NovelToon NovelToon
The Dark Prince

The Dark Prince

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Fantasi / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:747
Nilai: 5
Nama Author: PASTI SUKSES

Di negeri Eldoria yang terpecah antara cahaya Solaria dan kegelapan Umbrahlis, Pangeran Kael Nocturne, pewaris takhta kegelapan, hidup dalam isolasi dan kewaspadaan terhadap dunia luar. Namun, hidupnya berubah ketika ia menyelamatkan Arlina Solstice, gadis ceria dari Solaria yang tersesat di wilayahnya saat mencari kakaknya yang hilang.

Saat keduanya dipaksa bekerja sama untuk mengungkap rencana licik Lady Seraphine, penyihir yang mengancam kedamaian kedua negeri, Kael dan Arlina menemukan hubungan yang tumbuh di antara mereka, melampaui perbedaan dan ketakutan. Tetapi, cinta mereka diuji oleh ancaman kekuatan gelap.

Demi melindungi Arlina dan membangun perdamaian, Kael harus menghadapi sisi kelam dirinya sendiri, sementara Arlina berjuang untuk menjadi cahaya yang menyinari kehidupan sang pangeran kegelapan. Di tengah konflik, apakah cinta mereka cukup kuat untuk menyatukan dua dunia yang berlawanan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PASTI SUKSES, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Api Cemburu di Noctis Hall

Noctis Hall kembali sunyi malam itu. Hanya suara langkah pelayan yang sesekali melintas di lorong panjang. Di salah satu kamar tamu, Arlina sibuk merawat Aelric yang masih terlihat lemah. Perban yang melilit lengannya mulai basah oleh darah segar, membuat Arlina semakin khawatir.

"Jangan banyak bergerak, Aelric," tegur Arlina lembut saat kakaknya mencoba bangun dari tempat tidur. "Kau belum cukup kuat."

"Aku tidak bisa hanya duduk di sini, Arlina," balas Aelric dengan nada lemah. "Kita berada di tempat musuh. Aku harus memastikan kau aman."

Arlina menghentikan gerakan tangannya yang sedang mengganti perban. Ia menatap Aelric dengan tajam. "Kael bukan musuh, Aelric. Kalau dia ingin menyakitimu, dia sudah melakukannya sejak awal."

Aelric mendengus, matanya menyipit. "Dia bukan musuhmu, tapi mungkin musuhku. Aku tahu pria seperti dia kuat, berkuasa, dan penuh rahasia. Kau harus berhati-hati, Arlina."

Arlina mendesah, menahan kesabaran. Ia melanjutkan pekerjaannya, menyeka luka di bahu Aelric dengan kain basah. "Aku tahu kau hanya ingin melindungiku. Tapi percayalah, aku tahu apa yang kulakukan."

Aelric hanya terdiam, menatap adiknya yang terlihat lebih dewasa dibanding saat terakhir ia melihatnya.

Di ruang kerjanya, Kael berdiri di dekat jendela besar, memandangi taman yang gelap di bawahnya. Tangannya terkepal, dan pikirannya tak henti-henti memutar bayangan Arlina dan Aelric bersama.

"Eryx," panggilnya tanpa menoleh.

Pengawal setianya muncul dari bayangan di sudut ruangan. "Ya, Pangeran?"

"Bagaimana keadaan tamu kita?"

Eryx mengangkat alis, tahu benar siapa yang dimaksud Kael. "Aelric masih lemah, tapi Arlina ada di sisinya. Dia sangat perhatian pada kakaknya."

Kael mendengus pelan, matanya tetap menatap keluar jendela. "Dia terlalu perhatian."

Eryx tersenyum tipis, melihat tanda-tanda yang jelas dari rasa cemburu. "Pangeran, mereka saudara kandung. Itu wajar."

Kael berbalik, menatap tajam ke arah Eryx. "Aku tidak butuh analisismu, Eryx. Aku hanya ingin memastikan mereka tidak membuat kekacauan."

"Tentu saja, Pangeran," balas Eryx dengan nada tenang. Namun, ia bisa melihat bahwa Kael lebih terpengaruh oleh situasi ini daripada yang ingin ia akui.

Keesokan harinya, Arlina membawa semangkuk sup panas ke kamar Aelric. Aroma rempah-rempah memenuhi ruangan saat ia meletakkan mangkuk itu di meja kecil di samping tempat tidur.

"Aku memasaknya sendiri," kata Arlina sambil tersenyum kecil. "Semoga kau suka."

Aelric memandangnya dengan ekspresi lembut. "Kau tidak perlu repot, Arlina. Aku sudah cukup merepotkanmu."

"Kau adalah keluargaku, Aelric. Tidak ada yang lebih penting dari itu."

Saat Aelric mulai memakan supnya, pintu kamar terbuka perlahan. Kael melangkah masuk, matanya langsung tertuju pada Arlina yang duduk di tepi tempat tidur.

"Kael," sapa Arlina, sedikit terkejut. "Ada apa?"

Kael melirik Aelric sebentar sebelum menjawab. "Aku hanya ingin memastikan semuanya baik-baik saja."

"Kami baik-baik saja," jawab Aelric dengan nada dingin, meskipun ia tahu dirinya tidak dalam posisi untuk menunjukkan sikap bermusuhan.

Arlina, yang menyadari ketegangan di antara mereka, mencoba mencairkan suasana. "Kael, terima kasih sudah membiarkan kami tinggal di sini. Aku benar-benar berterima kasih."

Kael mengangguk, matanya masih terpaku pada Aelric. "Tentu saja. Kesejahteraanmu adalah prioritasku."

Aelric menyipitkan mata, menangkap nada dalam kata-kata Kael yang terasa lebih dari sekadar keramahan. "Tapi apakah itu juga berlaku untukku, Pangeran?"

Kael tersenyum tipis, tetapi senyum itu tidak mencapai matanya. "Selama kau tidak melukai adikmu, kau aman di sini."

"Sudah cukup," sela Arlina, mencoba menghentikan ketegangan yang semakin memanas. "Kalian berdua tidak perlu seperti ini."

Kael akhirnya mengalihkan pandangannya, menatap Arlina dengan sorot yang lebih lembut. "Jika kau butuh sesuatu, Arlina, kau tahu di mana mencariku."

Setelah itu, ia berbalik dan meninggalkan ruangan tanpa mengatakan apa-apa lagi.

Di taman istana, Kael berdiri di tengah hamparan bunga magis yang perlahan memancarkan cahaya redup saat malam menjelang. Eryx mendekatinya, seperti biasa muncul tanpa suara.

"Pangeran," panggilnya pelan.

"Aku tidak suka bagaimana dia melihat Arlina," gumam Kael tanpa memandang Eryx.

Eryx mengangkat alis. "Aelric? Dia saudara kandungnya, Pangeran. Kau tahu itu."

"Aku tahu," balas Kael tajam. "Tapi tetap saja, aku tidak suka."

Eryx menahan senyum, memilih untuk tidak menanggapi langsung. "Mungkin Anda harus mengalihkan perhatian Anda pada hal-hal lain. Negosiasi dengan dewan, misalnya."

Kael menghela napas panjang, mencoba meredakan emosi yang bergejolak dalam dirinya. "Mungkin kau benar. Tapi aku tidak bisa mengabaikan ini. Arlina... dia membuat semuanya terasa berbeda."

Eryx terdiam sejenak sebelum akhirnya berkata, "Mungkin karena dia menunjukkan sisi manusia yang selama ini Anda abaikan, Pangeran."

Kael tidak menjawab, hanya memandang bunga-bunga itu dengan ekspresi rumit.

Malam itu, Arlina keluar dari kamar Aelric untuk mengambil air. Saat berjalan di lorong, ia bertemu Kael yang tampaknya sedang berkeliling memeriksa istana.

"Kael," sapa Arlina, sedikit terkejut melihatnya.

"Arlina," balas Kael, nadanya lebih lembut dibanding biasanya. "bukankah seharusnya kau beristirahat?"

"Aku hanya mengambil air untuk Aelric," jawab Arlina sambil mengangkat kendi kecil yang dibawanya.

Kael mengangguk pelan, tetapi matanya tetap tertuju padanya. "Bagaimana keadaan kakakmu?"

"Lebih baik, berkat bantuanmu," kata Arlina dengan senyuman tulus. "Aku tidak tahu bagaimana cara membalas kebaikanmu."

Kael menatapnya dalam-dalam, seolah mencari sesuatu di balik senyum itu. "Kau tidak perlu membalas apa pun, Arlina. Kehadiranmu di sini sudah cukup."

Arlina tersipu, tetapi sebelum ia sempat menjawab, Kael melanjutkan, "Tapi jangan lupa, Arlina. Umbrahlis adalah tempat yang berbahaya. Aku hanya ingin kau tetap aman."

"Aku tahu," jawab Arlina dengan nada serius. "Dan aku akan berhati-hati, Kael. Kau tidak perlu khawatir."

Kael mengangguk, meskipun hatinya masih dipenuhi rasa ragu dan keinginan yang ia sendiri belum sepenuhnya pahami.

Kael kembali ke ruang kerjanya, namun pikirannya tak pernah lepas dari Arlina. Bayangan gadis itu saat ia tersenyum di taman atau berbicara lembut dengan kakaknya terus menghantuinya. Ia menyandarkan tubuhnya pada kursi, memandang peta besar Umbrahlis yang terpampang di meja.

"Kenapa aku begini?" gumamnya pada dirinya sendiri.

Namun, pikirannya terus berkecamuk. Hubungan antara Arlina dan Aelric, meskipun jelas sebagai saudara, tetap membuatnya gelisah. Ada rasa takut yang tak ia akui, takut kehilangan satu-satunya hal yang kini membuat hidupnya tidak terasa begitu dingin dan kosong.

Sementara itu, Arlina kembali ke kamar setelah mengambil air. Ia membuka pintu dengan hati-hati agar tidak membangunkan Aelric yang tertidur lelap. Saat ia melihat kakaknya, sebuah senyum kecil muncul di wajahnya.

"Kau akhirnya aman," bisiknya pelan, meskipun Aelric tidak mendengar.

Arlina duduk di tepi tempat tidur, memandang wajah kakaknya yang kini lebih damai dibanding saat pertama kali ditemukan. Ia teringat semua perjalanan berat yang telah mereka lalui.

"Aku tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya," ucapnya pada dirinya sendiri, "tapi aku percaya Kael. Entah kenapa, aku percaya dia."

Arlina tidak menyadari bahwa di luar kamar, Kael berdiri sejenak sebelum akhirnya melangkah pergi. Dalam diam, ia telah memutuskan satu hal—apapun yang terjadi, ia tidak akan membiarkan bahaya mendekati Arlina.

1
Aini Nurcynkdzaclluew
Jangan nggak baca, sayang banget
amoakakashisensei
Ngga nyangka, seru banget!
gadGoy13
Ngagetin deh! 😱
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!