aku udah di tanam." Tatapan mereka berubah sendu melihat ke arah seorang anak laki-laki yang matanya berbinar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Echaalov, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8
Rumah sebesar ini hanya di tempati oleh dua orang. Anak laki-laki itu melihat sekitar, tidak ada keberadaan satu orang pun. Ia masuk semakin dalam dan terlihat wanita paruh baya yang sedang memasak di dapur. Anak laki-laki itu pun menghampiri nya.
"Bi lagi masak apa? "
"Lagi masak udang balado kesukaan den Azel," ucap Bi Sumi, ia adalah pengasuh sekaligus pelayan di rumah ini. Ia mengurus Azel dari bayi sampai sebesar ini. Azel menganggap Bi Sumi seperti keluarganya.
"Oh." Setelah itu tidak ada percakapan di antara mereka.
"Bi," panggilnya.
"Iya den? "
"Gak jadi," Azel terlihat ragu untuk berbicara. Bi Sumi mengernyitkan dahinya tidak biasanya Azel bersikap seperti itu. Kecuali ketika akan membahas orang tuanya.
Menyadari itu Bi Sumi menatap Azel."Den Azel mau tanya tentang Mama dan Papa ya? "
Dan benar saja Azel ingin bertanya tentang orang tuanya."Iya Bi, mereka akan datangkan minggu depan di hari ulang tahun aku? " tanya Azel dengan mata yang berbinar.
"Pasti den, mereka kan sayang sama den Azel," ujar Bi Sumi.
Mendengar ucapan Bi Sumi membuat Azel sedih. Ia tahu ucapan itu hanya ucapan penghibur. Ia pun pergi lalu masuk ke kamarnya. Di dekat meja belajar ada sebuah pigura yang menampilkan sebuah keluarga yang terlihat bahagia dimana ada satu pasangan yang memegang tangan anak kecil yang berusia lima tahun.
Dulu keluarganya sangat harmonis. Azel selalu bahagia di setiap harinya. Dimana Mama dan Papa selalu memberikan ia kasih sayang yang berlimpah. Nama Mamanya adalah Sinta sedangkan nama Papanya adalah Leon. Azel selalu bahagia namun di usianya yang ke enam keluarga mereka tidak lagi menyayanginya.
Mereka selalu saling melontarkan ucapan yang kasar, saling menghina, dan saling membentak. Hal itu yang membuat Azel ketakutan. Ia selalu mengurung diri di kamar.
Puncaknya adalah ketika Papanya membawa orang asing begitupun Mamanya. Mereka semua duduk di ruang tamu begitupun dengan Azel yang masih kecil belum mengerti apapun.
"Kita bercerai karena emang udah gak cocok lebih tepatnya kamu selingkuh," sinis Sinta.
"Kenapa kamu seolah-olah menyalahkan saya padahal kamu juga selingkuh," balas Leon menatap Sinta.
"Kalau kamu gak selingkuh, aku gak akan selingkuh mas," gertaknya.
"Tapi kamu juga senang tuh berselingkuh dengan dia," Leon menatap pria yang duduk di samping Sinta.
"Kalian kan sama-sama selingkuh jadi gak usah saling menyalahkan," ucap Luna bergelayut manja di lengan Leon.
"Iya benar sayang, kamu kan udah punya aku ngapain mempermasalahkan hal yang udah berlalu," Andra memegang tangan Sinta penuh kelembutan.
"Iya sayang," ujar Sinta membalas ucapan lembut Andra.
Di sana Azel menatap bingung orang tuanya yang bermesraan dengan orang lain. Kenapa Mama dan Papa nya melakukan itu?
"Langsung aja ke intinya saya gak suka basa-basi," ujar Leon. Ia pun menyerahkan surat perceraian dan langsung di tandatangani oleh Sinta.
"Sekarang kita udah resmi bercerai, Azel ikut bersama kamu ya mas," ujar Sinta.
"Aku gak mau mas kalau harus ngurusin anak kamu," ucap Luna manja kepada Leon.
"Kamu aja yang urus anak itu," ujar Leon.
"Aku baru aja mulai karir aku mas, aku gak ada waktu buat ngurus Azel,"
Mereka saling melemparkan tanggung jawab untuk mengurus Azel. Sedangkan anak itu menatap Mama dan Papanya bingung.
Luna menatap pembantu yang sedang berdiri di dekat pintu,"Biar pembantu itu aja yang urus anak ini."
Mereka semua menatap ke arah Bi Sumi yang berdiri gelagapan merasakan semua mata menatap kepadanya.
"Ide bagus biar dia aja yang urus," ucap Leon enteng.
"Rumah ini buat Azel aja biar dia tinggal di sini dengan Bi Sumi," saran Sinta dan di setujui oleh mereka semua.
"Saya akan memberi uang kepada Bi Sumi setiap bulan, jadi Bibi urus dia dengan baik," ujar Leon.
"Aku juga akan mentransfer uang untuk keperluan Azel jadi tugas Bibi urus rumah ini dan urus keperluan Azel," sahut Sinta.
"Mohon maaf jika Bibi bilang seperti ini. Tapi Nyonya,Tuan, apa tidak sebaiknya di antara kalian saja yang mengurus den Azel. Kasian den Azel masih kecil masih butuh kasih sayang dari kalian," tutur Bi Sumi.
"Gak bisa Bi, calon istri saya tidak mau mengurus Azel."
"Aku gak bisa, aku sibuk gak akan ada waktu buat urus Azel."
Mau tidak mau Bi Sumi menyetujui untuk mengurus Azel. Daripada Azel di urus oleh orang yang belum tentu baik, jadi biar Bi Sumi saja yang mengurus Azel.
"Keputusan sudah di tetapkan Bi Sumi yang mengurus Azel," ucapan Leon di setujui oleh mereka semua.
"Mas ayo pulang," rengek Luna.
"Iya sayang,"
"Azel, Papa pamit ya," setelah mengucapkan itu Leon dan Luna pergi. Azel menatap kepergian Papanya dengan bingung.
"Ma, Papa mau pergi kemana? " Azel menatap Sinta. Tapi Sinta tidak menjawab.
Sinta mendekati Azel yang masih menatap kepergian Leon dan Luna dengan bingung. Ia mensejajarkan tingginya dengan Azel."Azel mulai sekarang kamu di sini ya sama Bi Sumi. Jangan nakal dan turutin ucapan Bi Sumi. Mama pamit ya."
"Papa pergi, Mama juga pergi. Kalian mau pergi kemana? Azel juga mau ikut Ma," Azel menatap Sinta sedih.
"Gak bisa sayang, kamu tinggal di sini ya sama Bi Sumi. Mama akan sering ke sini kok buat liat Azel, jadi turutin perkataan Mama ya sayang," ucap Sinta.
"Mama sama Papa harus datang pas ulang tahun aku," ucap Azel.
"Iya sayang," ucap Sinta.
Setelah itu Sinta dan Andra pun pergi. Meninggalkan Azel yang menangis Bi Sumi memeluk Azel untuk menenangkan Azel.
"Kenapa mereka pergi Bi? "
"Mereka pasti akan pulang buat liat den Azel."
Nyatanya mereka tidak pernah datang ketika ulang tahunnya. Meski begitu Azel selalu berdoa di setiap tanggal ulang tahunnya. Semoga Mama dan Papanya datang. Namun doa nya tak pernah terkabul.
Segala cara sudah Azel gunakan agar orang tuanya menemuinya. Seperti menjadi anak yang nakal dan berandalan, mengganggu anak lain, mendapatkan berbagai prestasi, Namun semua cara itu tidak membuat orang tuanya menunjukkan perhatian kepadanya.
Ia mengganggu Candy pun karena merasa iri kepada gadis kecil itu. Ini bermula ketika ia melihat Candy di antar oleh Ayahnya. Hal itu membuat iri, dalam dirinya timbul sebuah pemikiran, ia harus membuat hidup Candy tidak tenang. Setidaknya ia tidak terlalu bahagia meskipun itu percuma karena Candy tidak terusik dengan perbuatannya. Mungkin kah karena ia masih punya keluarga di hidupnya? Kenapa tuhan tidak memberikan Azel keluarga seperti itu?