Sekretaris Meresahkan
Sekretaris Meresahkan
Deskripsi
POV Devan
Mimpi apa aku semalam, mendapatkan sekretaris yang kelakuannya di luar prediksi BMKG.
"MAS DEVAAAAAAANNN!!!" Teriakan kencang Freya berhasil menarik perhatian semua orang yang ada di sekitarnya.
"Teganya Mas meninggalkanku begitu saja setelah apa yang Mas perbuat. Mas pikir hanya dengan uang ini, bisa membayar kesalahanmu?"
Freya menunjukkan lembaran uang di tangannya. Devan memijat pelipisnya yang tiba-tiba terasa pening. Dengan langkah lebar, Devan menghampiri Freya.
"Apa yang kamu lakukan?" geram Devan dengan suara tertahan.
"Kabulkan keinginan ku, maka aku akan menghentikan ini," jawab Freya dengan senyum smirk-nya.
"Jangan macam-macam denganku, atau...."
"AKU HAMIL ANAKMU, MAS!!! DIA DARAH DAGINGMU!!"
"Oh My God! Dasar cewek gila! Ikut aku sekarang!"
Dengan kasar Devan menarik tangan Freya, memaksa gadis itu mengikuti langkah panjangnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sekretaris Gila
"Kok porsi saya lebih besar ya?"
"Sengaja. Kan porsi makan kamu lebih besar. Takutnya nanti ngga kenyang terus pingsan."
Freya hanya berdecih saja mendengar jawaban Devan. Gadis itu segera memotong steak di depannya. Ternyata dagingnya empuk dan rasanya sangat enak. Freya memakan dengan lahap menu yang jarang dimakan olehnya. Seumur hidupnya, dia baru empat kali makan steak. Itu pun bukan steak yang dimakannya sekarang.
Begitu Devan menyelesaikan makannya, Freya juga sudah selesai. Devan melirik piring Freya yang bersih tak bersisa, baik daging, kentang atau sayuran sudah masuk semuanya ke dalam perut. Ternyata sekretarisnya ini memang memiliki nafsu makan yang besar. Tapi entah pergi kemana semua makanan yang masuk ke perutnya. Tubuhnya masih tetap kecil mungil.
"Sekarang kita ke kantor, Pak?"
"Hem.. tapi kita mampir ke suatu tempat dulu."
"Siap."
Freya siap melakukan aktivitas lain setelah perutnya terisi penuh. Dia tidak peduli Devan akan membawanya kemana. Setelah membayar makanannya, Devan langsung menjalankan kendaraannya meninggalkan restoran. Sebelum menuju kantor, pria itu mampir dulu di salah satu supermarket.
"Kita mau ngapain ke sini, Pak?"
"Saya mau beli camilan buat dikirim ke panti. Kamu pilihin makanan buat anak-anak ya."
"Panti mana, Pak?"
"Kamu ngga tahu kalau Kharisma Group punya beberapa panti asuhan?"
"Ooh.."
Hanya itu saja jawaban yang keluar dari Freya. Satu lagi kekaguman Freya bertambah pada Devan. Ternyata pria itu memiliki kepedulian sosial yang tinggi di luar mulut dan sikapnya yang menyebalkan. Gadis itu segera memasuki supermarket. Dia mengambil kereta dorong dan siang memilihkan camilan untuk anak-anak. Kalau urusan makanan, Freya tidak ada duanya.
Selain membeli makanan, Freya juga mengambil beberapa peralatan memasak seperti pan, panci, wajan dan magic com berukuran kecil. Dia bermaksud memasak sendiri makanan demi mengirit pengeluaran. Gadis itu juga membeli beras, telur, mie instan dan beberapa makanan olahan.
"Kamu buat apa beli itu?"
"Yang ini belanjaan buat saya, Pak. Buat mengirit pengeluaran, mending masak sendiri. Kan di apartemen udah ada kompor juga. Sayang kalau ngga digunakan."
"Emang kamu bisa masak?"
"Bapak jangan meremehkan. Saya ini bisa masak, ya walau ngga sejago chef Renata. Tapi masakan saya masih bisa dimakan kok."
"Kirain kamu cuma tahu makan aja."
"Kapan-kapan saya masakin buat Bapak deh."
Tidak ada tanggapan lagi dengan Devan. Mendengar Freya yang akan memasak untuknya, dia jadi teringat akan Dita. Wanita yang berhasil mencuri hatinya sekaligus menorehkan luka. Devan segera menepiskan bayang-bayang Dita. Dia sudah merelakan wanita itu kembali pada mantan suaminya. Dan sekarang dia harus fokus pada hidupnya sendiri. Kedua orang tuanya sudah sering menanyakan kapan dirinya akan melepas masa lajang. Apalagi sekarang usianya menginjak 32 tahun.
Selesai memilih belanjaan, Freya mendorong troli menuju kasir. Dia memisahkan barang belanjaan untuk anak panti dan belanjaannya, karena akan dibayar terpisah olehnya. Tapi Devan meminta Freya membayar semuanya menggunakan kartu kredit yang tadi pagi diberikan olehnya. Selesai membayar semua belanjaan, Freya menodong troli menuju parkiran. Cukup banyak belanjaan mereka dan Devan tidak mau membantu membawakan. Alhasil Freya harus memakai troli, karena dirinya akan kerepotan membawa semua sendiri.
Sebelum menuju kantor, Devan mampir dulu ke salah satu panti asuhan yang berada di bawah naungan yayasan keluarganya. Setelah memberikan makanan dan menitipkan uang pada pengurus panti, barulah pria itu kembali ke kantor.
Baru saja pria itu mendaratkan bokongnya di kursi kerjanya, ponselnya berdering. Melihat nama sang pemanggil adalah Ega, pria itu segera menjawab panggilan.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumussalam. Sehat Bos?" terdengar suara Ega dari seberang.
"Kamu kapan ke Jakarta?" Devan malah balik bertanya.
"Kayanya mundur seminggu dari jadwal, Bos. Pekerjaan di sini masih belum selesai. Aku juga lagi nunggu Ganjar sampai selesai wisuda."
"Ganjar udah beres kuliahnya?"
"Udah, Bos. Pas Bos berangkat ke Jakarta, dia sidang skripsi. Untung masih sempat daftar wisuda. Habis wisuda dia pulang ke Jakarta. Makanya aku nunggu dia dulu. Dia juga udah ngelamar ke kantor. Kalau ngga salah ada lowongan di bagian Media Corporate. Aku arahin dia ngelamar ke sana aja. Sesuai dengan jurusan kuliahnya."
"Hem.."
"Bos sudah dapat sekretaris?"
"Sudah."
"Perempuan apa laki-laki?"
"Perempuan."
"Masih muda?"
"Hem."
"Jomblo?"
"Hem.. haissshh.. ngapain nanya-nanya?"
"Ya kali aja bisa jadi calon makmum aku, Bos. Awas ya Bos,jangan digebet tuh sekretaris, buat aku aja."
"Ambil aja. Siapa juga yang mau sama sekretaris gila kaya dia."
"Hah? Apa Bos?"
"Cepetan ke Jakarta kalau sudah beres di sana!"
Devan segera mengakhiri panggilannya. Kadar kecerewetan asistennya itu semakin bertambah saja sejak mereka kembali ke tanah air. Devan segera menyalakan laptopnya dan mulai fokus pada pekerjaannya.
***
Pekerjaan Freya semakin bertambah saja. Selain harus menjemput Devan ke rumah setiap pagi, gadis itu juga harus membelikan kopi di kedai kopi yang tidak terlalu jauh dari kantornya. Waktu pembelian kopi tidak menentu, kadang pagi, kadang siang. Namun varian kopi yang dibeli Devan tidak berubah. Dan setiap membeli kopi, gadis itu harus menyebutkan komposisinya secara lengkap. Seperti siang ini, Freya sudah mengantri di kedai kopi. Pegawai kedai kopi yang melayani sudah hafal dengan wajah Freya. Sudah empat hari berturut gadis itu selalu datang dan memesan menu yang sama.
"Vanila lattenya satu. Air hangatnya 50 ml, susunya satu gelas, kopinya satu sendok teh, gulanya satu sendok teh, sirup vanilanya dua sendok teh. Awas jangan lebih, jangan kurang! Jangan lupa tambahkan es batu dan krim kocok seperlunya. Yang satu lagi, iced moccachino ya."
"Siap, Mbak. Oh ya, soal komposisi vanila latte, ngga usah diulang-ulang."
"Sudah hafal ya?"
"Bukan. Tapi komposisi yang disebutkan itu resep standar di kedai kopi ini."
"Oh begitu.."
Tentu saja Freya cukup malu mendengarnya. Berarti selama ini Devan hanya mengerjainya saja. Kemudian terbersit dalam pikirannya untuk mengerjai balik sang Bos. Gadis itu menuju etalase yang memajang camilan manis dan gurih. Dia membeli empat potong kroket kentang dan dua slice cheese cake. Setelah membayar pesanannya, Freya bergegas kembali ke kantor.
Sebelum menuju ruangan Devan, lebih dulu Freya menuju pantry. Dia mengambil dua cabe rawit yang ditancapkan di atas kroket kentang. Diiirisnya tipis-tipis cabe rawit lalu pelan-pelan memasukkan ke dalam kroket kentang. Lubang kecil bekas memasukkan irisan cabe disumpal dengan cabe rawit utuh,hingga bentuknya masih tetap sama. Dia menaruh dua buah kroket kentang dan cheese cake di atas piring kecil kemudian membawanya ke ruangan Devan.
Setelah menaruh piring kecil dan kopi di atas meja kerja Devan, gadis itu buru-buru meninggalkan ruangan Devan. Selesai menyimpan pekerjaannya, Devan menyeruput iced vanila latte pesanannya. Kemudian dia mengambil sepotong kroket kentang dan memasukkan ke dalam mulutnya sekaligus. Dia mengambil potongan kedua dan memasukkan lagi ke mulutnya sekaligus. Ketika mengunyah kroket kentang kedua, mata Devan melotot saat merasakan rasa pedas. Pria itu mengambil tisu dan mengeluarkan kroket kentang dari mulutnya. Matanya membulat melihat banyak irisan cabe ada di dalamnya.
"Freya..." geram Devan. Pria itu segera membasahi kerongkongannya dengan iced vanila latte untuk mengurangi rasa pedas yang dirasakan.
***
Di sebuah rumah sederhana, nampak seorang gadis sedang asik berselancar dengan ponselnya. Gadis bernama Mina itu tengah membuka aplikasi TokTok. Jarinya berhenti men-scroll ketika melihat tayangan berdurasi enam puluh detik. Video tersebut berisi promosi salah satu kedai kopi ternama di Jakarta. Dia menjeda tayangan video dan fokus pada sosok gadis yang sedang mengantri. Tentu saja Mina mengenali gadis itu, dia adalah Freya, sepupunya yang menjadi buronan Santo karena kabur menjelang hari pernikahan.
"Mama! Papa! Aku tahu di mana Freya!!"
***
In Syaa Allah hari ini up 2 bab🤗
susulin mas Devan...